Part 11 (A)

5.7K 330 8
                                    

PELAKOR. . PELAKOR. . dan PELAKOR kata-kata yang terus terngiyang-ngiyang di pikiran ku. Di tambah rasa takut yang mendalam selama dua hari kebelakang yang membuat aku takut akan keluar rumah, bahkan keluar kamar pun aku enggan dan masih bungkam dalam pernasalahan ini.

Mama langsung menasehati ku saat tahu masalah ini, mama bilang ini semuanya bukanlah kesalahan ku. Melainkan emang si cowoknya aja yang brengsek. Kata mama. Tapi setelah satu jam kami bicara dan tiba-tiba saja aku mendapat kiriman dari seseorang yang berisi ancaman hingga kini.

Nah, itulah hal yang menyebabkan aku tak ingin pergi ke luar dan lebih memilih stay di dalam rumah, tepatnya di dalam kamar si karna kondisi ku yang kembali ngedrop.

Teman-teman terdekat ku seperti Akhtar dan Raya mereka sudah kemari datang, tapi kehadiran mereka ku tolak mentah-mentah karna aku takut akan hatiku yang merasakan rasa semangkin sakit. Ya meski keduanya mengaku jika kedatangan mereka hanya untuk melihat kondisi ku.

Oh iya dan ku beri tahu lagi, sudah dua hari pula aku tak memegang ponsel. Ya karna apa lagi kalo bukan orang lain yang berbondong-bondong hanya untuk menyudutiku lewat kata-katanya yang kepalang pedas, bahka cabe-cabeaan taman lawang pun kalah pedasnya oleh kata-kata mereka. Eh, cabe-cabean taman lawang? emang ada ya? ah sabodo amat lah, aku malas mikirin.

Satu-satunya orang yang terus penghibur ku hingga detik ini adalah Shavina, adikku sendiri yang telah lama aku tak anggap keberadaannya. Jahat juga ya ternyata aku ini.

Ia terus bercerita dan berkata kepada ku seperti ini 'kakak itu cantik, tapi kok nasibnya ngenes si sama kaya aku. Sebelumnya aku juga pernah lho ngalamin kaya kakak gini, di musuhin sahabat sendiri gara-gara cowoknya suka sama aku' dan terus aku pun jawab 'terus kamu sakit kaya gini gak? terus kamu dapetin teror-teror macam kakak gak? masalah kamu belum ribet kaya kakak dan please jangan coba nyamaiin nasib kita walaupun hampir sama dalam kenyataannya!'

Dia yang mendengar penjelasan ku hanya tersenyum lalu berkata kembali 'emang masalah kakak cenderung lebih berat dari masalah ku, tapi semua itu sama aja kak. Karna dalam kenyataan aku di kucilkan oleh teman-temanku yang terhasut ucapan cewek itu, tapi bedanya kakak sama aku itu aku masih dengarkan perkataan positif yang sebagian teman ku yang mengetahu hal itu. Tidak seperti kakak yang tak terima dalam keadaan, ibaratnya mundur saat peperangan mulai'

Dalam hatiku pun berkata seraya menatapnya sok dewasa lo, lo berojol aja kemaren. Eh main ceramahin gue!.

Perkataannya adalah benar dan sangat benar apa lagi di saat ia mengibaratkan pepatah yang mengatakan aku ini adalah seorang pengecut. Sialan emang tu bocah kalo perlu di omongin mah.

Pintu kamar ku pun terketuk dan tanpa ku persilakan masuk rupa-rupanya mama yang masuk ke dalam kamar ku sambil membawa semangkuk bubur dengan segelas air mineral yang ia bawa menggunakan nampan.

Mama tersenyum simpul ke arah ku, meletakan nampan itu diatas nakas dengan sebelah tangannya yang meraih tangan ku dan mulai mengelus-elusnya begitu lembut.

"Gimana ke adaan mu? sudah membaik teh?" tanyanya dan aku hanya mengangguk ragu "sampai kapan teteh mau diam di sini terus? gak mau keluar nemuiin Akhtar sama Raya di bawah?"

Aku menggelengkan kepalaku "masih takut ma"

Lengan mama kini beralih kepada puncak kepalaku lebih tepatnya,mengusap-usap dengan penuh kelembutan dan kasib sayang yang berhasil membuatku terlena.

"Yasudah, mama gak akan paksa kamu. Mau di suapin sama mama atau mau makan sendiri teteh?" tawar mama.

"Panggilin Vina aja ma, kalo gak Dio" pinta ku.

"Dio lagi kebengkel dan Vina lagi jalan sama temen cowoknya" jawab mama "kenapa emangnya sama mama? kamu malu?"

"Nggak ma, aku cuman takut ngeganggu waktu mama. Kan jam segini biasanya mama lagi di dapur buat bikin makan malam" tolak ku "kakak bisa sendiri ko ma"

"Yakin?" tanya mama tak percaya seraya menggoda ku lewat matanya yang menyipit.

Sontal aku menyikut menyikut lengannya "mama!" rengek ku manja.

"Yaudah mama keluar dulu ya, jangan lupa di habiskan makannya" pamit mama seraya memerintah lewat perkataannya yang lembut dan lagi-lagi aku mengangguk.

Sepi setelah kepergian mama, aku pun kembali pada titik diam ku lagi seraya memikirkan perkataan-perkataan yang telah di ucapkan Shavina.

Alah, persetanan dengan kata-kata Shavina dan diri ku sendiri. Sambil mengacak rambutku yang tak gatal karna frustrasi.

Tak ingin terlalu mengambil pusing semua masalah yang hilir mudik menghampiriku, mending aku makan aja bubur buatan mama yang mudah-mudahan bisa membuat ku lupa dengan semua masalah ini.

Rasa dari bubur ini begitu manis dengan paduan gula merah yang menjadi toping bubur sum-sum yang mama buat dan entah kenapa rasa-rasanya otak ku mulai timbul beberapa pertanyaan dalam benak ku yang membuat ku hampir tersedak saat memakannya.

Ku teguk air mineral itu hingga tandas dan tak menyisakan setetes pun air di dalam gelasnya. Sepeti terguyur air dingin di saat musim hujan, kata-kata itu sungguh menghantui ku layaknya setan.

Bubur ini rasanya manis, tetapi tak semanis nasib mu. Hidup ini begitu indah tapi tak seindah ke adaan mu. Jika semua orang miliki kehidupan yang manis dan indah kenapa kamu tidak?  Apa kamu sadari itu semua muncul akibat ulah mu sendiri?  ingat jangan pernah menyusahkan dirimu dan menempatkannya pada posisi yang sulit untuk di jangkau. Karna sesungguhnya dirimu itu lemah dan pastinya akan selalu menyusahkan orang-orang yang berada di sekitar mu. Seketika sebuah gambaran prempuan yang tak aku kenal muncul dengan senyum seringainya yang membuatku betul-betul muak.

Dirinya sudah menghantui ku sejak dua hari yang lalu. Terkadang mungcul dalam mimpi dan benak ku dengan perumpamaan yang berbeda-beda.

Nafas ku terengah-engah dan kerongkongan ku rasanya seperti ada sesuatu yang mengganjal hingga aku tak bisa berbicara dan memutuskan untuk keluar kamar demi membasahi kerongkongan ku ini.

Dua gelas penuh air mineral telah masuk dalam perutku yang menyebabkan kembung di dalam sana dan ku peehatikan ke adaan sekitar yang cukup sepi hingga bel berbunyi dan mau tak mau aku harus membukanya meski rasa takut menghantuiku.

"Kakak udah sembuh?" tanya Shavina saat aku membuka pintu.

Ia datang dengan seorang pria yang samar-samar aku menalinya.

"Siang kak" sapanya.

Astaga, bocah ingusan itu! mataku terbelak saat memandangnya, membuat Shavina bingung di posisinya.

Ku putuskan tak menjawab keduanya, memilih pergi dari hadapan mereka karna mulai merasakan kantung kemih ku yang mulai penuh. Gara-gara banyak minum!

Aku pun keluar dari kamar mandi, mendapati sosok bocah itu kembali yang menatap ku penuh arti namun tak tertebak hingga ia mendorong tubuhku masuk kedalam sana lagi dan menguncinya untuk beberapa menit.

Tanpa di sangka-sangka ia mencium keningku lemayan lama seraya memeluk tubuh ku yang ceper macam kosmos kalo berada di dekatnya. Maklum imut.

Setelah puas mencium kening ku, kedua tangannya menyentuh kedua pipi ku, mengusapnya begitu lembut dengan tatannya yang begitu teduh.

"Cepet sembuh ya sayang" ucapnya mendaratkan sebuah kecupan di bibir ku, lalu pergi keluar.

Kurasakan hangat yamg menjalar di dalam tubuhku tanpa ku sadari tadi aku hanya terdian tanpa pemberontakan macam biasanya. Aku tersenyum karna itu dan memilih masuk ke kamarku kembali sebelum Shavina mulai curiga pada ku.

Bogor, 10 Juni 2018

Note: Maaf banget bikin kalian lama nunggu lagi, abisnya aku kehilangan mood buat ngetik-ngetik. Maafin ya:)

BerondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang