Pagi hari ini kediaman rumah Andrew kini sedang ramai oleh beberapa teman-temannya, akibat semalam mereka pada begadang menonton bola dan berujung mereka tidak pulang dikarenakan selesai nonton bola mereka kembali membuat lagu yang akan muncul di bulan ini.
Andrew yang menjadi Tuan rumah senang saja, karena ada mereka rasanya sangat ramai berbeda denga keluarganya yang memiliki aktifnya masing-masing.
Andrew yang melihat sekeliling kamarnya yang di isi oleh kawan-kawannya lantas ia bangun lebih dulu, ia melakukan kegiatan paginya seperti biasa. Setelah cuci muka dan gosok gigi ia ke dapur membuat sebuah sarapan.
"Andrew lu udah bangun?" ucap seseorang dibelakang Andrew.
"Udah malah duluan gua, gua engga mau bangunin kalian. Yah walaupun gua juga masih ngantuk, gua mau bangun lebih awal biar bisa buatkan kalian sarapan." jawab Andrew dengan sibuk memotong bahan dapur yang akan ia buat.
Austin lelaki yang ada di belakang Andrew lantas ikut membantu, ia merasa tidak enak jika hanya menginap saja jika tidak membantu sang tuan rumah. "Sini gua bantuin, lu mau buat apa emang?"
"Sepertinya nasi goreng aja biar cepat, minumnya yah teh hangat sama nanti gua siapkan kopi buat kalian."
"Yaudah gua buatkan kopi dulu ya, lu pasti belum minum kopi?" ujar Austin.
"Lu tau aja gua belum minum kopi, padahal gua engga ada bilang sama lu, Tin."
"Alah basi, ngga usah begitu kita udah lama temanan mana ada yang gua lupain kebiasaan lu,"
Andrew yang mendengar itu terkekeh, memang persahabatan mereka lumayan cukup lama. Mereka bahkan seperti kakak beradik jika sedang berdua saja.
Tanpa mereka sadari jika teman-temannya mereka sudah pada bangun melihat kegiatan mereka berdua. Mereka merasa bahagia, karena ternyata status mereka bukan sebuah teman tapi sudah lebih dari status teman bahkan speerti keluarga.
"Gua kagum sama mereka, mereka bisa saling melengkapi kaya saudara tapi mereka juga bukan saudara, mereka sama seperti kita sebatas teman tapi berkat mereka kita semua bisa kaya sekarang." ucap Brian memandang mereka haru.
"Ya, benar apa yang lu bilang, Bri. Gua pikir awalnya Andrew orang yang galak lho, ternyata dia humoris dan baik yah."
"Gua aja yang kenal Amdrew sampai lupa kebiasaan Andrew kalau pagi gimana, coba kita lihat Austin dia seolah kaya kakak Andrew yang hafal semua."
Ada kehangatan melihat kedua sahabatnya seperti ini, mereka yang memiliki hobi yang sama, mereka yang memiliki pekerjaan berbeda ternyata bisa bersatu seperti keluarga. Mereka kembali ke kamar Andrew karena tidak ingin menimbulkan suasana buruk di pagi hari ini.
"Drew, kopi lu udah siap, tuh di dekat tempat gula. Gua mau bawain ini buat anak-anak sama mau lihat mereka udah bangun atau belum." Austin meninggalkan Andrew sendirian di dapur bersama kopi hangat buatannya.
Padahal kita engga terlalu dekat awalnya, tapi kenapa lu seolah hafal sama kegiatan pagi gua yang selalu disambut dengan kopi hitam hangat. Makasih karena lu, anak-anak juga bahagia sekarang berasa mereka memiliki keluarga. Andrew menatap punggung Austin dengan bahagia.
Brian, Joshua dan Yoshua bangun dari tenpat tidur saat melihat Austin yang sedang membawa nampan berisi kopi untuk mereka.
"Kalian baru bangun? Atau udah bangun dari tadi? Ko kayanya rada segar?" tanya Austin sembari menaruh kopi satu persatu ke para kawan-kawannya.
Mereka bertiga sambil melirik satu sama lain, mereka harus menjawab apa karena Austin mulai curiga kepada mereka. Haruskah mereka mengatakan jujur atau berbohong.
"Ya baru pada bangun, kenapa emang? Ko lu rada curiga sama kita, Bray?" Yoshua yang menjawab agar yang lain tidak terus cecar.
"Gua ngerasa kalian sembunyiin sesuatu?" Austin menatap mereka satu persatu, tapi dirinya yakin jika mereka tidak seperti itu.
"Astaga Babang Austin kaga percaya sama aku? Jahat sekali kamu, Bang. Padahal diriku sudah mengatakan sejujurnya, mengapa kamu tidak percaya?"
"Jijik gua dengernya Jo, lu bukan teman gua," Brian memutar bola matanya.
"Betul, keluarin dia dari pertemanan kita. Gua engga mau temanan sama setengah-setengah," sembur Yoshua.
"Ada apa ini rame-rame, siapa yang mau dikeluarkan?" Andrew yang baru tiba dihebohkan oleh Yoshua dan Brian, sedangkan Austin dan Joshua hanya diam saja.
"Itu tuh, Joshua berubah jadi cewe lu tadi engga liat ah, gua sama yang lain aja geli." tutur Austin menunjuk ke arah Joshua.
Joshua yang menjadi tersangka utama hanya bisa pasrah saat Andrew berjalan ke arahnya. "Lain kali jangan gitu, gua yang denger geli. Mau lu gua ubah jadi cewe?"
"Engga mau ampun." jawab Joshua dengan menggeleng kepalanya.
Semoga persahabatan kita makin erat bukan hanya sekedar dari hobi tapi melainkan semakin erat persaudaraan kita, ntah apa yang terjadi kedepannya semoga salah satu kita tidak ada yang saling menjatuhkan.
Austin berharap mereka semua bisa sukses di waktu yang bersamaan, dan ia berharap jika mereka akan selalu bersama seperti saat ini.
****
Akhirnya bisa update walau sedikit, semoga ini bisa membantu kalian yang sedang menunggu update saya saat ini. Maaf agak lama, saya juga lagi sibuk di tempat kerja ditambah saya juga kemarin lagi tidak sehat jadi baru bisa update saat ini. Makasih yang mau nunggu, makasih yang mau baca sekilas dan makasih yang mau baca tetap.
Instagram : aiviemarcelinaa
Kamis, 09 Maret 23
KAMU SEDANG MEMBACA
My Childhood Dream
Teen Fiction"Apakah kamu percaya akan sebuah impian?" tanya anak lelaki berusia 12 tahun. "Aku tidak terlalu percaya tetapi, ntah mungkin itu bisa bagus aku tidak percaya atau tidak terlalu berharap," Ada seseorang yang sangat mempercayai sebuah impian, ada ju...