Vella setelah bertengkar dengan Zoya akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumahnya, rumah yang penuh kenangan manis maupun penuh kenangan dukanya. Ia tidak bisa berada disana terus, kedua orang tuanya masih tidak mau memperdulikan isi hatinya lebih baik ia mengalah.
Suasana malam yang mencengkam ditambah jalanan sepi membuat suasana makin terkesan horor, tapi itu tidak membuat Vella gentar ia makin terus berjalan ia tidak tau mau kemana, sebab semua keperluannya ia tinggalkan di rumah.
Tiba-tiba ada pencahayaan dari arah belakangnya, Vella seakan tidak peduli dengan cahaya yang menyorot ke arahnya. Ia masih tetap berjalan dengan perasaan yang campur aduk.
"Vella, mau kemana? Sudah malam? Lu ada masalah?" teriak seseorang dari arah belakang.
"Chi-ko, lu ngapain disini?" Vella yang melihat Chiko pun terkejut, ia tidak mungkin bilang jika dirinya pergi dari rumah.
"Lu kenapa keluar malam-malam? Lu ada masalah? Kalau engga gimana lu ikut gua pulang, kita cerita di rumah gua, mau?" ajak Chiko.
"Tapi gua engga repotin lu kan?"
"Engga, yaudah ayo ikut gua ntar kita omongin di rumah aja ini udah malam engga baik juga buat lu,"
"Tapi gua mau minta tolong anter gua ke makam Vanno boleh?"
Chiko menatap Vella dengan curiga tidak biasanya sahabatnya ini akan memintanya ke makam saudaranya, ia pasti sedang dalam masalah. Sebab ia tau gimana Vella jika sedang dalam masalah ia akan datang ke rumah baru saudaranya itu agar pikirannya kembali jernih.
"Boleh, ayo naik," Chiko membantu Vella naik ke motor besarnya. Ia akan menemani sang sahabat sebagian tanda ia menebus kesalahannya dimasa lalu.
1 jam menempuh perjalanan untuk ke makam Vanno, ditambah suasana makam yang sangat sepi dan minim pencahayaan membuat kesannya menyeramkan.
"Gua mau nanya kenapa lu, tiba-tiba minta ke makam Vanno, lu lagi engga dalam masalah kan? Atau lu habis bertengkar dengan orang rumah?" tanya Chiko dengan penuh selidik.
"Nanti ya gua jelaskan, gua mau cerita sama Vanno dulu dan gua minta satu lagi jangan emosi atau bertindak seenaknya setelah tau apa yang terjadi sama gua."
"Oke gua setuju." jawab Chiko menganggukkan kepalanya.
Vella kini berdiri di depan makam saudaranya. Ia melihat batu nisan yang sangat indah, ia berjongkong untuk mencabut rumput liar yang mulai tumbuh di rumah saudaranya.
"Hai Van, gimana kabarnya? Disana tenang engga? Disana bahagia bukan? Van, Vella minta maaf kalau hari ini bikin Vanno sedih, Vella izin keluar dari rumah ya. Vella lelah sama papa dan mama, Vella hanya ingin mengatakan isi hati vella. Tapi Vella cuma dapat makian dan tamparan dari papa dan mama, Van maaf jika Vella harus meninggalkan rumah. Vella engga kuat, Vella lelah harus menjadi apa yang mereka inginkan." Vella berusaha tidak menangis tapi ia kalah. Dihadapan saudaranya ia hanya wanita yang lemah, yang butuh sandaran dan butuh ponakan untuk ia bangkit lagi. Semangatnya sudah di panggil Tuhan, sekarang ia tidak punya tempat sandaran dan pijakannya.
Chiko yang melihat pundak Vella bergetar pun mengusapnya, ia syok karena Vella kabur dari rumah. Ia tidak tau kenapa sekarang orang tuanya sangat keras kepada putri mereka.
Van gua harus gimana, Vella saudari kembar lu, dia sahabat gua. Gua harus gimana? Mental Vella sudah hancur, fisiknya juga mulai melemah, gua harus gimana tolong bantu gua Van, gua mau tebus kesalahan gua ke kalian. Gua mohon banget kasih gua petunjuk, gua ingin menjaga Vella, gua mohon kasih petunjuk gimana buat Vella kembali seperti dulu lagi. Gua engga sanggup liat dia seperti karang, tolong beri gua petunjuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Childhood Dream
Fiksi Remaja"Apakah kamu percaya akan sebuah impian?" tanya anak lelaki berusia 12 tahun. "Aku tidak terlalu percaya tetapi, ntah mungkin itu bisa bagus aku tidak percaya atau tidak terlalu berharap," Ada seseorang yang sangat mempercayai sebuah impian, ada ju...