Part 8

5.2K 307 6
                                    

"Astaga Syanin, kamu sudah sehat? maafkan saya yang belum sempat menjenguk mu sayang!" ucap Erik botak dengan bahagia pas aku masuk kembali ke kantor.

"Iya pak, tidak apa-apa. Saya datang hari ini hanya ingin memberikan surat pengunduran diri saya dan akan saya tegaskan jika saya bukanlah kekasih bapak! Jadi anda salah faham selama ini" ucap ku menjelaskan kesalah fahaman diantara dia maupun semua karyawan lainnya "dan dengan saya sangat mohon kepada bapak untuk mengerti dan tidak memperkeruh masalah ini. Saya pamit" aku pun keluar dari ruangannya.

Tenang sudah tuhan, coba saja dari kemarin aku selesaikan masalah ini. Mungkin tidak akan serumit sekarang, menurut ku.

Baru saja dua langkah aku meninggalkan ruangan tersebut dan kini lagi-lagi Erik membuat hidup ku berantakan gara-gara ia berlutut di hadapanku.

"Jangan peelakukan saya seperti ini Syanin, saya tidak ingin kehilangan kamu. Sudah sejak lama saya menginginkan kamu agar menjadi pendamping saya. Bukan hanya di kantor sebagai asisten, tetapi menjadikan istri di dalam rumah tangga yang saya akan bangun" ujarnya dengan memohon.

Tak dirasa kini sudah banyak orang yang berdatangan demi menonton kami dan kini aku harus apa?

Ku gelengkan kepala ku saat si botak ingin menyematkan sebuah cincin yang baru saja ia keluarkan di balik jasnya, mencoba menarik lenganku yang sudah di cekal nya begitu erat.

Cincin emas berukir empat berlian yang menghiasinya begitu indah setelah si botak menyempatkan nya, hingga aku sedikit terfana sebelum akal sehat ku kembali berjalan.

"Maaf pak, saya gak bisa" tolak ku.

"Kenapa?" tanyanya membuat ku bingung.

Mata ku berjelajah mencari seseorang yang mungkin bisa membantu ku untuk memudahkan aku memecahkan masalah ini dan di ujung sana ada seorang pria yang sedang tersenyum lebar ke pada ku. Perfect. Pucuk di cinta, ulan pun tiba. Kalo gak salah pepatahnya, ah sabodo amat.

"Karena saya sudah memiliki kekasih pak" jawab ku "itu dia, Akhtar" tambah ku membuat semua yang berada di sana kaget berjamaah.

"Putusin aja dia, menikahlah dengan ku" pintanya sambil memohon.

"Maaf pak, tapi saya gak bisa" jawab ku seraya melepaskan cincin indah yang susah tepasang di jari indahku. Dan dengan berat hati aku melepaskannya, menghampiri Akhtar yang kini sedang terpaku dengan pandangan penuh tanda tanya di atas kepalanya. Mungkin.

"Asal kamu tau Shanin, kinerja kamu itu di bawah standar dan jika harus saya katakan kamu bisa menjadi asisten saya itu hanya gara-gara saya terobsesi sama kamu hingga mecat beberapa orang yang menjadi asisten saya itu haya gara-gara kamu. Apa pengorbanan saya belum cukup untuk memperlihatkan keseriusan saya sama kamu" jelasnya merendahkan ku.

Apa aku gak salah denger? bukannya kinerja dia yang jelek sampe-sampe aku koreksi terus.

"Erik, ada apa dengan mu. Ikut saya ke ruangan!" seru seseorang yang suaranya bisa ku tebak.

Bos besar datang!

Mati, pasti posisi ku bakalan terancam. Eh, terancam?  bukannya aku sudah mengajukan surat pengunduran diri.

Sesuai intrusi yang pak Miqdad berikan dan kami semua pun akhirnya bubar.

Kini kerjaan ku hanya tinggal benah-benah barang-barang milik ku saja. Hingga sosok yang baru saja ku katakan sebagai kekasih ku pun datang remhan raut wajah bahagianya.

"Hi cha, kamu mau kemana pake kemas-kemas barang segala?" tanya Akhtar.

"Gue ngundurin diri" jawab ku tak berani menatapnya.

"Jadi berita pengunduran diri itu benar-benar terjadi?" tanya Akhtar dan aku mengangguk pasti "kenapa?"

"Pengen cari suasana baru aja" alibi ku.

Padahal jauh dari lubuk hati ku sebenarnya aku tak ingin keluar dari kantor ini, tetapi sesuai telatah dari bunda ratu yang berkata 'dari pada kamu sakit terus, mending kamu berhenti saja. Urusan kerja papa yang akan carikan untuk kamu' itu katanya.

"Gak ada yang kamu sembunyiin dari aku kan cha?"

"Maksud kamu?" tanya ku balik.

"Kita kan sudah berteman lana cha, aku kenal kamu kok. Gak mungkin kamu begini kalo gak ada sebab dan akibat" jelasnya.

Ku hembuskan nafas berat ku sejenak lalu ku tatap Akhtar lekat-lekat "jika lo tanya kenapa, sorry. Gue gak jawab pertanyaan lo yang satu ini dan gue tegesin sama lo kalo ini dalah jalan hidup gue tar!"

"Nin, di panggil bos besar" ucap salah seorang staf yang lumayan ku kenal dan aku mengangguk, berpamitan pada Akhtar lalu pergi menuju tempat yang di perintahkan.

Hati ini begitu ragu saat tamgan ku ingin mengetuk pintu yang menyambungkan pada ruang bos besar ku dan baru saja aku akan mengetuk nya dan pintu pun terbuka.

Di dalam sana ada Erik yang sedang memunduk di hadapan bos besar yang tak lain adalah kakak iparnya beserta seorang pria remaja yang berbalut almamater sekolah macam adik ku Vina dan kini ia sedang menatap wajah ku setelah membuka pintu.

"Kakak cantik" gumamnya berhasil menarik perhatian dua pria yang sedang terduduk begitu canggung.

Ya tuhan, aku baru sembuh lho. Tapi kenapa aku harus bertemu sama dia yang telah menghancurkan diriku? kenapa?

Ku tarik seulas senyumandi wajahku untuk menghargai pandangan bos besat yang kini menatapku.

"Permisi pak, bapak memanggil saya?" tanya ku lalu menghampirinya dan tak memperdulikan wajah remaja tersebut.

"Silahlan duduk" perintahnya dan aku mengangguk lalu mengikuti "ada apa sebenarnya dengan kamu? apa alasan yang untuk keluar dari kamtor ini?" todong pak Miqdad.

Kalo boleh jujur aku pasti bakalan sebutin satu persatu sebab dan akibat kenapa aku mau keluar dari kantor ini. Tapi jika aku sebutkan pun sama saja aku akan menjatuhkan nama-nama orang yang telah jahat ke pada ku. Ya kan aku ingin seperti pepatah air tuba di balas dengan air susu. Lagian kalo mau ucapin satu persatu rasa-rasanya gak cukup waktu sehari dua hari untuk menguak semua.

"Pertama saya ingin mencari pengalaman baru pak, kedua karena saya terlalu banyak izin sakit membuat kinerja saya kurang baik jika menurut saya" bohong ku.

"Tidak ada alasan karena kamu di tekan olehnya atau omongan orang lain?" tanya nya lagi.

Aku menggelengkan kepalaku dengan mantap "tidak pak, malah saya bersyukur selama saya bekerja si sini pak Erik selalu mengingatkan saya untuk membereskan semua perkerjaan saya dengan cepat dan jika bapak mengira saya keluar karena cemoohan orang lain, ya itu hak merek untuk menilai seperti apa diri saya pak" jawab ku.

Alamak, tumben kali aku bijak.

Seulas senyuman pun terbit di bibir bos ku "Kalo begini saya harus berkata apa. Semoga berhasil pekerjaan yang akan kamu tekuni nanti" ujarnya entah mengapa bagi ku itu adalah sebuah motivasi yang membuat ku mengangguk seketika.
"Kakak ini mau berhenti pa?" tanya remaja yang hampir saja ku lupa ia masih berada di ruangan yang sama dengan ku.

Apa? papa? pak Miqdad ayahnya? kok kaya gak mungkin banget ya. Wajahnya si lumayan mirip tapi kelakuannya beda banget ya.

"Memangnya kamu kenal demgan dia?" tanya bos ku pada anaknya.

Iya mengangguk mengiyakan "Elzan kenal dia pa. Cewek judes yang cantik plus sexy yang pernah El temuiin di rumah temen" jawabnya.

Jangan merah, jangan merah. Alih-alih akan mengendalikan diriku yang malu sekali mendengar ucapannya, hingga wajah sedikit memerah ulahnya.

Sialan! dia masih ingat saja saat ia berkunjung ke rumah alih-alih akan bertemu dengan Vina eh malah bertemu dengan ku.

Rasanya kadar kesialan yang di timbulkan oleh Shavina kini pindah deh ke anak ingusan ini. Entah mengapa setelah jadian ini aku tak bisa memastikan hidup lu akan tenang seperti sedia kala atau malah tambah runyam seperti kemarin-kemarin lagi.

Hufttt. Sabarkan. aku tuhan.

Bogor, 27 mei 2018

BerondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang