Setelah dua hari berlalu, jadwal kuliah Nari yang diatur dengan sangat detail akhirnya keluar. Seokjin benar-benar mengatur segalanya untuk pendidikan Nari di waktu yang terbilang singkat. Kelas Nari akan diadakan empat kali dalam seminggu. Rata-rata jadwal belajarnya dimulai dari pukul sembilan sampai sebelas malam. Terdengar cukup larut, namun Nari juga mengerti akan posisinya sebagai pengasuh. Diberi kesempatan untuk kuliah saja Nari sudah sangat senang. Meski ia belum tahu pasti sampai kapan Seokjin akan sanggup membiayai pendidikannya.
Malam ini adalah jadwal pertamanya untuk belajar. Nari disambut dengan baik oleh dosennya yang bernama Kang Jungsuk. Setelah melakukan perkenalan, gadis itu langsung dijejal berbagai teori mengenai sastra Korea yang praktis membuatnya pening. Sungguh, ini diluar dugaannya. Nari kira ia akan menghabiskan hari pertamanya untuk perkenalan ringan. Alih-alih, materi awal harus langsung ia serap sebaik mungkin. Beruntung koneksi internet di laptopnya berjalan lancar.
Petir menyambar bertepatan dengan Nari yang baru saja menyelesaikan evaluasi belajar setelah kelas berakhir. Gadis itu tersentak, beralih dari buku catatannya lantas segera menghampiri jendela untuk melihat derasnya hujan yang menyerang Seoul malam ini. Melihat titik-titik air yang mulai menyerbu ke arah jendela membuat gadis itu teringat akan ibunya. Yunji takut petir. Ibunya kerap kali menyelinap ke kamar Nari dan gemetar ketakutan jika terjadi badai hujan. Meski hubungan mereka semakin memburuk akhir-akhir ini, Nari tetap merasa cemas akan keadaannya.
Penutup telinga ada di laci.
Setelah mengirim pesan berisikan kalimat singkat pada ibunya, Nari hanya bisa menghela napas. Berharap jika ibunya bisa sedikit lebih berani untuk melawan fobianya. Atau paling tidak, semoga ibunya sudah tertidur pulas. Sejurus kemudian Nari tersentak ketika pintu kamarnya diketuk secara tiba-tiba. Ketukannya terdengar keras dan cepat. Membuat gadis itu buru-buru menghampiri pintu lantas mengernyit bingung melihat eksistensi Seokjin yang kini tampak pias dan kebingungan.
"Tuan—"
"Jeon demam tinggi." tukas Seokjin tanpa aba-aba. Keringat dingin menitik di pelipisnya. Diikuti satu tangannya yang menempelkan ponsel ke telinga. "Tinggi sekali. Aku belum sempat memeriksa suhunya. Tapi yang jelas panas, sangat panas. Aku sedang menghubungi dokter pribadiku dan sekarang Jeon sedang mengigau."
Nari masih terpaku oleh kepanikan Seokjin yang tampak begitu mencolok. Pria itu berjalan mondar-mandir, berdecak, lalu mengerang dan nyaris membanting ponselnya. Hingga di detik selanjutnya, pria itu berhenti lantas menatap Nari begitu memelas.
"Ini pertama kalinya bagiku." gumam Seokjin begitu lirih. "Apa yang harus aku lakukan?"
Sadar jika keadaan Jeon berhubungan dengan tanggung jawabnya sebagai pengasuh, Nari beranjak dari ambang pintu lantas berjalan cepat menuju kamar Jeon. Seokjin mengikutinya dari belakang. Pria itu masih sibuk menghubungi dokter pribadi yang belum juga mengangkat panggilan darurat darinya. Hingga akhirnya Nari mulai memasuki kamar Jeon yang didominasi dengan dekorasi berbau Captain America, superhero Marvel kesukaannya.
Anak itu ada di atas ranjang dengan tubuh yang dipenuhi keringat dingin. Matanya terpejam, gumaman aneh sesekali keluar dari mulutnya. Setelah menempelkan telapak tangannya selama beberapa detik di dahi Jeon, Nari menyuruh Seokjin untuk mengambil termometer. Tapi pria itu tampak kelabakan dan mencari-cari barang permintaan Nari dengan bingung. Sepertinya ini benar-benar pertama kalinya bagi Seokjin menghadapi anaknya yang sakit.
"Aku tidak tahu termometer ada di mana." gumamnya setelah keluar masuk kamar Jeon tanpa hasil yang pasti. "Biasanya kalau Jeon sakit aku langsung memanggil dokter pribadiku. Sial! Kenapa harus hujan, sih! Bagaimana kalau anakku sampai kejang-kejang? Ya Tuhan, aku—"
![](https://img.wattpad.com/cover/324355154-288-k303421.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy Issues [M]
FanficDi tengah rintik hujan siang itu, Ryu Nari melihat seorang ayah berparas tampan yang duduk di depan minimarket tempatnya bekerja. Terdiam melihat putranya yang menangis histeris sampai berguling-guling di trotoar jalan. Awalnya, gadis itu tidak pedu...