25 - PANDAN COTTA

271 32 1
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Ava mengetukkan jari-jarinya pada setir sembari menyenandungkan salah satu lagu Taylor Swift yang bercerita tentang teman masa kecilnya yang mengalami domestic violence. Lagu yang cukup kelam untuk menemani perjalanannya ke Metis, tetapi anehnya cukup ampuh menetralkan detak jantungnya.

Sejujurnya dia bisa saja menunggu Moga sampai di rumah, baru mereka pergi berdua ke grand opening sebuah restoran yang ada di daerah Pererenan. Moga sempat menawarkan untuk datang ke tempat Ava. Namun karena Metis letaknya sejalan dengan tujuan mereka, Ava menawarkan diri untuk menjemput Moga di Metis. Pria itu sempat keberatan, tetapi alasan Ava cukup logis hingga susah dibantah oleh Moga.

Setiap kali mendapatkan undangan seperti ini, Ava tanpa berpikir panjang akan mengajak Sabrina, mengingat sahabatnya tersebut doyan sekali makan. Hanya saja kali ini, nama Moga yang pertama kali muncul. Setelah pertemuan tidak sengaja mereka di Beachwalk, kemudian cerita panjang pria itu mengenai Salak Truffle serta beberapa resep lain yang sedang dia susun, Ava diyakinkan tentang passion yang dimiliki Moga bukanlah sekadar topeng.

Rasa tertarik Ava yang sebelumnya dia kekang dengan erat, perlahan mulai dikendurkan. Dia menikmati setiap debar yang muncul acap kali Moga memandangnya, terlebih ketika pria itu tersenyum. Komunikasi mereka semakin intens sekalipun topik obrolan keduanya masih tidak jauh dari makanan. Namun setidaknya Ava tahu, makanan Indonesia favorit Moga adalah gado-gado dan mi ayam, dan Moga benci dengan orang yang suka mengambil foto makanan untuk dipajang di sosial media mereka. Mendengar itu, Ava menggodanya habis-habisan karena pekerjaannya justru mengharuskannya mengambil foto lebih dulu demi kepentingan ulasan.

Berdeham pelan, Ava tanpa sadar sudah berada di halaman parkir Metis. Seperti terakhir kali dia ke sini saat Moga memintanya datang, patisserie tersebut tampak gelap kecuali lampu di parkiran dan di pintu masuk yang masih menyala. Mematikan mesin mobil, Ava menarik napas panjang. Dia berpesan pada Moga untuk tidak memakai pakaian yang terlalu formal karena restoran yang akan mereka datangi bukanlah fine dining.

Setelah mematikan mesin mobil dan mencabut kunci, Ava turun dari mobil. Malam ini dia mengenakan jumpsuit tanpa lengan berwarna biru tua sementara rambutnya dibuat kuncir kuda. Dia memang ingin tampil ringkas dan tidak berlebihan. Ava berjalan pelan menghampiri pintu masuk Metis yang ternyata tidak dikunci ketika dia mendorongnya pelan.

"Moga?" panggilnya begitu dia melangkah masuk.

Situasi Metis sama persis ketika dia ke sini beberapa minggu lalu. Hanya saja Ava tidak disambut oleh aroma harum yang bersumber dari dapur. Lampu di atas meja yang dulu menyala juga padam. Ava mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Moga, tapi sebelum dia memencet nomor pria itu, yang bersangkutan keluar dari toilet.

"Oh hi, Ava! Aku harap enggak bikin kamu kaget."

"Aku baru mau telepon kamu. Are you ready to go?"

Foolish GamesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang