3

1.4K 93 2
                                    

Bel kamar berbunyi. Yui mendorong kursi dan bangkit dari sana, segera melangkahkan kaki ke pintu masuk.

Di balik pintu, berdiri Takemoto bersama nampan berisi satu set menu makan malam yang Yui pesan. Wanita itu tersenyum menggigil. Di balik tubuh wanita itu, salju turun bagai menggempur bumi. Butiran-butiran salju tampak memenuhi puncak topi rajut yang dikenakan Takemoto.

"Maaf menunggu lama."

"Tidak apa-apa." Yui menyambut nampan itu.

Ia sempat memperhatikan Takemoto. Apa tidak ada karyawan lain selain dia di sini?

"Perlu sesuatu lagi?" Tanya Takemoto ditatap lama begitu.

Yui menyungging senyum. "Tidak. Terima kasih."

Sehabis menutup pintu, Yui pun duduk kembali di kursi, meletakkan nampan makanannya di atas meja makan. Karin sendiri masih menyantap makanannya yang tinggal beberapa suap lagi.

Wanita ini cukup lama juga makannya. Batin Yui.

"Omong-omong Karin," Yui membuka pembicaraan lagi di sela-sela ia makan dan sebelum Karin benar-benar menyelesaikan makanannya. "Kau dan karyawan tadi tampak akrab."

"Aku sudah tiga kali datang kemari. Jadi dia tahu aku."

"Oh pantas saja dia segan mengusirmu dari kamarku ini. Ternyata pengunjung tetap."

"Kau masih mau membahas itu setelah aku membiarkanmu menginap di kamarku?" Karin tersinggung.

"Karyawan di sini apa cuma dia?" Tanya Yui lagi, tanpa mempedulikan ucapan Karin barusan.

"Tidak. Ada karyawan bernama Inoue. Lalu pemilik penginapan ini, Seki, tukang masak dan penjaga penginapan Yah, ada lima pekerja."

"Mereka seperti kekurangan karyawan."

"Kau mau melamar kerja di sini? Aku bisa mengenalkanmu pada Seki. Tapi kupikir kau tak akan diterima karena kau lancang, tidak sopan, dan kesabaranmu setipis tisu dibagi lima. Yang ada penginapan Seki bakal kosong bertahun-tahun."

Tersedak akibat hinaan yang diucapkan Karin, Yui meminum air tehnya sebentar dan menatap Karin tak terima.

"A-APAA?!" Marahnya. "Berani-beraninya kau menghinaku."

"Bercanda."

Tentu saja Yui tahu kalau Karin sedang bercanda. Tapi raut wajah datar Karin tidak menunjukkan ia sedang bercanda sampai Yui tanpa pikir panjang menjadi tersinggung.

Karin sudah pergi dari hadapannya, meletakkan peralatan makannya di bak cuci piring.

"Yui-san, tolong dicuci ya? Setidaknya ringankanlah pekerjaan mereka. Siapa tahu kau akan direkrut Seki sebagai tukang cuci piring di sini tanpa melampirkan berkas lamaran."

"Oii!" Tegur Yui, semakin tersinggung. "Mulutmu itu tidak bisakah dijaga? Jahat sekali."

Karin pun melintasi meja makan. "Kau bilang kita harus akrab. Ini caraku agar akrab dengan teman sekamar sementaraku." Lalu duduk di lantai dan memasukkan kedua kaki ke dalam kotatsu.

Oh, ternyata begitu.

Senyum Yui pun tersungging. Ia kembali makan. Dan Karin sibuk dengan laptopnya.

"Kau sepertinya mengenal baik pemilik penginapan ini." Kata Yui.

"Dia teman kuliahku dulu." Sahut Karin tanpa sekalipun melirik Yui.

Yui manggut-manggut sembari menghirup supnya. Ia selesai makan, kemudian mencuci semua peralatan makan di bak cuci piring.

Ia kembali ke kasur, mengecek ponselnya. Wifi belum juga bisa tersambung. Sinyal telepon pun nihil. Ia mendengus. Dalam keadaan seperti ini ia bagaikan hidup di zaman purba.

ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang