Part 07

5.5K 171 1
                                    

Sudah satu minggu lama nya aku meringkuk dan terjebak di kamar ku yang nyaman ini. Walaupun nyaman, tapi aku benar-benar bosan jika harus seperti ini terus.

Ditambah aku pun harus selalu meneguk beberapa butir obat setiap tiga kali sehari disertai ocehan Shavina-bencana ku, yang benar-benar membuatku muak.

Kalau saja bukan karena bocah sialan itu dan om nya yang aneh itu, mungkin hidupku tak kan begitu prihatin macam sekarang ini.

Demam yang tak kunjung reda, flu berat yang melanda. Ih, aku jadi kesal kan jika mengingat tragedi saat si botak aneh itu berlutut dihadapan ku seraya mengumumkan kalo aku ini adalah kekasih nya. Sontak dari situ dunia ku berubah.

Mulai dari orang-orang yang selalu menatap iba kepada ku, kini malah berbalik tak suka. Dan mereka yang biasa menyapa ku begitu ramah, kini malah berbalik menghujat ku abis-abisan.

Astaga tuhan, aku ingin kehidupan ku berjalan dengan sedia kala. Gak like banget si hidup ini sekarang.

"Dasar bocah sialan!" Jerit ku saat teringat bayangan bocah sialan itu.

Tak lama pintu kamar ku terbuka, muncul mama dan bencana ku disana.

"Kamu kenapa teh?" Tanya mama khawatir.

"Aku gak kenapa-kenapa ma" jawab ku.

"Yang bener?" Tanya nya lagi untuk memastikan dan aku hanya mengangguk.

Aku menatap Shavina sebentar. Terlintas di dalam benak ku bagaimana caranya untuk aku bisa bertemu bocah sialan itu. Bukan karena kangen atau apa, tapi demi menyelamatkan karir dan masa depan ku.

"Bencana" panggil ku dan langsung mendapat tatapan tajam dari mama "maksud kakak, Shavina mama" jelas ku.

"Aku kak?" Tanya nya dan aku hanya mengangguk.

"Yaudah kalo gitu mama keluar dulu, kalo butuh apa-apa minta aja sama adek mu ya teh" pamit mama.

"Hemmm"

Setelah mama pergi kini aku hanya berdua dengan Shavina. Kutatap lagi dirinya dengan tatapan mengintimidasi, akan tetapi ia terlihat biasa aja.

"Ada apa kak?" Tanya nya sok manis dihadapan ku.

Ya tuhan, hukum meracuni adik sendiri itu dosa nya gede gak si? Coba aja kalo kecil segede upil, udah aku cekik dah. Abis jijik banget si kalo ngeliat tingkah sok bego nya dia.

"Kak" panggil nya lagi.

"Bisa gak si lo gak usah masang tampang bloon lo, di hadapan gue?" Sentak ku.

"Maaf kak" ucap Shavina lesu.

"Gue butuh bantuan lo"

"Bantuan apa kak?" Tanya nya balik.

Aku melotot menatap nya dan ia langsung memalingkan wajah nya. Takut.

"Jadi gini, gue pengen lo temuiin gue sama temen cowok lo yang waktu itu dateng kesini" pinta ku.

Shavina memandang ku dengan raut wajah bingung terhadap ku "maksud kakak Elzan?" Aku mengangguk "ada urusan apa kakak sama dia?" Tanya nya lagi dengan memberi tatapan menyelidik.

Aku memutarkan kedua bola mataku malas, seraya membuang nafas berat ku "bisa gak si lo gak usah kepo!" Sentak ku.

"Maaf kak, tapi buat apa kakak ketemu sama temen ku?" Tanya nya lagi.

"Kepo banget si. Sebenernya lo itu bisa bantu gue apa nggak buat ketemu sama dia?" Tanya ku emosi "kalo bisa lo ngangguk dan pergi, tapi kalo gak bisa mending lo langsung pergi sebelum gue ngamuk disini"

"Senernya aku bisa aja, cuman..." Ucap Shavina terhenti, membuat ku semangkin emosi tentu nya.

"Cuman apa?"

"Cuman dia suka ngehindar dari aku kak" unjar nya lesu.

Di sana aku mulai merasa tak enak pada Shavina. Aku merasa jalan hidup ku saat SMA kini Shavina juga rasakan, tapi entah lah. Yang terpenting aku tak mau ikut campur dalam urusan nya.

Entah mumcul tarikan dari mana, kini lengan ku mulai mengusap-usap rambut panjang nya dengan tatapan iba dari ku.

"Sebener nya aku suka sama dia kak, tapi dia nya selalu menghindar dari aku" dan tak aku sangka dia pun meneteskan air mata nya tepat di hadapan ku.

"Terus banyak orang juga yang gak suka sama aku gara-gara aku selalu ngejar dia kak, padahal apa salah nya coba kalo cewek ngejar cowok duluan" tangis nya pun semangkin pecah.

Sirine berbahaya sudah bersuara di dalam benak ku lagi. Sumpah demi apapun dia nangis nya mangkin kenceng banget!!! Aaaaaaaaaaaaaa pasti nanti aku lagi yang kena marah sama mama. Jerit ku dalam hati.

Benar saja, mama langsung membuka pintu kamar ku dan langsung terkejut saat menatap Shavina yang sedang menangis lumayan kencang. Bahkan Sampai dan papa pun ikut masuk ke dalam kamar ku.

Shit..

Double shit..

"Kamu apaiin adik kamu teh?" Tanya mama penuh ke khawatiran dan langsung memeluk tubuh Shavina.

Aku bergeleng kepala "kakak gak apa-apain dia ma, sumpah"

"Awas aja kalo adik mu nangis gara-gara ucapan teteh, mama bakalan kasih hukuman yang berat buat kamu" ancam mama.

Shandio mendekati ku. Menyenggol sedikit lengan kiri ku, otomatis aku pun menoleh kepada nya "apa?"

Ia tempat duduk tepat di belakang ku "kenapa dia kak?" Bisik Shandio.

Aku menaikan kedua bahu ku "gak tau, dia tadi curhat eh nangis ujung-ujung nya" jawab ku jujur.

Shandio terdiam. Kalo di liat-liat dari raut wajah nya si, kaya orang yang lagi mikir gitu. Kolot? Emang dah.

Hampir dua jam aku mendengar tangisan penuh drama nya, dan kini akhir nya berhenti juga.

"Adek kenapa nangis sayang, di apaiin sama di kakak?" Tanya mama dan Shavina hanya diam.

Kurang ajar.

"Dek, tadi di apaiin sama si teteh? Ngomong aja, Adek takut sayang" tanya mama lagi.

Bikes deh rasa nya tuhan, penuh drama banget si keluarga aku ini. Hufttt...

Shavina menghapus tetesan air mata terakhir nya "jadi kakak tuh minta bantuan sama Vina ma, tapi Vina malah nangis gara-gara ke inget seseorang yang Vina suka ma" jelas nya.

Yes, ku gak salah. Yuhuuuu Batin ku bersorak kegirangan.

"Teteh kenapa?" Tanya papa kepada ku.

Waktu terasa terhenti bagi ku. Kalau kata pepatah itu mengatakan 'sudah jatuh ke tiban tangga pula'.

Gak wajar, gadis berusia 24 tahun seperti ku sekarang sedang berjoget ria kaya anak alay sewaan dashyat atau inbox.

Malu..

"Teteh kenapa?" Ulang papa.

Aku hanya tersenyum jenaka karena ini. Rasanya itu kaya maling ketangkep basah sama orang lain.

"Kakak gak kenapa-kenapa kok pa, ini juga mau duduk ko" ujar ku.

"Lain kali kurang-kurangin ya teh, sikap aneh nya!" Ucap mama seenak nya.

Etdah, anak sendiri di kata aneh sama orang tua sendiri. Huft... Lah kalo aku aneh kaya begini, gimana jadi nya sama tingkah si Shavina dan tingkah laku ajaib mama.

Nasib, nasib punya keluarga kaya begini!

***

Bogor, 26 Maret 2018
Penulis kurang inspirasi
@satikk7

BerondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang