~~~
"Tumben banget kamu ngajakin belanja."
Ucapan Sabrina tersebut memang bukan sesuatu yang salah karena belanja adalah aktivitas terakhir yang akan dilakukan Ava bersama Sabrina. Kebalikannya, Sabrina justru yang sering menyeret Ava agar menemaninya loncat dari satu butik ke butik lainnya karena sahabatnya yang satu itu selalu menyisihkan anggaran khusus per bulan untuk mengisi lemarinya yang sudah penuh.
"Lagi pengen aja."
Balasan Ava tersebut justru ditanggapi Sabrina dengan tawa yang cukup menggelegar. "Ava, kamu belanja itu nggak pernah yang alasannya lagi kepengen. You always have a reason to do shopping." Sabrina lantas memandang Ava menyelidik. "Kemungkinannya cuma satu. You're going on a date! With Kastra Moga!"
Ava berusaha tenang supaya menghindarkan dia dan Sabrina dari kecelakaan sekalipun dia tidak tahu dari mana atau bagaimana sahabatnya itu bisa menebak dengan tepat. Ava tetap menyetir dan mengkalkulasi reaksi yang harus ditunjukkannya kepada Sabrina.
"Aku nggak perlu lagi ketemu Mbak Sheila kalau kamu jadi cenayang."
"Oh my God, Ava! How did it happen? How is it even possible? You're not only going on a date, but with the one and only Kastra Moga!"
"Bri, bisa sedikit dijaga nggak excitement-nya? It's so distracting." Namun Ava mengucapkannya dibarengi dengan senyum di wajah.
"Ya nggak bisalah! Kamu dan Moga? Aku beneran nggak nyangka, Ava! Good job!" Sabrina lantas memiringkan sedikit tubuhnya. "Tell me everything!"
Mengiyakan ajakan Moga bukanlah perkara gampang. Sesampainya di rumah selepas pria itu mengantarkan banana bread, Ava duduk di meja kerjanya dengan selembar kertas. Dia menuliskan pro dan kontra jika menyetujui bertemu dengan co-owner Metis Patisserie tersebut. Menemukan alasan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan ternyata cukup memeras otak Ava karena selama ini, hubungannya dengan Moga selalu bersinggungan dengan kehidupan profesional mereka.
Ava mencari-cari alasan selain ingin mendengar kisah tentang tato Moga karena satu hal itu tidak cukup baginya. Setelah menjernihkan pikiran, Ava mampu mengisi daftar pro dan kontra tersebut dengan alasan-alasan yang cukup penting. Terlebih setelah dia mengingat kembali percakapannya dengan Sheila, yang mengatakan dia sebenarnya sudah bertemu dengan calon pasangan melalui pekerjaan, hanya saja waktu belum berpihak untuk keduanya. Ava berpikir mungkin saja pria itu adalah Moga dan saat ini adalah waktu yang ditunggu olehnya.
Jadi Ava mengirimkan pesan ke Moga, meminta tanggal, waktu, serta tempat mereka bisa berjumpa.
Selepas melakukannya, kedua pundaknya terasa begitu ringan seolah ada beban berat yang baru saja diangkat.
"Ya nggak ada yang perlu diceritain banyak. Dia ke kantor bawa banana bread, terus aku keceplosan bilang pengen tahu cerita soal tato dia," Ava menelan ludah ketika bayangan Moga muncul hanya dengan menggunakan kaus oblong putih dan celana jin seperti ketika datang ke Lemongrass, "dan kami kemudian setuju buat ketemu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Foolish Games
ChickLitSebagai Virgo sejati, hidup Auva Zavijava tidak pernah lepas dari daftar tujuan yang ingin dicapainya dalam hidup. Sejak SMP, tidak ada satu pun mimpi Ava yang gagal diraih. Dia selalu mendapatkan semua yang didambakannya. Ketika posisi assistant e...