19 | Pesan Hangat

1.3K 75 0
                                    

Aria memandangi hujan salju, kian hari, semakin lembut. Badai tidak lagi berkunjung, udara juga tidak sedingin dulu. Aria duduk di samping sang kakek.

Kakek yang malang. Dalam waktu singkat, dia kehilangan kemampuan untuk berbicara. Pergerakan sang kakek pun semakin hari semakin melambat. Dia bahkan sudah tidak pernah membacakan buku cerita untuk Aria.

Kehilangan.

Aria sadar, kali ini ada yang salah. Aria tidak merasakan apapun saat sang kakek berusaha mengajarinya cara untuk hidup seperti anak-anak. Namun dia merasa ada yang kurang karena kakek tidak lagi sesehat yang dulu. Aria tidak tahu, usia kakek memendek akibat memberikan Aria kehidupan.

"Aria," panggil sang kakek.

"Pergilah ke sana, dan buatlah sebuah boneka salju yang mirip dengan mu," perintah sang kakek dengan suara kecil.

"Untuk apa?" tanya Aria.

"Pergilah, maka kau akan tahu." Akhirnya Aria menurut, kemudian pergi meninggalkan kakek sendirian di rumah. Aria berusaha membuat boneka salju yang mirip seperti dirinya, kemudian mengangkut boneka salju itu menggunakan seluncur es. Beberapa kali boneka salju itu hancur, namun Aria membuatnya kembali hingga dia tiba tepat di hadapan sang kakek.

Awalnya Aria bingung, mengapa sang kakek tertidur di kursi luar. Namun ketika dia menyentuh tangannya, kakek terbangun dan melihat boneka salju yang sudah selesai dibuat oleh Aria.

"Kau memang anak yang pintar, Aria. Kau pasti akan menjadi wanita yang cantik di masa depan nanti." Sang kakek berusaha berdiri dengan tongkat, kemudian mendekat pada boneka salju buatan Aria.

Sama seperti membuat Aria hidup, kakek membacakan mantra dan sihir cantik muncul dari ujung jari. Boneka itu berubah menjadi seorang anak laki-laki dengan kulit dan rambut jingkrak yang putih, dengan manik mata emas. Persis seperti Aria.

Ketika kakek selesai membacakan mantra itu, dia terjatuh. Badannya menghantam tumpukan salju yang dingin. Aria segera menghampiri sang kakek. Saat itulah dia sadar, kakek sudah tidak hidup lagi. Dia sudah mati. Umur kakek sudah selesai.

Untuk pertama kali di dalam hidup Aria, dia menangis. Air matanya keluar seperti buliran salju yang hangat.

"Apa ini yang dinamakan sedih kakek? Kenapa kau tidak menjawab?" tanya Aria menggerak-gerakkan tubuh tak bernyawa sang kakek.

Namun berbeda dengan Aria. Boneka salju yang baru saja dibuat oleh kakek, memiliki perasaan. Anak laki-laki itu mendekat pada Aria, menggenggam bahu Aria dengan lembut.

"Kau tampaknya sedang bersedih." Aria memandang anak laki-laki itu.

"Apa benar?"

"Iya. Kau menangis. Lihat!" seru anak lelaki itu, menunjukkan tetesan salju hangat yang keluar dari mata Aria.

"Siapa namamu?" tanya Aria penasaran. Sang kakek tidak sempat menyebutkan nama anak lelaki itu, jadi anak itupun tidak memiliki nama.

"Aku tidak punya nama. Karena dia yang menciptakan kita telah pergi lebih dulu."

Aria tersenyum. Entah mengapa, meskipun dia menangis karena sang kakek telah pergi tapi Aria mendapatkan teman yang mirip seperti dirinya. Aria tiba-tiba teringat satu nama yang cocok untuk anak lelaki itu.

Nama yang sering sang kakek ceritakan, tentang boneka salju yang murah hati dan mencintai anak-anak.

"Nicholas. Itu nama untukmu."

***

Aria dan Nicholas hidup berdampingan di rumah sang kakek. Mereka tidak perlu makan dan minum. Mereka juga tidak perlu penghangat ruangan dan beristirahat di malam hari. Sepanjang hari mereka bisa bermain sepuas mereka.

Nicholas banyak mengajari Aria tentang perasaan manusia. Aria jadi nyaman dekat dengan Nicholas. Dia bahkan sudah melupakan sosok sang kakek.

Suatu hari, Aria menyadari perasaan dia untuk Nicholas lebih dari sebatas teman bermain. Aria tidak tahu apa itu. Perasaan takut kehilangan saat tidak mendapatkan kabar. Perasaan yang membuat dia senang ketika melihat Nicholas.

Itu dia!

