Narendra's.
Memberikan microphone ke Syahma, gue melambaikan tangan ke arah anggota Deputi Pengembangan Pemuda yang mengikuti acara internalisasi sore ini. Dituntun Faisal dan Abdi, gue menuruni panggung dan melanjutkan langkah keluar dari ballroom Raffles Hotel.
"Sudah cari tiket?" Firman yang berjalan bersisian di samping gue mengangguk singkat. "Ada kabar dari Dira?"
Firman nggak langsung menjawab pertanyaan gue, dia malah sibuk mengarahkan gue untuk berjalan masuk ke ARTS CAFE. "Ibu tadi minta ditemani untuk pulang sebentar. Sekitar setengah jam lalu, Ibu sama Dira sudah balik ke Menteng, Pak," jelasnya begitu gue menduduki salah satu kursi yang sepertinya sudah dia reservasi sebelumnya.
"Setelah ini, saya ada acara lagi nggak, Man?"
"Ada annual online meeting nanti jam 7 malam dengan semua staf ahli saja, Pak." Sambil memeriksa iPad, Firman menjawab pertanyaan gue.
Bisa diatur, lah, ya? "Ibumu dapat flight jam berapa?"
"Jam setengah enam, Pak." Kepala gue mengangguk-angguk. "Kalau mau berangkat sekarang, Bapak masih bisa antar Ibu ke airport, kok, Pak," lanjutnya.
Antar ke airport? Gue? "Kira-kira kalau saya ikut ke Surabaya, kalian bisa cari tiketnya, nggak?"
Gue tau, permintaan gue barusan memang kedengaran nggak masuk akal dan menyebalkan buat Firman dan Dira. Tapi, nggak ada salahnya juga buat nanya, kan?
Senyum geli gue terulas waktu dengar helaan napas kasar Firman yang masih berdiri di sisi kursi gue. "Sudah Dira pesankan, Pak."
"Hah? Cepet banget?" Gue mendongakkan kepala, menatap Firman heran.
Jangan sampai ada berita kalau gue menggunakan 'jabatan' gue buat pesan tiket pesawat di jam-jam last minute begini, ya... Nggak lucu banget, asli.
"Dira tadi beli buat jaga-jaga." Jawaban Firman barusan berhasil membuat gue menghela napas lega. "Takut kalau Bapak berulah, dan bener aja, kan?" lanjutnya, berbisik.
Dia pikir gue nggak denger apa?
Sebelum ini gue nggak kepikiran buat antar Adelia ke Surabaya setelah ngeliat sendiri kelakuannya semalam.
Keras kepalanya Adelia, tuh, nggak ada yang nandingin! Seumur-umur gue hidup, belum pernah gue ketemu perempuan model Adelia begitu. Dan, jujur, gue kelimpungan sekarang.
Keresahan yang gue rasakan semalam sempat gue ceritakan ke Katon, dan sahabat gue satu itu juga setuju kalau gue belum terbiasa berhadapan dengan Adelia.
"Saya bisa ketemu sebentar?"
Gue menatap Firman ketika mendengar keributan di luar ARTS CAFE, "Kenapa, tuh?"
"Ibu Syahma, Pak." Raut wajah Firman mendadak berubah gugup. "Kayaknya maksa buat ketemu sama Bapak," lanjutnya menunjuk ke arah Syahma yang kini melambaikan tangannya heboh ke arah gue.
Syahma, ya?
Serius, gue sebenernya lagi nggak ada mood buat ngeladenin Syahma sekarang.
Gue menepuk pelan lengan Firman, membuat pria itu menatap gue heran. "Suruh aja ke sini, Man. Saya juga mau ngobrol sama dia," kata gue, menyuruh Firman menghampiri Syahma.
"Kenapa kamu makin susah ditemui, sih?" Gue memperhatikan raut kusut yang dibuat Syahma ketika duduk di kursi yang berhadapan dengan gue.
Syahma ngomong gitu kayak kita sering ketemu aja, kan?
Kalau diingat-ingat lagi, intensitas pertemuan kami selama ini juga nggak banyak. Pertemuan pertama kami terjadi waktu nyokap ngenalin Syahma ke gue di salah satu acara penggalangan dana. Yang kedua, waktu perempuan itu minta tolong ke gue soal bisnis orang tuanya. Yang ketiga itu di acara talk show Syahma dan gue jadi bintang tamu di acara itu. Dan, pertemuan selanjutnya di Bleues Notes.
![](https://img.wattpad.com/cover/332579214-288-k81511.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DISCONNECTED (COMPLETED)
Chick-Litdisconnected /ˌdɪskə ˈ nɛktəd/ : not connected to something. Nothing matters to them except the other person's perception of themselves. Achievement, success, intelligence, and wealth are all things that both parties strive to "keep" in order for ot...