4 | Persimpangan

3K 252 0
                                    

Di kehidupan sebelumnya, Vienna tidak pernah mengenyam pendidikan apapun. Dia fokus untuk membantu Anasthasia di butik, bahkan setelah kepergian Anasthasia. Vienna jelas mewarisi kepiawaian ibunya, dia bisa mendesain dan menjahit pakaian yang cukup indah dan cantik untuk dikenakan para bangsawan. Namun tentu, tidak sehebat ibunya.

Hari ini Vienna memutuskan untuk pergi ke butik, setelah seminggu lebih memulihkan diri. Dengan mental siap, Vienna harus bertemu dengan Serena dan juga Grisella. Untuk memulai langkah pertamanya, Vienna memutuskan untuk mengenakan gaun putih bersih, tidak ada warna selain putih di gaunnya. Vienna ingin tampil sebagai malaikat, apalagi di pertemuan pertama Vienna dengan Serena di kehidupan ini. Rambutnya sama sekali tidak menggunakan perhiasan, hanya tergerai begitu saja.

Ketika Dorothy hendak memberikan perona pipi, Vienna menggenggam pergelangan tangannya, "aku tidak memerlukan perona pipi, buat tampilan ku buruk. Seakan-akan aku menangis siang dan malam hingga mataku bengkak."

Dorothy sejujurnya tidak mengerti mengapa Vienna meminta untuk dirias seperti itu, tapi mereka juga sudah kehabisan waktu, jadi dia akan menurut saja.

"Sempurna, terimakasih Dorothy." ucap Vienna ketika melihat pantulan dirinya di kaca.

***

"Tolong bersihkan sisa-sisa kain dengan benar, jujur saja butik ini sudah tampak seperti penatu pakaian. Kalau kalian tidak bekerja dengan benar, gaji kalian akan saya potong. Kalian di gaji sesuai dengan kerja keras kalian, jangan bermalas-malasan." marah Serena. Para karyawan yang ada di butik tidak bisa membantah Serena. Jadi, mereka hanya bisa mengungkapkan kekesalannya di dalam hati. Serena bukan pemilik butik, tapi dia berlagak seolah-olah dia adalah Marchioness Drussel.

"Kalau bukan karena nyonya Ana, aku sudah berhenti dari pekerjaan ini," bisik Dian pada Feby yang berada tepat di sebelahnya.

"Jujur saja dia terlalu lancang untuk orang yang diselamatkan oleh nyonya Ana, dia bertingkah seperti pemilik." balas Feby sambil terus membersikan serpihan-serpihan benang yang masih tersisa di lantai.

Serena mendengar semua percakapan karyawan disana berbicara tentang dirinya. Dia merasa kesal dengan semua karyawan yang ada di butik. Mereka semua tidak menghargai Serena sebagai atasan mereka, melainkan karena Serena adalah teman Marchioness Anasthasia.

Tunggu saja, akan aku pecat kalian. Karyawan bekas Anasthasia memang tidak berguna, dasar gelandangan. Batin Serena.

Tanpa rasa malu, dia duduk di ruangan Anasthasia, memegangi perhiasan bertabur emas dan berlian yang menjadi koleksi di ruang pribadi milik mendiang. Sambil Dia membayangkan kehidupan yang bahagia bila kelak dialah marchioness di keluarga Drussel. Serena terlalu larut dengan impiannya, sampai tidak sadar, lonceng pintu berbunyi, dan para karyawan mulai memberikan salam mereka kepada seharusnya pemilik asli butik tersebut, Vienna.

"Pagi semua," sapa Vienna saat memasuki butik. Para karyawan senang dengan kehadiran Vienna setelah seminggu lebih tidak berjumpa, berpikir akhirnya mereka bisa terlepas dari sikap sok jagoan Serena.

Grisella juga memasuki butik dan ikut menyapa Vienna, "Vienna? Kau sudah baik?" tanya Grisella setelah mereka berdua saling berpeluk.

"Yah, aku sudah merasa lebih baik." jawab Vienna seadanya.

Ketika Serena menyadari kehadiran Vienna di butik, Serena keluar dari ruangan Anasthasia dengan senyuman palsu. 

"Vienna? Kapan kau tiba? Setidaknya kabari bibi lebih dulu, bibi juga khawatir saat mendapatkan kabar kau tak sadarkan diri. bibi sedang merapikan ruangan Ibumu tadi, jadi tidak mengetahui kehadiranmu." Serena jelas mencari-cari alasan agar tidak dicurigai, meskipun Vienna tahu bahwa Serena pasti mengambil salah satu perhiasan yang di pajang di ruangan tersebut.