Perasaan menyakitkan yang dulu pernah disebutkan oleh kakek. Perasaan cinta.

Mereka berdua tumbuh dewasa dari hari menjadi bulan, hingga bulan menjadi tahun. ketika mereka sampai pada usia yang tepat, Aria dan Nicholas pun menikah di bawah hujan salju, disaksikan oleh sepasang kelinci dan rusa liar. Aria berhasil hidup seperti manusia. Dia tumbuh besar, memiliki pasangan cinta, dan memulai kehidupannya bersama Nicholas di ujung dunia.

Tetapi mereka tidak pernah tahu. Musim dingin pada akhirnya akan berlalu. Tidak akan ada lagi suhu dingin dan salju yang menyelimuti bumi. Aria dan Nicholas pikir semuanya akan berjalan sama. Mereka menikmati keindahan hutan dengan berpiknik, hingga cahaya matahari membuat mereka menyusut dari ukuran asli mereka. Aria dan Nicholas menyusut kembali ke ukuran mereka saat kanak-kanak, kemudian menghilang.

Mereka menguap ke udara, bersama dengan seluruh salju, hilang dari seluruh permukaan bumi. Aria dan Nicholas kini menyatu dengan udara.

Saat Aria menatap bumi, dia bahagia, melihat pohon-pohon yang kering mulai menumbuhkan daun dan bunga. Hewan-hewan keluar dari hibernasi panjang mereka. Dari langit, Aria terkejut melihat sesuatu. Manusia masih ada di bumi. Di tempat lain yang tidak bisa di jangkau oleh sang kakek maupun Aria dan Nicholas. "Ah kakek, lihatlah. Bumi tidak seburuk yang kau bayangkan. Mereka indah walau tidak sempurna."

Musim semi pun tiba... .

(Modifikasi Cerita Rakyat berjudul: Snegurochka dari Rusia)

***

Vienna mengelus buku bersampul perak, sambil menonton matahari terbit dari balik jendela.

Buku yang dia pegang, isinya kisah tentang putri salju yang sering di ceritakan kepada anak-anak saat musim dingin tiba. Kakek Ded Moroz yang kesepian dan Aria si boneka salju.

Musim dingin telah berakhir di Baratheon. Hujan salju sempat turun di akhir tahun, walau tidak deras seperti Drugsentham. Pesta natal dan parade menghiasi malam-malam dengan lampu berkelap-kelip. Nyanyian dan tarian membuat Mytilus hidup siang-malam, semua orang bergembira merayakan hari suci ketika mendengar gereja membunyikan lonceng sebanyak tiga kali.

Berita bahagia tersiar, seluruh orang bersuka ria atas kemenangan. Enam ribu orang mampu memukul telak pasukan musuh. Perang itu hanya berlangsung selama sembilan hari, dengan kemenangan dimiliki Drugsentham.

Kemudian negosiasi perjanjian Miriam berlangsung selama tiga bulan. Perjanjian Miriam dilakukan oleh masing-masing perwakilan. Owen memegang mandat itu, kemudian hasil perang dibagi rata kepada kerajaan Baratheon. Tentu saja seluruh kerugian perang dilimpahkan ke kerajaan Quine.

Kabar itu bisa menjadi sukacita untuk Vienna, tapi dia tidak bahagia. Kemenangan Drugsentham hal yang patut di banggakan, namun tidak dengan perang. Hampir setengah dari total pasukan Quine tewas pada perang tersebut.

Nyawa adalah hal paling berharga di dunia ini. Vienna pernah merasakan kematian. Kematian tidak pernah membawa keberuntungan.

Setidaknya, sebagai manusia, Vienna ikut sedih. Setelah para prajurit itu mati untuk negeri, nama mereka tidak di ingat. Jasad mereka tidak dikubur, lalu orang-orang yang mereka tinggalkan hanya bisa menangis. Perang tidak pernah membawa kebaikan.

Bisa dibilang,

Perang hanyalah kesenangan sesaat, sebelum badai yang lain tiba.

***
Akhirnya paruh pertama cerita ini telah selesai huhuhu....

Untuk beberapa alasan, setelah paruh pertama cerita "Girl with Red Hair" selesai. Author akan memutuskan untuk rehat sejenak.

Yang nanyak kenapa rehat?! Kan ceritanya udah selesai?

Hellow!_-
Buat cerita Wattpad tuh gak mudah, apalagi kalau kerja sendiri. Harus promosi juga dong biar ceritanya laku. Jadi aku akan fokus sekitar 2 Minggu setelah paruh pertama cerita ini di publish. Apalagi aku juga punya kesibukan sendiri sebagai mahasiswa yang ingin lulus dengan gelar "cumlaude".

Jadi mohon dimengerti😊

Girl with Red Hair (END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang