Chapter 27

718 102 159
                                        

Kekacauan yang terjadi akibat kecerobohannya sendiri membuat Namjoon tidak bisa menjalani hari dengan baik. Pria itu memilih untuk pulang lebih awal dari jam kerja yang seharusnya. Sudut bibirnya tampak memar akibat dari pukulan ayahnya kemarin malam. Diikuti pelipis yang sobek oleh goresan cukup dalam. Sepanjang jam kerja, Namjoon juga tidak bisa berkonsentrasi. Beruntung ia punya perwakilan yang bisa diandalkan. Setidaknya, untuk hari ini.

Pria itu berjalan gontai memasuki apartemen lalu disambut oleh ruangan yang tampak lengang dari biasanya. Tidak ada sambutan hangat dari sang istri. Alih-alih Namjoon merasa kosong. Hingga sejurus kemudian, pria itu dikejutkan oleh kemunculan Bibi Min dari arah dapur. Wanita paruh baya yang sudah menjadi pembantunya sejak awal menikah itu tersenyum canggung melihat kedatangan Namjoon. Seakan tidak percaya Namjoon akan pulang secepat ini.

"Selamat datang, Tuan."

"Apa Yera baru saja datang untuk mengemasi barang-barangnya?" tanya Namjoon sambil berjalan mengelilingi sekitar apartemen, menyadari jika barang-barang milik Yera sudah tidak ada di tempatnya. Bahkan sampai tanaman-tanaman hias yang ia rawat di balkon belakang.

"Tidak, Tuan. Nyonya mendatangkan tukang angkut barang untuk melakukannya."

"Ah, begitu."

Namjoon menghela napas. Iris matanya hanya memandang monoton ruang kamar yang kini tampak kaku dan dingin. Seakan-akan nuansa kehidupan yang menghias kamar itu sudah terisap habis oleh keadaan. Meja rias yang semula penuh oleh benda-benda khas wanita kini hilang. Ranjang pun tampak begitu rapi seakan tidak pernah ditempati untuk berbaring. Diikuti barang-barang lain yang turut hilang. Menyisakan ruang kosong di setiap sudut.

"Tuan."

Namjoon yang mematung di ambang pintu kamar menoleh dengan kaku pada Bibi Min. Wanita paruh baya itu tampak menunduk dan ragu untuk bicara.

"Sebenarnya ... aku juga ingin mengundurkan diri."

Namjoon mengernyit lantas berbalik dengan spontan.

"Maaf jika ini terlalu mendadak, tapi kurasa ... Nyonya Yera lebih membutuhkanku untuk saat ini."

Namjoon menghela napas. "Tidak apa-apa."

"Maafkan aku, Tuan," tukas Bibi Min dengan penuh rasa bersalah. "Aku tidak bermaksud memihak siapa pun."

"Aku mengerti." Namjoon tersenyum tipis. Setelahnya ia menunduk sekilas lantas melanjutkan, "Gaji terakhirmu akan kukirim besok pagi. Terima kasih untuk segalanya, Bibi."

"Baik, Tuan. Terima kasih banyak."

"Jika Bibi tidak keberatan, aku bisa mengantar—"

"Tidak, Tuan. Tidak usah," tandas Bibi Min sambil menahan tangan Namjoon yang hendak menunjukkan kunci mobil. "Jemputanku sudah menunggu di lobi. Tuan tidak perlu repot-repot melakukannya."

Namjoon terdiam.

"Tuan, terima kasih sudah memercayaiku selama ini. Semoga Anda selalu sehat dan bahagia." Bibi Min membungkuk hormat, lantas menatap Namjoon dengan mata berkaca-kaca. "Hari ini aku memasak makanan kesukaan Anda. Tuan bisa menghangatkannya untuk makan malam. Aku juga sudah menyetok bahan makanan di kulkas. Jadi Tuan tidak perlu berbelanja untuk sementara waktu."

"Terima kasih, Bi."

"Kalau begitu ... aku pamit, Tuan."

Kepergian Bibi Min seakan menambah dramatis kekosongan dalam hatinya. Namjoon seakan ditinggalkan oleh segala hal. Kekacauan yang disebabkan olehnya, orang tua yang merutuki kesalahannya, istri yang meninggalkannya. Namjoon tahu bahwa lambat-laun aibnya akan tercium bagai bangkai busuk meski sudah susah payah disembunyikan. Namjoon tahu semua ini salahnya.

Daddy Issues [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang