~~~
Dengan malas, Ava mengayunkan kakinya yang terbungkus capri pants berwarna biru muda ke ruangan Brama karena pria itu ingin bertemu dengannya. Tidak ada alasan yang bisa digunakan Ava untuk menghindar dari panggilan tersebut mengingat Brama tetaplah assistant editor dan bertanggung jawab atas semua artikel yang ditulis Ava. Lagipula, mustahil bagi Ava menghindar dari Brama ketika posisi mereka di Lemongrass saling bersinggungan.
Membawa tablet, Ava melewati ruangan Rida yang tampak begitu serius di depan layar iMac 24 incinya. Untuk pertama kalinya, Ava berniat usil ke teman sekantornya tersebut demi mengulur waktu, tapi kemudian dia sadar bahwa melakukannya hanya akan menunda pertemuan dengan Brama, bukan benar-benar membatalkannya.
Begitu sampai di depan ruangan Brama, dengan pelan Ava menarik napas panjang sebelum mengetuk pintu. Terdengar suara Brama memintanya masuk dan ketika membukanya, pandangan Brama terfokus pada layar laptop di meja.
"Ada apa, Brama?" tanya Ava langsung karena Brama tidak menjelaskan alasan meminta dirinya datang ke ruangan.
Ava merasakan perbedaan mencolok berada di tempat ketika Nina masih menjabat sebagai assistant editor. Semangat yang biasanya menguar dari bahasa tubuh Ava, kali ini redup bahkan sebelum dirinya melangkah keluar dari ruangannya sendiri.
"Silakan duduk, Ava."
Ada ketidaksabaran yang menggunung dalam benak Ava mengetahui Brama terlihat begitu santai. Terlebih kesan yang selama ini ditunjukkan Brama bahwa dia sama sekali tidak merasa telah mencuri posisi yang diincar Ava, semakin menjadikan pertemuan ini ingin segera disudahinya. Entah memang Brama tidak peka atau dia terlalu lihai bersikap profesional, Ava enggan mencari tahu. Jika bisa, Ava dengan senang hati mengatur intensitas pertemuan mereka seminim mungkin supaya dia bisa bekerja dengan tenang. Namun tentu saja kekuasaan itu tidak dimilikinya.
"Aku suka dengan approach yang kamu ambil tentang Metis Patisserie," ujar Brama setelah dia menyingkirkan laptopnya untuk menatap Ava. Ada senyum tipis yang disunggingkan pria itu. "Dalam pikiran orang, Metis pasti nggak berbeda dengan patisserie lain yang jual kue-kue dan makanan manis lainnya, tapi kamu justru ngasih perspektif baru dengan lebih menonjolkan menu-menu savory mereka. You make their Rendang Bagel Sandwich sounds extremely appetizing.Juga karena kamu berhasil meng-highlight menu yang di atas kertas tampak membingungkan dan nggak masuk akal. I think this is one of your best articles, Ava. Dan aku bangga bisa ngasih approval buat artikel ini."
Ava menanggapi pujian Brama tersebut dengan anggukan. Bukan hanya karena dia senang bisa mengubah rasa tidak sukanya dengan makanan manis menjadi senjata yang ampuh, tapi juga menghargai—sedikit—usaha Brama yang detik ini terlihat cukup profesional di mata Ava. Sekalipun kalimat terakhir pria itu sempat membuat Ava berjengit.
"Ada yang lain?"
Tanggapan yang didapat Ava adalah helaan napas Brama sebelum pria itu menyandarkan punggung tanpa sedetik pun mengalihkan pandangan dari Ava. "Sampai kapan kamu mau bersikap seperti ini, Ava?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Foolish Games
ChickLitSebagai Virgo sejati, hidup Auva Zavijava tidak pernah lepas dari daftar tujuan yang ingin dicapainya dalam hidup. Sejak SMP, tidak ada satu pun mimpi Ava yang gagal diraih. Dia selalu mendapatkan semua yang didambakannya. Ketika posisi assistant e...