***
Ava baru saja selesai memasukkan jurnal dan tablet ke dalam tas ketika sebuah pesan notifikasi muncul. Saat melihat nama yang muncul, Ava terlihat bingung. Kerutan di keningnya bertambah setelah membaca pesan dari Nana.
Ava, bisa aku telepon?
Meskipun sudah pindah tempat kerja, Ava memang sesekali masih berhubungan dengan mantan assistant editorLemongrass tersebut karena mereka cukup lama menjadi kolega. Namun tetap saja, ada pertanyaan besar yang muncul dalam benak Ava saat membaca pesan tersebut.
Bisa, Mbak
Sesaat setelah pesan tersebut dibaca, ponsel Ava berdering. Dia langsung mengangkatnya.
"Mbak Nana, jujur aku kaget dan bertanya-tanya kenapa Mbak Nana tumben mau telepon," sapa Ava dengan senyum sumringah. Sejak Nana tidak lagi di Lemongrass, Ava memang merasa kehilangan. Dinamika kerja di antara mereka jauh lebih menyenangkan dibandingkan dengan yang dialaminya dengan Brama. "Ada yang bisa aku bantu?"
"Hi Ava, kamu lagi di Singapura, ya?"
"Iya nih, Mbak. Semalem abis ke soft opening Sage Velvet, terus barusan aku kelar interview Gerald Lesetter. Besok udah balik ke Bali. Mbak Nana lagi di Singapura juga?" Jika memang iya, Ava akan senang sekali.
"Enggak, tapi aku ada kabar yang mungkin bikin kamu tertarik."
Mendengar itu, tubuh Ava menegak. Nana tidak akan mengabarkan sesuatu yang sifatnya remeh-temeh, apalagi sampai harus menelepon Ava. Dia menyiapkan telinga untuk menangkap setiap kata yang terlontar dari mulut Nana karena bisa dipastikan yang akan didengarnya adalah hal besar.
"Kamu enggak perlu tahu detailnya seperti apa karena enggak penting," ujar Nana. "Aku enggak pernah lupa kalau mimpi kamu adalah kerja di New York, Ava, dan aku dapet informasi kalau The Platter mereka lagi cari junior writer. Kebetulan salah satu kenalanku yang kerja di The Platter lagi di Singapura. I'm wondering if you would like to meet her. Buat ngobrol aja sih karena dia juga bukan bagian dari recruitment, jadi ini bukan nepotisme."
Bertemu dengan orang yang bekerja di The Platter? Bodoh sekali jika aku melewatkannya, batin Ava. "Tentu aja aku mau, Mbak!" jawab Ava dengan cukup antusias.
"Aku tahu bukan jabatan ini yang kamu cari, karena posisinya jelas lebih rendah dari posisi kamu di Lemongrass sekarang. Tapi kita lagi bicara soal The Platter, the biggest food magazine in the world. Aku rasa prospek pindah ke New York pasti cukup menarik buat kamu."
Ava justru tidak memikirkan posisi yang dibicarakan Nana karena baginya, setiap kesempatan yang mendekatkan mimpinya menjadi kenyataan harus disergap dengan cepat. Tidak peduli jika pertemuan nanti hanyalah sekadar obrolan ringan. Ava percaya, bertukar pendapat dengan orang dalam The Platter akan memberinya pandangan mengenai majalah tersebut, sebuah bekal yang pasti berguna untuknya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Foolish Games
ChickLitSebagai Virgo sejati, hidup Auva Zavijava tidak pernah lepas dari daftar tujuan yang ingin dicapainya dalam hidup. Sejak SMP, tidak ada satu pun mimpi Ava yang gagal diraih. Dia selalu mendapatkan semua yang didambakannya. Ketika posisi assistant e...