Di kehidupan sebelumnya, saat Vienna sadar salah satu perhiasan koleksi Anasthasia hilang, dia mencoba mencarinya. Bahkan menuduh salah seorang karyawan yang tentu saja tidak bersalah. Namun di kemudian hari, dia melihat perhiasan itu di kenakan oleh Serena. Ketika dirinya dieksekusi mati.

"Tidak apa-apa bibi, aku juga mengerti bibi juga pasti kehilangan teman." Vienna sengaja bersikap dramatis, memeluk Serena dengan erat meskipun sebenarnya Serena tampak menolak.

Serena tidak bisa menolak, dia menerima pelukan itu dengan membatin kekesalan. Sambil berpura-pura menghapus bekas air mata, Vienna melepas peluknya dengan sedikit mendorong Serena. Vienna juga merasa jijik memeluk Serena, dia tidak bisa membayangkan bagaimana mungkin Serena dulu berpura-pura sedih dengan memeluknya dan bertahan dengan semua drama itu?

"Hari ini aku datang ke butik, hendak memberitahukan kabar baik dan buruk untuk semuanya. Aku berharap kalian bisa menerima keputusan yang telah aku ambil," tutur Vienna dengan air wajah sedih.

"Apa itu nona?" tanya Feby penasaran.

Vienna mengambil nafas panjang, "Aku memutuskan akan menutup bisnis." Seluruh pegawai tidak terkecuali Serena menunjukkan ekspresi terkejut mendengar keputusan Vienna.

"Tapi kenapa? Butik ini tidak mengalami penurunan performa, dan kita akan kehilangan banyak pelanggan setia," tolak Serena tidak bisa menerima kenyataan.

Dalam hati Vienna hanya tertawa, dia yakin Serena pasti sedang mencoba menahan emosinya yang ingin meledak. "Tentu akan ada banyak kerugian. Tapi aku punya alasan mengapa butik ini harus di tutup." ujar Vienna dengan mantap. Dari sudut mata, Vienna bisa menilik Serena yang sedang mendesis marah, tapi Serena tidak bisa mengambil tindakan apapun. Dalam surat wasiat, Vienna yang mempunyai hak penuh tentang mengelolah butik Anasthasia. 

"Bagaimana jika mengambil vakum? Setidaknya nona 'kan harus memikirkannya lagi," bujuk Dian.

Sejujurnya Vienna juga merasa berat untuk mengambil keputusan ini. Namun, dia harus melakukannya. Awal mula Serena datang (menggoda) dan mendekat dengan ayahnya karena masalah butik. Serena sering membahas keuangan dan memuji-muji kemampuan Vienna di depan Xander, mengenakan topengnya seolah-olah peduli terhadap anak-anak Marquiss. Kali ini, Vienna tidak akan memberikan sedikit celah pun kepada Serena untuk masuk ke dalam keluarga Drussel. 

Vienna tidak tahu waktu pasti saat Xander mengambil keputusan untuk menikah lagi, yang terpikirkan oleh Vienna kala itu adalah kasih sayang seorang ibu. 

"Aku sudah memikirkannya. Aku mungkin sanggup menjalankan butik ini lagi, aku yakin bisa. Namun, tempat ini memiliki banyak kenangan dengan mendiang mamaku. Lalu, aku akan dipandang remeh oleh bangsawan lain, karena memilih jalan yang mudah. Aku sedang berada di persimpangan, karena itu aku memutuskan untuk menutup bisnis," Vienna bisa melihat seluruh raut wajah pegawai disana menjadi lesu, tampaknya kepala mereka mulai berpikir keras mencari tempat kerja yang baru.

"Tapi kalian tenang saja, satu tahun setelah ini, aku akan membuka butik milikku sendiri. Aku juga akan membawa beberapa pegawai untuk ikut bersamaku menimba ilmu ke kerajaan tetangga," mendengar hal tersebut membangkitkan seluruh semangat para pegawai. 

"Sampai waktu yang belum pasti, aku akan memberikan kompensasi 100 keping emas secara merata kepada kalian semua. Apabila ada yang tidak ingin bekerja sama lagi, kalian bisa memberitahuku. Aku berjanji akan memberikan surat rekomendasi dan mengirimkan kalian ke tempat lain yang lebih baik."  Mendengar kompensasi, mata Serena hampir jatuh ke lantai. 

Serena ingin memprotes, dia pikir, dia berhak mendapatkan kompensasi yang lebih dari yang ditawarkan oleh Vienna. Karena dia adalah teman Anasthasia, dia adalah akuntan utama, dan Serena merasa dia adalah perpanjang tangan dari Anasthasia dalam mengelola seluruh butik milik Anasthasia. Serena merasa Vienna terlalu kecil untuk mengelola butik besar seperti ini, apalagi hendak menutup bisinis. Serena jadi tidak bisa mengambil untung, seperti yang selalu dia rencanakan saat kembali ke Drugsentham. 

Girl with Red Hair (END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang