~~~
Satu hal yang sering dilakukan Ava dengan Lyra dan Cara adalah berkumpul bertiga saja. Tanpa orang tua mereka atau suami Cara. Sisters' bonding time. Mereka biasanya akan ke salon, shopping, sebelum berakhir di salah satu bistro atau restoran yang direkomendasikan Ava. Di sanalah biasanya mereka bisa mengobrol dengan leluasa dan membicarakan banyak hal yang mustahil mereka bagi dengan orang lain.
Kali ini mereka memilih Le Quartier di daerah Kebayoran Baru karena dari cerita Moga di pesawat, restoran itu punya lemon parfait yang sangat layak dicoba. Ava tentu saja enggan memberitahu alasan yang sesungguhnya kepada Lyra dan Cara, setidaknya sampai mereka duduk dan sesi curhat resmi dibuka.
"Rasanya lega bisa pulang ke Jakarta dan kita bisa ngumpul bertiga," ujar Cara selepas mereka memesan menu makan siang, semua atas rekomendasi Ava yang memang lebih punya pengetahuan mengenai menu-menu di sana.
"Jadi gimana, Mbak? Kapan aku sama Lyra bisa punya ponakan?" Ava sengaja menggoda kakak perempuannya karena tidak ada hal lain yang mampu menggugah rasa kesal Cara kecuali ditanya soal momongan.
"Godain aja terus, Dek. Lanjutkan."
Mereka bertiga lantas tertawa karena reaksi yang diberikan Cara.
"Mbak Ava gimana? Udah rela belum soal posisi di Lemongrass yang akhirnya jadi milik Brama?"
Belum sempat menjawab, minuman yang mereka pesan datang. Jus jeruk untuk Lyra, Le Quartier Citrus Cooler untuk Ava, dan St Pellegrino untuk Cara. Entah apa yang merasuki Ava hingga dia ingin tema hari ini berkaitan dengan lemon. Karena tahu dia akan memesan lemon parfait sebagai makanan penutup, maka dia pun mengenakan rok terusan berwarna kuning pucat sebagai pelengkap.
Ava menyeruput minumannya sebelum menanggapi pertanyaan Lyra. "Ya sebenernya sih belum rela, Dek. Tapi mau gimana lagi? Rasanya nggak mungkin juga aku terus bikin rencana busuk buat ngejatuhin Brama supaya posisi itu dilimpahin ke aku. Bisa dibilang, aku udah sedikit bisa nerima itu meski masih gondok juga kalau inget."
Dengan kakak dan adik perempuannya, Ava tidak perlu berpura-pura atau mengatakan dirinya baik-baik saja. Selain Sabrina, hanya dua perempuan yang duduk di sebelah dan hadapannya ini yang bisa memeras kejujuran dari dirinya.
"Ya udah sih, Dek. Terima aja. Mungkin emang bukan rejekinya. Masih nggak mau ke Singapura sebagai batu loncatan ke New York? Aku bisa cari info lewat Will kalau mau."
Ava dengan cepat menggeleng. "Nggak usah deh, Mbak. Aku nggak mau kerja lewat jalur orang dalem. Tanggung jawabnya lebih gede."
Will—suami Cara—memang bekerja di salah satu media terbesar di Singapura dan jelas punya koneksi yang diperlukan Ava untuk mendekatkan mimpinya ke New York. Namun Ava memang enggan menggunakan Will sebagai pintu pembuka karena dia akan merasa kemampuannya tidak cukup untuk menembus The Platter jika harus melalui Will. Tidak ada keraguan dalam diri Ava bahwa kakak iparnya itu pasti akan dengan senang hati memberikan bantuan jika Ava memintanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Foolish Games
ChickLitSebagai Virgo sejati, hidup Auva Zavijava tidak pernah lepas dari daftar tujuan yang ingin dicapainya dalam hidup. Sejak SMP, tidak ada satu pun mimpi Ava yang gagal diraih. Dia selalu mendapatkan semua yang didambakannya. Ketika posisi assistant e...