Suasana sekolah sekarang sedang ramai dengan mereka yang bercerita bahwa ada murid yang sedang menjalani kerja sama dengan salah satu penerbit. Ini merupakan hal yang bagus, sebab baru kali ini ada yang membuat nama sekolahnya menjadi harum atas bakat murid tersebut.
“Gua penasaran siapa ya yang jadi penulis hebat sampai bisa menjalani penerbitan terkenal, anaknya pasti hebat."
"Apa mungkin dia satu kelas sama kita?"
"Anak kelas mana sih yang bisa mengharumkan nama sekolahan?"
"Kalau gua tau orangnya, gua mau bilang makasih sudah mau membuat sekolah kita dipandang sama mereka."
Vella yang berjalan menelusuri lorong sekolahnya banyak mendengar ucapan dari para anak kelas lain bahkan para kakak kelasnya pun ikut membicarakan, ia hanya tersenyum dalam hati akhirnya tujuannya akan menjadi tercapai.
Tiba - tiba ponselnya berbunyi ia lantas melihat bahwa ada pesan yang masuk dari Mark.
Mark Manager Penerbit
Saya Terima kerja sama ini semoga nanti dengan ini impian kamu tercapai, dan jangan lupa nanti sore kamu harus mendatangi surat kontrak itu dan kembalikan ke saya pas kita ketemu. Saya bangga akan kerja keras kamu Vella, selamat.Ia tidak bisa menahan air matanya, ia terharu akan apa yang ia lakukan selama ini. Yang di anggap orang tuanya hanya tumpukan kertas kini. Tumpukan kertas itu sekarang malah menjadi saksi atas kerja kerasnya selama ini.
Jauh dibelakang Vella, Chiko melihatnya itu semua bahkan mendengar semua pembicaraan para murid yang ia lewati. Ia bangga akan sahabat masa kecilnya, ia yakin suatu saat Vella akan dipandang hormat tidak lagi dipandang sebelah mata atau rendah.
Van, lihat kembaran lu sudah menemukan kebahagiaannya, makasih selama ini sudah menguatkan Vella. Pinta gua satu lagi buat Vella, ajarkan Vella terus semangat dalam menggapai impiannya. Buat Vella percaya bahwa impiannya akan menjadi nyata.
Chiko terus memandang Vella dengan perasaan bahagia, ia juga berharap kebahagiaan ini bukan sementara tapi untuk selamanya.
"Woy kenapa lu lihat Vella senyum - senyum gitu suka lu sama dia?" tutur Aiden dari samping kiri Chiko.
"Emang kenapa sih kalo misalnya Chiko suka sama Vella, lu kaga senang?" Elcy memicingkan matanya, ia merasa jika Aiden terlalu posesif akan sangat sahabat.
"S-uka? Engga mungkin gua suka sama sahabat gua sendiri." Aiden mencoba menjawab dengan tenang walau ada rasa gugup saat di tanya oleh wanita berkerudung hitam itu.
"Lu mau tau jawabannya? Gua suka atau engga?"
"Iya, gua mau lu jujur."
"Yakin mau jawaban jujur jangan marah ya? Kan ini lu yang pinta,"
"Oke baiklah, jujur sudah cepat!"
"Gua suka sama Vella dari senyuman, gua suka bola matanya Vella, gua suka tatapan mata Vella, gua suka suara tertawanya dan gua suka manjanya Vella. Jujur gua ngerasa itu semua udah engga di Vella! Yang ada di Vella saat ini di ibaratkan anak kecil yang membutuhkan pelukan, yang membutuhkan kasih sayang, yang membutuhkan mainan." Chiko memandang langit yang cerah. Ia mengatakan isi hatinya.
Aiden dan Elcy yang mendengar itu mematung, ternyata Chiko lebih mengenal Vella seperti apa dulunya masa kecilnya. Pantas saja ia sangat hafal apa yang Vella suka dan tidak.
Ternyata gua masih belum mengenal lu lebih dalam, gua pikir. Gua lah pemenang yang mengenal lu, ternyata gua masih kalah dengan orang lama ya. Batin Aiden dengan sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Childhood Dream
Teen Fiction"Apakah kamu percaya akan sebuah impian?" tanya anak lelaki berusia 12 tahun. "Aku tidak terlalu percaya tetapi, ntah mungkin itu bisa bagus aku tidak percaya atau tidak terlalu berharap," Ada seseorang yang sangat mempercayai sebuah impian, ada ju...