Pagi ini cuacanya sangat bagus, matahari keluar dengan cahaya yang terik tanpa ada sedikit pun awan yang mendung, wanita remaja itu bersiap-siap akan segera ke sekolah, hari dimana setelah libur panjang awal Tahun ia akan memulai dengan hari yang indah bahkan hari yang ia harapkan akan membawa hatinya tenang.
"Sayang, sarapan dulu nanti kamu sakit lagi," ajak sang Ibu yang sedang mempersiapkan makanan di meja makan.
Sang suami baru keluar kamar, ia melihat ke arah meja makan sudah tertata rapih sebuah sarapan paginya saat ini, "Kamu tumben udah bangun? Apakah di sekolah ada sesuatu yang membuat kamu harus berangkat pagi, Nak?"
"Ah tidak ada, hanya saja aku ingin datang lebih duluan sekalian aku ingin ke perpustakaan sebentar untuk membaca buku di sana."
"Kamu rajin sekali membaca buku, apakah ada sesuatu yang ingin kamu lakukan selain itu?"
"Tidak ada, tapi aku ingin menyari bahan bacaan saja buat karya aku."
"Untuk apa menjadi penulis, membuang waktu saja kamu!!" ucap Edgar dengan menyantap makanan.
Vellaxe Sharon anak dari Edgar Dimas Angkasa dengan Zoya Kirana anak yang menyukai bau buku atau lebih tepat ia menyukai dunia buku. Ia akan membaca buku yang ada di perpustakaan, ia selalu rajin ada di sana setiap pagi bahkan saat jam kosong.
Vellaxe dengar ucapan sang Papa membuatnya hilang semangat, ia tidak akan menyangka jika sang Papa akan berkata seperti itu, ia hanya mengharapkan jika sang Papa akan memberinya semangat, ternyata malah membuatnya sedih dengan ucapannya. Mungkin itu terdengar seperti ucapan biasa, tapi siapa sangka jika Vellaxe mengartikan sebuah ucapan sang Papa sebagai bentuk tidak suka akan apa yang ia lakukan.
Zoya yang mendengar itu memperhatikan raut muka anaknya yang sendu, "Memang kamu sedang menyari bahan seperti apa sayang?" Zoya berusaha menghibur hati sang anaknya.
"Aku sedang mencari bahan cerita yang romantis mungkin bisa saja sedih seperti tumpukan novel, aku ingin bikin karya berbeda kali ini, Ma!" balas Vellaxe dengan getir.
"Kamu itu di sekolahan bukan untuk menjadi sebuah penulis, Papa ingin kamu menjadi sebuah orang berguna buat keluarga kita bukan kerjaannya menjadi penulis, kamu emang tidak ingin menjadi orang lebih layak ha?" tanya Edgar dengan menatap sang anak.
"Sayang sudah waktunya kamu berangkat, sekarang sudah pukul 06.16 apa kamu tidak terlambat?" Zoya berusaha membujuk anaknya untuk segera berangkat, ia yakin jika sang Suami akan terus menekan sang anak demi egonya.
Vellaxe yang mengerti kata sang Mama akhirnya ia menyerah, ia memilih pergi ada benarnya jika sang Mama tidak berkata seperti itu mungkin ia masih mendengarkan ucapan sang Papa kepadanya.
****
Sepanjang jalan ia jalan tidak tentu arah pikirannya, ia tidak menyangka jika sang Papa yang masih kecil sering memberinya semangat kini malah ia semakin dewasa semakin membuatnya sulit melangkah.
Yah Tuhan kemana lagi aku harus melangkah, setiap kali aku melangkah kenapa Kau hadapi aku dengan sebuah ucapan menyakitkan seperti ini? Aku melangkah sendiri tanpa Arah, aku sudah tidak memiliki tempat aku pulang. Aku harus melangkah kemana lagi setelah ini Tuhan?
Tiba-tiba airmatanya terjatuh, ia berjalan sambil menangis, menangis kenapa dunia ini begitu kejam, ia tidak menyangka jika keluarga ya kini mulai hancur, hancur bagai kaca yang sudah tidak bisa diperbaiki lagi bahkan hatinya sudah lelah dengan jalan yang sang Tuhan beri.
"Hai, lho kok kamu nangis?" tanya seseorang menepuk pundaknya dari samping kanan.
Vellaxe melihat ke arah kanan ternyata ada sahabat dekatnya, ia langsung menghapus airmatanya yang masih ada di pipinya. "Aiden? Kamu kenapa jalan? Kenapa tidak membawa motor?"
Aiden Arkana Delano sahabat kecilnya Vellaxe, Aiden hampir sama dengan dirinya keluarganya sudah hancur total kini ia hanya tinggal dengan sang Ibu yang bekerja di pasar demi kebutuhan mereka berdua.
"Hahaha naik motor? Naik motor itu terasa sangat cepat, tidak menyenangkan lebih enak jalan biar bisa olahraga." ucap Aiden dengan senyuman tulus.
Vellaxe merasa bahagia, ia tidak menyangka jika masih ada secercah cahaya dari sahabat kecilnya, sahabat kecil yang mengetahuinya luar dalam lebih dari keluarganya. Ia masih sangat bersyukur masih ada sahabatnya yang senantiasa mendengarkan keluh kesalnya.
"Makasih ya, Aiden untuk semuanya."
"Jangan bilang makasih, gua hanya melakukan tugas seorang sahabat paham?"
"Paham, tapi tanpa lu gua mungkin sudah menyerah dengan keadaan bahkan sudah ada niatan mau ninggalkan kalian semua."
"Hei jangan berbicara seperti itu, lebih baik ayo kita kejar mimpi kita yang lu anggap itu engga akan terwujud." ajak Aiden dengan lari meninggalkan Vellaxe sendirian di belakangnya.
Dua remaja yang memiliki mimpi yang sama, dua remaja yang berharap kelak dunia akan berpihak kepadanya setelah melewati dunia yang kejam ini. Akan kah dunia ini berpihak kepada mereka atau malah mereka harus melewatkan beberapa tahap lagi demi sebuah apa yang mereka mau.
****
Hai akhirnya bisa update lagi part 2 nya setelah mencuri waktu luang kerja, cukup pintar juga hari ini di sela-sela kerja yang padat, saya menjadi karyawan toko di tambah saya juga bagian nulis bon atau bagian kasir, selain itu saya juga melayanin jadi saya bisa mengetik saat toko sepi. Hari ini lumayan ramai dari pagi sampai jam 5 sore, setelah itu sepi jadi saya curi waktu demi kalian.
Maaf jika ada kesamaan nama, latar atau kisahnya saya tidak ada maksud menjiplak ini hasil dari pemikiran saya, saya ingin membuat karya dari anak broken home berbeda dari yang sebelumnya. Mungkin jika ada beberapa anak broken home yang baca semangat, kita pasti bisa kejar mimpi kita.
Selamat sore dan selamat mengistirahatkan badan kalian, jika kalian sakit jangan memaksa melakukan kegiatan kalian kesehatan kalian paling penting see you guys.
Selasa, 03 Januari 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
My Childhood Dream
Fiksi Remaja"Apakah kamu percaya akan sebuah impian?" tanya anak lelaki berusia 12 tahun. "Aku tidak terlalu percaya tetapi, ntah mungkin itu bisa bagus aku tidak percaya atau tidak terlalu berharap," Ada seseorang yang sangat mempercayai sebuah impian, ada ju...