***
Mengetukkan ujung sepatunya di depan pintu Metis yang tertutup, Ava mengatur napas demi menenangkan diri. Ini pertama kalinya dia berada di luar jam buka patisserie tersebut. Moga sedang mencoba dua resep dan meski masih tahap awal, pria itu mengundang Ava untuk datang dan mencicipinya.
Awalnya Ava tidak yakin karena kemampuannya menilai sebuah resep selalu berkaitan dengan Lemongrass, sedangkan Moga memintanya datang bukan sebagai food journalist. Pria itu bahkan dengan jelas mengatakan bahwa dia menginginkan pendapat Ava sebagai penikmat Metis Patisserie. Ava ragu dia mampu memberikan penilaian sebagai Auva Zavijava, dan bukan sebagai bagian dari Lemongrass.
Menarik napas panjang, Ava meletakkan tangannya pada gagang pintu dan mendorongnya pelan. Moga berpesan agar Ava langsung masuk begitu sampai. Memasuki Metis yang tampak begitu lapang tanpa adanya staf dan pelanggan terasa begitu asing. Terlebih dengan cahaya remang yang berasal dari lampu-lampu yang sepertinya sengaja tidak dimatikan oleh Moga menambah kesan berbeda. Terasa lebih intim dan romantis. Ava menggeleng saat sebuah pikiran menyelinap dan mengira ini adalah kencan kedua yang direncanakan Moga.
Aroma dari dapur segera menyergap indra penciuman Ava. Telinganya pun samar-samar mendengar bunyi mesin yang seperti bergumam pelan. Berjalan dengan hati-hati, Ava melewati meja dan kursi yang tertata rapi untuk menuju dapur. Display yang biasanya penuh dengan berbagai jenis cake yang menggoda mata, kali ini kosong melompong. Satu-satunya cahaya terang datang dari dapur.
Senyum Ava mengembang begitu mendengar senandung pelan Moga dan musik instrumental yang pasti diputar pria itu untuk menemaninya. Ava menghentikan langkah tepat di depan pintu yang tertutup sebelum dia mengetuknya pelan.
"Moga."
"Ava?"
Mendengar namanya dipanggil, Ava menjawab. "Yes, it's me."
"Kamu bisa tunggu sebentar? Aku akan keluar," balas Moga. "Aku nggak bisa mengizinkan kamu masuk karena ini area dapur. You know that, right?"
Ava mengangguk sekalipun Moga tidak bisa melihatnya. "Got it!" serunya.
Karena tidak mau mengejutkan Moga jika Ava berdiri di depan pintu, dia memilih satu meja yang letaknya dekat dengan display. Selain karena lokasinya yang tidak jauh dari dapur, lampu di meja tersebut seolah sengaja dibiarkan menyala. Ava benar-benar tidak punya harapan apa pun karena Moga memang hanya memintanya datang tanpa ada penjelasan yang lebih detail.
Saat menceritakannya ke Sabrina, sahabatnya justru tanpa ragu menyebut ini adalah "another date" yang ditanggapi Ava dengan memutar bola mata. Namun semakin memikirkannya, Ava mulai menyadari bahwa ini memang pertemuan kedua mereka yang direncanakan. Sebelumnya, mereka selalu bersemuka tanpa sengaja.
"There you are!"
Lamunan Ava buyar oleh kehadiran Moga yang masih mengenakan pakaian chef dengan senyum lebar. Sekalipun bukan kali pertama melihat Moga dengan pakaian kebesarannya, Ava tetap terkesiap. Terlebih pria itu menggulung lengannya hingga tatonya tampak begitu jelas. Ava hanya mampu menelan ludah dan membalas sapaan Moga dengan senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Foolish Games
ChickLitSebagai Virgo sejati, hidup Auva Zavijava tidak pernah lepas dari daftar tujuan yang ingin dicapainya dalam hidup. Sejak SMP, tidak ada satu pun mimpi Ava yang gagal diraih. Dia selalu mendapatkan semua yang didambakannya. Ketika posisi assistant e...