"Jangan pernah memandang
seseorang dari cover."- Deon Nadindra -
*****
SORAKAN demi sorakan terdengar di mana-mana. Ada banyak sekali para manusia ingin menyaksikan pertandingan balapan motor pada malam hari ini.
Tak terkecuali Avano yang entah kapan telah berada di tempat tersebut, bukan sebagai penonton tetapi sebagai salah satu peserta balapan.
Ucapan Ivander di telepon sejam yang lalu kembali muncul di benak Avano. "Gini yah, semua orang disini fitnah elu. Mereka ngira lu tuh ikutan balapan liar sampe kagak datang di acara ini. Padahal lu tuh cucu termuda keluarga Rafandra yang seharusnya diwajibkan datang."
"Gua ngga bakalan difitnah tanpa sebab, maka dari itu gua kabulin apa yang mereka mau." Gumam Avano dibalik helm full face nya.
Arena balapan ini semakin ramai saja, banyak human-human berdatangan untuk menyaksikan balapan liar pada malam hari ini.
Teriakan demi teriakan kembali terdengar ketika seorang wanita berjalan kearah tengah jalan seraya membawa bendera.
"Kalian siap?!" tanya wanita tersebut kepada para peserta balapan yang telah menempatkan posisi masing-masing.
Para peserta balapan hanya menganggukkan kepala menanggapi pertanyaan wanita itu.
"SATU!"
"DUA!"
"TIGA!!!!"
Tepat pada hitungan ketiga, wanita itu menyibak bendera yang ada digenggaman nya keatas. Saat itu pula deruman para motor peserta bapalan liar terdengar di mana-mana.
Teriakan para penonton beradu memberi semangat kepada peserta balapan yang tengah memacu motor.
Avano tersenyum senang ketika dia orang pertama yang melewati garis finish. Para supporter pun ikut senang ketika pemenang telah diumumkan, mereka semua bersorak gembira.
"Pano?!" Seru seseorang menghampiri Avano ditengah kerumunan. Dengan gesit akhirnya Avano dengan orang tersebut keluar dari kerumanan manusia.
"Sudah gua duga, itu elo." Sosor orang tersebut yang tidak lain adalah Fikhan. "Congratulations ya, bro!" Fikhan memeluk sahabatnya dengan erat.
"Makasih, Fi." Balas Avano sembari tersenyum.
"Eh, bentar dah. Lu kok bisa disini sih? Malam ini bukan nya acara ulang tahun keluarga Rafandra ya?" tanya Fikhan keheranan.
Wajah Avano langsung tertekuk, "ck, malas aja."
"Pan, jangan kayak gitu napa. Senggangnya hadirin aja, Deon dan Ivander juga ada disana buat nemenin elu. Kalau kayak gini? Bisa-bisa elu dipukul bokap lu karena ngikutin balapan liar!" Cerocos Fikhan memberi saran.
"Mereka udah nuduh gua, jadi gua kabulin aja tuh tuduhan mereka. Dibandingkan nantinya dapat hukuman tetapi ngga bersalah?" Jelas Avano, membuat Fikhan manggut-manggut mengerti.
"Oh, iya. Karena hari ini elu menang, gua bakalan ditraktir ama elu deh." Usul Fikhan sembari merangkul pundak Avano berjalan menuju ke arah motor Avano.
"Yaudah deh, kabarin juga sekalian anak-anak kumpul di cafe depan perempatan, gua bakalan traktir." Ujaran Avano membuat senyuman manis terukir di wajah Fikhan.
"Sip, bos!" Dengan cekatan Fikhan memberikan pesan ke grup mereka. Avano hanya membaca pesan yang dikirim Fikhan di grup.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUNAWAY [ E N D ]
Teen Fiction"Bagaimana cara menerima keadaan?" Disiksa sejak kecil oleh ayah kandungnya, ditinggal pergi oleh ibunya, selalu dibandingkan dengan kakaknya membuat Avano Rafandra tidak pernah mendapatkan kasih sayang apalagi kehangatan di dalam sebuah keluarga. ...