Malam ini kediaman Edgar cukup sepi ia merasakan keluarganya yang makin kesini makin tidak bisa ia kendaliin terutama dirinya dan sang istri. Bayangan dimana dirinya atau istrinya menghina, memarahi bahkan memukul Vella seketika berputar bagaikan kaset yang sedang ia setel.
Vella kecil membawa piagam dengan baju putih merah ia berlari ke ruangan sang Papa.
"Papa lihat, Vella menang bikin puisi di sekolah." ucap Vella sembari menunjukkan hasil yang ia dapatkan di sekolah.
"Ah kamu menganggu waktu saya, kamu ke mama kamu saja sana." usir Edgar dengan mendorong tubuh mungil Vella.
Vella yang masih sangat kecil waktu itu hanya bisa bersedih dengan menahan tangisan agar sang papa tidak mengamuk dirinya. Ia keluar dari ruangan sang papa, ia akan mencoba ke sang mama.
"Ma, Vella dapat hadiah bikin puisi di sekolah coba lihat, ma."
Zoya yang sedang sibuk dengan berkas kantornya pun menoleh sedikit. "Bagus, jika sudah selesai kamu bisa tinggalkan mama? Mama sedang sibuk, kamu dikamar saja."
Lagi dan lagi hanya dapat ucapan yang tidak enak dari sang mama yang ia pikir mamanya akan bangga tapi tidak kedua orang tuanya semua sibuk. Vella kecil hanya bisa tersenyum kecut mendapatkan perlakukan seperti ini dari orang tuanya,
"Kamu ikut lomba menulis?" Edgar melihat formulir yang berada di tangan sang putri yang memakai seragam putih biru.
"Iya pa, Vella suka dunia penulis jadi Vella coba ikutan siapa tau Vella nanti memang kan bisa buat papa mama bangga."
"Pa, seharusnya dari kecil kamu ajarkan dia belajar dokumen perusahaan biar besarnya dia bisa menggantikan kamu atau aku!!"
"Kamu dengar apa yang mama kamu ucapkan? Itu engga ada hasilnya, kamu hanya akan membuang tenaga saja. Menghabiskan waktu duduk berjam-jam untuk sebuah karya kertas? Yang ada nanti kertas-kertas itu akan menjadi sampah paham?!"
Vella yang mendengar hinaan itu pun menggepalkan tangannya ia merasa sangat terhina oleh ucapan orang tuanya atas sebuah hobi dan impiannnya. Mau menjawab pun tidak bisa ia hanyalah seorang anak.
Saat SMA
"Kamu masih menulis?"
"Kan sudah Papa bilang jangan jadi penulis, kamu kerja jadi penulis memang mendapatkan banyak uang? Tidak bukan? Lalu kenapa kamu masih kekeh menjadi penulis?"
"Dasar anak tidak tau diri!!"
"Kamu bikin malu mama! Kamu bukannya membuat mama bangga malah membuat mama malu, berhenti dari hobi kamu, kamu tidak akan bisa menjadi seorang penulis terkenal seperti mereka!"
"Kamu saya besarkan bukan untuk membangkang, turutin perintah saya dan istri saya memang susah? Dasar anak tidak tau diri! Saya menyesal membesarkan anak yang membuat saya malu!!"
"Kamu susah di atur lebih baik keluar dari rumah ini!"
Semua makian kasar itu ia ucapkan kepada sang anak, tanpa ia pikirkan batin dan fisik sang anak bahkan mental sang anak ia hancur berkali-kali. Setelah kehilangan Vanno emosinya menjadi tidak stabil, ia melampiaskan semuanya kepada sang putri yang tidak tau apa-apa bahkan untuk melawan saja baru kemarin putrinya mengatakan isi hatinya. Apakah ia pantas disebut sebagai orang tua atau ayah.
Cinta anak perempuan adalah sang ayah. Tapi dirinya malah memberikan kesedihan bukan kebahagiaan buat sang putri.
"Pa, kenapa papa melamun?" tanya Baihaqi yang baru datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Childhood Dream
Teen Fiction"Apakah kamu percaya akan sebuah impian?" tanya anak lelaki berusia 12 tahun. "Aku tidak terlalu percaya tetapi, ntah mungkin itu bisa bagus aku tidak percaya atau tidak terlalu berharap," Ada seseorang yang sangat mempercayai sebuah impian, ada ju...