"Shanin, kemari. Ayah mau bicara sama kamu"
Aku mendengus, mengangguk-angguk kepala lalu berjalan ke arahnya.
"Mau ngomong apa yah?" Tanyaku to the poin, malas menanggapi sosok ayah yang bisa di katakan keras itu.
Aku duduk di sebelah ayah, lalu di apit oleh mama dan di tatap dengan pandangan kepo dari kedua adik ku yang benar-benar ngeselin banget.
"Apa betul kamu ingin membatalkan acara perjodohan ini?" Tanya ayah dan aku pun angguk-angguk kepala sebagai kata mengiyakan.
"Serius?" Tanya nya lagi, masih dalam keadaan tak percaya dan tanpa ragu aku menganggukkan kepalaku sekali lagi.
"Apa kamu sudah pikirkan matang-matang?" Ashiaap, ini final.
Tarik nafas, buang. Tarik nafas, buang. Ayo Shanin, kamu pasti bisa. Cayo!!!. Aku tatap mata ayah lekat dengan perlahan, meraih lengannya dan ku usap-usap punggung tangannya dengan lembut. Perfect.
"Yah, Shanin gak mau di jodohin" cicit ku lemah lembut. Prett, dalam kenyataan aku mana ada sikap lemah lembut, gahar mah ada.
"Kenapa kamu gak mau di jodohin, kak? Padahal nak Erik baik banget loh orang nya" ujarnya membuat aku sedikit mual. Belum tau aja ayah kalo aku waktu itu tenggelam karena dia. Dan satu lagi, hidupku gak pernah tenang saat kerja jadi bawahannya.
"Shanin tau dia baik" bohong banget "tapi Shanin gak suka dia ya" jelas ku.
"Kak, rasa suka atau cinta bisa tumbuh kok dengan berjalannya waktu. Ayah yakin, kamu pasti bisa" jelas ayah, mencoba untuk menghancurkan dinding-dinding pertahanan ku. Apalagi sorot matanya yang sudah berubah, seperti orang yang sedang memohon.
Aku gelisah. Oke katakan lah aku ini egois karena separuh diriku benar-benar ingin menolak habis-habisan perjodohan ini, tapi kalo liat dari sisi ayah rasanya aku tak tega sekali melihatnya.
24 tahun aku hidup dan aku masih saja belum bisa bahagiakan ayah selama ini, apa mungkin dengan cara aku mau menikah dengan si botak itu akan membuat ayah senang dan bahagia. Eh—eh tapi gimana dengan nasib ku kedepannya? Masa ia aku nikah sama si botak. Bakalan gak jelas banget deh hidup ku tuhan.
Kini posisi lengan ku berbalik menjadi di dalam genggaman Ayah yang begitu hangat. Otak ku tak henti-hentinya berjalan untuk menghadapi cerita di kelanjutan hidup ku selanjutnya. Apakah aku benar-benar menjadi nyonya Erik yang selama ini tak aku sukai apa menerima pinangan dari orang lain. Hmmmm, contoh nya Akhtar misalnya.
Berbicara tentang Akhtar, aku sampe lupa kalo dia mau memboyong orang tua nya yang tinggal di Bogor untuk bertemu dengan ku dua hari lagi. Astaga Shanin, ini kau benar-benar terjebak dalam masalah besar.
"Ayah, apa aku masih bisa meminta waktu untuk berfikir?" Tanya ku pelan nan hati-hati saat mengucapkannya.
"Boleh, tapi ingat. Orang tua tidak akan pernah menjerumuskan anaknya untuk masuk kedalam jurang dan cobalah pertimbangkan kembali keputusan mu, kak" kayanya dan aku pun mengangguk-anggukkan kepala lagi, setelah itu barulah aku pamit meninggalkan orang tua ku dengan segala rasa hormat. Tentunya.
Ku tutup pintu kamar ku rapat-rapat sesudah memasang plang bertuliskan "jangan ganggu aku" di depan pintu dan kini aku rasa aku membutuhkan istirahat yang cukup untuk melupakan masalah ini sejenak.
Satu-satunya tempat yang bisa membuat aku rileks hanyalah tempat tidur ku yang nyaman, namun ku rasakan ada yang berbeda saat tubuh ini di rebahkan. Aku melompat dari kasur, memandang gesture manusia yang sepertinya tanpa permisi merebahkan tubuhnya di kasur empuk ku.
Shavina atau Shandio? Alah, mereka kan tadi masih di lantai bawah waktu aku pamit ke kamar duluan. Terus itu siapa ya?
Dengan rasa penasaran yang di bumbui ragu dan penasaran pun mulai ku coba mendekati kasur ku kembali, hingga hormon adrenalin ku berpacu begitu cepat karena penasaran melihat telapak kaki dan akhirnya aku berhasil menyibakkan selimut yang menutupi seseorang tersebut.
Mulut ku menganga, mataku membulat dan otak ku tiba-tiba saja tidak berjalan dengan semestinya. OMG, hello!!!! Si bocah nackal itu bisa masuk dari mana.
Please kalian jangan tanya siapa itu, jelas kalian pun pastinya sudah tau kalo seseorang yang terus saja menganggu aku siapa lagi kalo bukan bocah sialan yang kini ganti panggilan jadi bocah nackal.
Sedikit demi sedikit mata bocah itu mengerjap namun jika di lihat-lihat masih salah keadaan ingin menikmati tidurnya.
Please, please, please tuhan. Aku harus bagaimana sekarang?
Tubuhku seakan membeku saat kedua mata bocah itu benar-benar terbuka lalu menatap ku dengan begitu manis.
Gila, ini benar-benar gila.
Darah di dalam diri ku seakan-akan mendidih dan satu hal yang ingin aku beri tahu adalah dia gak pake baju gaess.
Demi semangkuk sup ayam kesukaan ayah, aduh Shanin gak kuat!!!!!!
Eh—eh, jangan omes dulu. Dia itu cuman gak pake baju, masih pake celana kok dia.
Ia berjalan mendekati ku dan anehnya aku tahu namun masih gak bisa berakibat tubuh, hingga ia memegang pinggang ramping ku dan berbisik.
"Maaf ketiduran, abis nunggu kamu lama banget" katanya dengan suara serak khas bangun tidur yang menurut ku begitu sexy.
Aku meneguk saliva ku dengan susah payah dan beberapa detik kemudian sirine tanda bahaya pun terdengar begitu kencang. Di dalam pikiran ku kini hanya terlintas sesosok gadis yang selalu riang, siapa lagi kalo buka Shavina.
Aku berlindung di balik selimut dengan perlengkapan anti maling ku, seperti helem motor, sweater boomber, dua botol parfum yang sudah ku mix dengan sambal mama terlebih dahulu.
Seseorang yang menurut ku menakutkan pun datang, masih bertelanjang dada dengan rambut basah nya. Mungkin dia habis mandi.
Matanya kini melihat ku lekat, mungkin aneh melihat diriku sekarang. Ia melangkah, sedikit demi sedikit langkahnya mulai membawa ia ke arah ku dan rasa takut yang ku rasakan pun semangkin besar.
"Stop di sana, jangan ngelangkah lagi!!" Seru ku namun dia tidak menghiraukannya.
Astaga, sekarang aku harus benar-benar menjaga diri ku.
Wajah si bocah itu terlihat penuh nafsu seakan aku adalah santapan makan siang nya, hingga langkah terakhir nya tepat di sebelah kasur ku dan entah kenapa dia tertawa terbahak-bahak.
Kenapa sama dia? Apa dia gila? Atau mungkin aku yang sudah gila karena nya!
"Mau apa Lo kesini?"
"Ngeliat calon bini" jawabnya asal, mengambil baju nya yang tergeletak di kasur ku lalu memakainya.
Mataku melotot mendengar penuturannya. Calon bini? Lulus SMA aja baru.
"Ekspresi kamu jangan kaya gitu kek, sweetie" mengelus-elus pipi ku lembut "jangan pernah khawatirkan rencana orang tua kita ya, percaya aku bakalan nikung om ku sendiri"
"Oh ya sayang, aku tadi bawa makanan tapi di tinggal di luar. Kamu makan ya, aku gak perduli kamu mau gendut atau kurus aku tetep bakalan sayang sama kamu. Aku pamit ya sayang, maaf udah ngagetin kamu" pamitnya lalu keluar menuju pintu balkon.
Entah mengapa hati ku sedikit berbunga-bunga karena panggilan barunya itu. Sayang? Ah aku serasa menjadi gila karena itu.
Bogor, 4 April 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong
RomanceTAMAT # R E V I S I # "Ada apa dengan jantungku ini. Kenapa yah setiap aku berada didekat dengan bocah ingusan itu, jantung ini seperti kehilangan ritmenya? Apa ini yang dinamakan cinta? Ahhh, buanglah pikiran burukmu itu Shanin. Ingat dia itu pange...