~~~
"Kamu dapet undangan ini dari mana, sih?"
Pertanyaan Ava tersebut dilayangkan ketika dirinya dan Sabrina turun dari mobil sebelum berjalan menyusuri parkiran untuk sampai ke tempat grand opening LUSA. Ternyata butik itu berada di Oberoi Arcade, sebuah arkade yang menjadi bagian dari La Cuna Beach Club. Ava mengetahui banyak tentang beach club yang baru diresmikan tersebut dari cerita teman-teman sekantor dan juga video-video singkat yang beredar di media sosial. Keinginan mengunjungi beach clubtersebut tidak pernah mengemuka karena Ava sadar dia pasti membenci musiknya yang terlampau keras. Jika tahu tempatnya di sini, dia mungkin akan berpikir lebih dulu sebelum mengiyakan ajakan Sabrina.
"Dari mana lagi, Ava? Aku kan sering dapet undangan begini. Kamu ini sahabatku bukan, sih?"
Sekalipun kesal karena pertanyaannya justru ditanggapi dengan pertanyaan lain, Ava hanya mengangguk pelan. Sebagai Social and Brand Manager sebuah agensi marketing, Sabrina memang lekat dengan banyaknya undangan serupa. Keseringan dia mengajak Ava, tetapi tidak jarang juga Sabrina datang sendiri jika Ava punya appointment lain.
"Nanti acaranya nggak lanjut party, kan? Kalau iya, aku nanti pulang duluan."
"Ava, aku jadi sahabat kamu bukan baru kemarin sore, ya. Kalau acaranya lanjut ke beach club, ya pastilah bukan kamu yang aku ajak." Sabrina masih berjalan dengan anggun tanpa mengalihkan tatapan ke arah Ava. "Nggak usah khawatir. Palingan juga abis dinner udah pada pulang."
Langkah Ava terhenti saat matanya menatap satu mobil boks hingga dia tidak menyadari Sabrina berjalan lebih dulu di depan. Baru saat namanya dipanggil, Ava terkesiap.
"Kenapa berhenti?"
Alih-alih menjawabnya, Ava hanya mengarahkan dagunya ke arah mobil boks yang diparkir tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Sabrina sempat terlihat bingung dengan sikap Ava sebelum bibirnya membentuk huruf O begitu tersadar alasan Ava menghentikan langkahnya.
"Takut ketemu Moga?"
"Apakah aku punya alasan buat takut?"
Sabrina memutar bola matanya. "Yeah, right. Reaksi kamu barusan memang nunjukkin kalau kamu sangat nggak sabar buat bertemu Moga," ujar Sabrina dengan sarkasme level dewa. "Nggak perlu aku jelaskan sampai titik dan koma kan, Ava?"
Ava tentu berharap tidak bertemu Moga karena alasan yang sangat egois. Dia belum siap bertemu pria itu lagi setelah apa yang terjadi di antara mereka. Terlebih salah satu alasan dia menyetujui ajakan Sabrina adalah supaya dia terbebas dari kebuntuan yang menyergapnya.
"Nggak usah overthinking dulu. Shall we?"
Permintaan Sabrina tersebut terdengar sederhana, tetapi sulit bagi Ava untuk tidak mulai menyusun skenario dalam otaknya tentang kemungkinan yang bisa terjadi jika Moga memang ada di sini. Tanpa bisa dibendung, dia sudah menyusun dengan urut kejadian dari yang paling mungkin hingga yang paling mustahil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Foolish Games
ChickLitSebagai Virgo sejati, hidup Auva Zavijava tidak pernah lepas dari daftar tujuan yang ingin dicapainya dalam hidup. Sejak SMP, tidak ada satu pun mimpi Ava yang gagal diraih. Dia selalu mendapatkan semua yang didambakannya. Ketika posisi assistant e...