Part 38

318 23 0
                                    

Beberapa hari kemudian.

Aku bosan, bahkan sangat bosan karna tak melakukan kegiatan apapun dan hanya terus-menerus berbaring di kasur sambil memainkan ponsel yang semakin lama ku mainkan aku malah meras semakin kesal.

Aku bangkit, mengubah posisiku menjadi duduk, menatap layar televisi yang sengaja aku nyalakan untuk menemaniku. Bosan plus kesal yang aku rasakan ini sebetulnya bukan tanpa sebab, akibat rencana jalan bersama rekan kantor yang mendadak tidak jadi, hal ini pun sukses menimbulkan rasa ke kesalan ku pada mereka. Pasalnya aku sudah mempersiapkan segalanya tuk pergi, mulai dari bangun pagi, menyiapkan outfit, mencari tempat-tempat yang ingin ku kunjungi di sosial media. Namun sayang karna kesibukan masing-masing kami gak jadi pergi.

Dan pada akhir nya kesiapan yang aku lakukan membuat ku hanya terus memainkan ponsel ku kembali. Jemari ku tergerak membuka aplikasi chatting yang jarang sekali aku buka dan sekalinya aku buka hanya untuk membalas pesan dari rekan-rekan kerja baru ku dan pesan yang sekiranya penting untuk ku.

Satu persatu pesan yang masuk kedalam ponsel ku mulai aku baca dan beberapa dari pesan itu aku mulai membalasnya. Namun entah mengapa jari ku seketika terdiam pada kontak yang sengaja nomornya tak aku simpan, aku membuka pesan tersebut dan mulai membaca percakapan kami dahulu satu demi satu hingga tak ku sadari aku merindukannya.

Aku mendesah, bimbang langsung menghampiri ku. Aku membaca pesan yang ia kirim terakhir di minggu lalu, akan tetapi aku tak kuasa tuk membalas pesan itu. Namun jika di biarkan aku tidak bisa dan ingin sekali membalas pesan terakhir darinya.

Jari ku mulai mengetik beberapa kata, namun aku urungkan dan begitu pun seterus nya hingga tiga kali aku melakukan hal yang sama dan tak kunjung membalas pesannya.

Berperang dengan diri sendiri itu ternyata sangat sulit ya. Batin ku.

Ah tanpa peduli kini aku mulai mengetik di layar ponsel ku.

Aku membalas pesannya setelah mempertimbangkan selama beberapa menit dan hanya kata-kata itulah yang bisa aku kirim kepadanya. Tanpa unsur memberinya kesempatan dan juga harapan.

Me

Iya

Selamat tinggal dan terimakasih atas semua nya

Jaga diri kamu baik-baik

Dan pastikan saat kamu kembali, kamu bisa jadi kembanggaan untuk orang tua mu

Hanya empat bait pesan yang ku balas padanya.

Ya semoga dengan ini hidup nya akan jauh lebih tenang sesuai apa yang ia bayang kan kini dalam lamunan ku, namun seketika ia pun mulai tersadar kembali saat pintu kamar ku telah di ketuk oleh seseorang di luar sana.

Aku bangkit dari tempat ku lalu membuka pintu kamar, mendapati sosok wanita yang tak lain adalah tetangga kamar ku.

"Ada apa ya?" tanya ku.

"Kakak namanya Shanin kan?" tanya gadis itu dan aku pun secara otomatis menganggukan kepala "ada cewek yang cari kakak di bawah" katanya.

"Oh gitu, oke makasih ya" ucap ku lalu pergi menuju ruang tamu dan alangkah terkejutnya aku saat meilihat sosok Shavina yang tengah duduk seorang diri dengan membawa sebuah tas besar.

"Vina" panggil ku.

Gadis itu menoleh, ia tersenyum lalu menghampiri dan memeluk tubuh ku.

"Aku kangen teteh" katanya.

Tubuh ku yang memiliki proporsi tubuh yang lebih kecil dibanding Shavina pun lantas tenggelam di dalam peluknya, hingga aku mulai meronta dan barulah Shavina sendiri yang melepaskannya.

BerondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang