BAB 27

5.2K 142 1
                                    


Happy reading!

Jangan lupa klik bintang yaa🧡

🌷🌷🌷🌷


Hari ini kediaman Arzan tengah ramai para keluarga serta tetangga. Sebab, hari ini mereka akan mengadakan tasyakuran kecil-kecil an atas kehamilan Naya yang menginjak usia 4 bulan.

Acara pengajian berjalan dengan lancar dan para tetangga pun sudah pulang ke rumah masing-masing. Kini hanya tersisa para keluarga serta kerabat dari pihak Arzan dan Naya.

"Ma, biar aku bantu bawain ini ke depan."

Mama merebut nampan tersebut dari tangan Naya, "aduh, jangan ya sayang. Mending kamu duduk aja, Mama gak mau kamu kecapean."

"Yahh, padahal aku mau bantuin Ma. Gak enak masa dari tadi duduk mulu."

Mama tersenyum menatap menantunya, "gak apa-apa sayang. Lagipula kamu lagi hamil, kami semua ngerti kondisi kamu."

Naya menghela nafasnya, "yaudah Ma."

"Iya sayang, Mama kedepan dulu ya."

"Iya Ma."

"Oh lo istrinya kak Arzan?" tanya seorang wanita setelah kepergian Mama.

Naya mengerutkan keningnya menatap wanita didepannya, "anda siapa ya?"

"Fiah, sepupu kak Arzan."

Naya menganggukkan kepalanya.

Fiah menelisik penampilan Naya dari atas hingga bawah, membuat Naya risih.

"Cantik."-batin Fiah.

"Kenapa kak Arzan bisa milih istri yang kaya lo ya?"

"Mendingan gue lah daripada lo," ujar Fiah menatap sinis Naya.

Naya memutar bola matanya malas meladeni sifat Fiah. Ia hendak pergi dari dapur, tapi tangannya dicekal oleh Fiah.

"Lepas!" Naya berusaha melepaskan tangannya.

Fiah semakin mencengkram tangan Naya kuat dan menghempaskannya .

"Upss, sengaja." Fiah menutup mulutnya dengan tangannya saat melihat perut Naya yang terbentur ujung meja.

"Awshh..." ringis Naya.

"NAYA." Arzan yang hendak menghampiri Naya terkejut melihat kondisi Naya, "sayang."

"Ssshh, sakit Mas." ringis Naya.

"Kita kerumah sakit ya?"

Naya menggeleng, "gak usah Mas."

"Yaudah kita ke kamar aja ya."

Sebelum pergi Arzan menatap tajam sepupu nya, Fiah. "Awas kalau terjadi sesuatu sama istri gue. Gue gak segan-segan buat perhitungan sama lo."

"Ya Allah, sayang kamu kenapa?" Mama menghampiri Naya yang tengah meringis, diikuti oleh sebagian keluarga yang lain karena mendengar suara Arzan.

"Ini mah, perut Naya kebentur meja."

"Nak, kok bisa?" tanya Nenek.

Arzan menatap tajam Fiah, "gara-gara dia."

Semua yang disana menatap wajah Fiah.

"Aku bawa Naya ke kamar ya."

"Iya, hati-hati Zan."

Arzan menggendong tubuh Naya menuju kamar mereka.

Mama mendekati keponakannya-Fiah, "maksud kamu apa melakukan hal kaya gitu?"

"Maaf Tante, a-aku...."

"Kamu gak terima kalau rasa suka kamu bertepuk sebelah tangan makanya kamu mencelakai istrinya iya?"

Fiah terkejut, bagaimana Tantenya ini bisa tahu kalau dirinya menyukai Arzan.

"Gak usah kaget, Tante udah tahu semuanya. Tante gak nyangka, dibalik wajah kamu yang lugu ternyata kamu sejahat itu ya. Gimana kalau terjadi sesuatu sama kandungan menantu Tante, Ha! Apa kamu mau tanggung jawab?"

"Tan-"

Plak

Desi, Ibu Fiah menampar anaknya. "Ibu gak nyangka ternyata kamu melakukan hal seperti ini. Dimana janji kamu sebelumnya? Memang seharusnya Ibu gak ngajak kamu kesini, kalau kamu hanya membuat keributan."

"Bu-"

"Kamu tuh ya, ini acara sepupu kamu dan kamu malah membuat keributan, Ibu benar-benar gak habis pikir sama kamu Fiah."

Desi meminta maaf atas perbuatan yang dilakukan oleh anaknya kepada kakaknya a.k.a Via(Mama Arzan) serta kepada keluarga yang lain. Desi menarik paksa tangan anaknya, "Ayo kita pulang!"

Fiah memberontak, "aku gak mau pulang Bu. Aku mau bertemu kak Arzan."

"Lupakan Arzan Fiah. Dia itu sudah punya istri."

"Enggak, aku gak akan lupakan kak Arzan."

"Jangan buat Ibu semakin marah sama kamu! Jika kamu menganggu rumah tangga Arzan, Ibu gak segan-segan hapus nama kamu dari daftar ahli waris."

"Bu-"

"Diam!"

Desi menarik tangan Fiah menuju mobilnya dan mobil yang dikendarai Desi meninggalkan kediaman Arzan dan Naya.

Jika kalian bertanya, kemana Ayah Fiah? Jawabannya, orang tua Fiah cerai saat Fiah berusia 5 tahun. Saat itu, Ayah Fiah lebih memilih selingkuhan nya dibanding Ibunya.



Di dalam kamar, Arzan mengelus lembut perut Naya.

"Masih sakit sayang?"

Naya menggeleng, "udah enggak Mas."

"Apa yang dia lakukan ke kamu sayang?"

Naya diam.

"Jawab jujur sayang, gak usah takut."

Naya menceritakan yang dirinya alami tadi. Terlihat wajah Arzan seperti menahan emosi. Naya mengusap rahang Arzan dan mengecupnya. "udah ya sayang, aku udah gak apa-apa kok."

"Bagaimana pun juga dia udah buat kamu dan anak kita dalam bahaya sayang. Pokoknya aku harus kasih dia peringatan."

"Sssttt, sayang. Gak usah ya, biar bagaimanapun juga Fiah itu sepupu kamu. Aku gak mau hubungan persaudaraan kalian renggang hanya karena masalah ini."

"Tapi-"

"Untuk kejadian yang sekarang, biarin aja ya. Nanti seandainya dia melakukan hal yang sama lagi. Terserah, kamu."

Arzan menghela nafas, "baiklah."

"Tapi benar kamu udah gak apa-apa?"

Naya menggeleng.

Arzan mengecup perut Naya dan seluruh wajah Naya.

Tok...tok...tokk....

"Arzan, ini Nenek."

"Aku buka pintu dulu ya sayang." Arzan mengecup kening Naya dan membuka pintu kamar.

"Iya Nek?" tanya Adzan setelah pintu terbuka.

"Ini Dokter yang akan memeriksa kondisi Naya sudah datang."

"Oh, iya Nek." Arzan mempersilahkan dokter tersebut dan Nenek untuk masuk.

Dokter memeriksa kondisi Naya.

"Gimana Dok kondisi istri saya?" tanya Arzan khawatir setelah Dokter tersebut memeriksa Naya.

"Kondisi Ibu dan janinnya baik-baik saja, Anda tidak usah khawatir. Saya anjurkan untuk beristirahat dan lebih berhati-hati lagi kedepannya."

"Baik Dok, terima kasih."

"Sama-sama."

🌷🌷🌷🌷

Bersambung....

See you next chapter!

ARZAYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang