Di tengah rintik hujan siang itu, Ryu Nari melihat seorang ayah berparas tampan yang duduk di depan minimarket tempatnya bekerja. Terdiam melihat putranya yang menangis histeris sampai berguling-guling di trotoar jalan.
Awalnya, gadis itu tidak pedu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🐨
Sejak memutuskan untuk meninggalkan selingkuhannya begitu saja, Namjoon merasa ada sesuatu yang hilang. Semacam gairah dan sensasi yang tersedot habis tanpa sisa. Pria itu merasa jika hidupnya kembali pada rutinitas monoton yang memuakkan. Ia bahkan lebih banyak minum belakangan ini untuk mengalihkan perasaan aneh yang nyaris membuatnya gila.
Lalu setiap kali ia beristirahat, bayangan penuh sensualitas milik selingkuhannya selalu terbayang dengan lancang di kepalanya. Seakan mengusik begitu dalam hingga membuat Namjoon kesulitan untuk mengendalikan diri. Seperti malam ini, pria itu terbangun dengan sekujur tubuh yang dipenuhi keringat. Napasnya menderu diikuti tenggorokannya yang terasa begitu kering.
"Sial," Namjoon mengumpat lirih, lalu terbangun perlahan agar tidak membangunkan Yera yang terlelap tenang di sampingnya.
Sejurus kemudian, pria itu turun dari ranjang dan berusaha tidak menghiraukan jam digital di atas nakas yang baru menunjukkan pukul dua pagi. Sudah beberapa hari belakangan Namjoon selalu terbangun di jam yang sama dan mengalami mimpi—yang hampir—basah dengan bayangan tubuh Ryu Nari mengangkang di atas tubuhnya. Bukan apa-apa, sejujurnya Namjoon khawatir jika ia mengigau dan menyebutkan nama Nari tanpa sadar.
Pria itu berjalan keluar kamar dengan langkah gontai. Jika sudah seperti ini, Namjoon membutuhkan segelas air atau red wine untuk menjernihkan pikiran. Ia akan terjebak dalam lamunan panjang di sekitar dapur, lalu kembali tidur dua jam kemudian. Jika diperbolehkan untuk memilih, Namjoon ingin sekali meralat keputusannya dan tetap menjalin hubungan gelap dengan gadis kecil bertubuh menggoda dengan bokong yang sintal itu.
Ryu Nari adalah candunya.
Kini, Namjoon duduk dengan lesu di dekat lemari pendingin. Segelas air tergenggam di satu tangannya. Sementara tangannya yang lain sibuk memijat pelipisnya sendiri. Namjoon sudah kalah. Ia menyesal. Bahkan umpatan Nari semalam yang ia dengar lewat telepon membuat Namjoon tidak tahan. Entah dari mana Nari punya keberanian untuk memaki seperti itu.
Berandal! Kau berandal sialan!
Sepertinya kata-kata itu akan menjadi makian favoritnya mulai sekarang.
"Joon?"
Namjoon yang sedang tersenyum sendiri sontak dibuat terkejut ketika Yera muncul tiba-tiba dengan wajah pucat. Wanita yang tengah hamil itu sepertinya langsung terbangun tepat setelah Namjoon keluar dari kamar.
"Kenapa kau ke sini?" Namjoon sedikit gelagapan. "Kembalilah ke kamar dan lanjutkan tidurmu. Maaf jika aku membuatmu terbangun."
Yera menggeleng. Alih-alih pergi, wanita itu mendekat lantas duduk di samping suaminya. "Sepertinya kau butuh obat tidur."
"Aku masih bisa tidur setelah minum segelas air. Kau tidak perlu cemas."
"Jika reaksimu berasal dari bawaan kehamilanku, apakah itu mungkin?"