32 | Benar?

843 68 0
                                    

Serena tersenyum di sepanjang perjalanan pulang. Rencananya berhasil, dan kemungkinan Marquiss Xander sedang memarahi Vienna. Putrinya sendiri.

Sedikit lama bagi Serena untuk bisa membalas perbuatan Vienna tempo lalu, namun sepertinya dia berhasil.

Cukup sulit untuk menggeser keberadaan Anasthasia dari pikiran Xander karena Vienna selalu membahasnya. Apalagi Vienna secara terang-terangan menolak kehadiran Serena, seakan dia tahu apa yang ingin dilakukan oleh Serena.

Namun Serena lebih pintar dari Vienna. Dia mungkin kesulitan menggeser posisi Anasthasia, tapi sejak awal posisi Vienna kosong berkat ketidakhadirannya selama satu tahun. Mantra yang Serena bacakan untuk Grisella belum patah. Meskipun Vienna disambut dengan baik, namun Grisella sudah lebih dulu merebut posisi putri Marquiss dari Vienna.

Padahal Serena tidak berencana melakukan hal ini karena dia sendiri sempat tidak yakin. Sifat polos Grisella sangat membantu.

Jika diteruskan, Serena bahkan bisa kembali bekerja di butik untuk bisa memata-matai Vienna. Bagaimana pun, Serena harus berhasil menjadi seorang Marchioness.

***

Vienna duduk di hadapan mejanya sambil memandang batu kristal yang diberikan Timothy padanya.

Hati Vienna sedang hancur dan dia ingin tempat untuk bersandar. Namun Timothy tidak akan melakukan hal itu untuk Vienna 'kan?

Vienna ingin berbicara seperti dulu dengan Timothy yang kaku. Setidaknya Vienna bisa merasa nyaman. Forren tidak bisa kembali karena sibuk dengan akademik, sementara ayahnya bersikap aneh, Vienna jadi tidak punya siapapun untuk berbagai cerita.

Mungkin Dorothy akan mendengarkan, tetapi Vienna tidak tahan menghadapi Dorothy yang selalu terlihat cemas.

Abigail?

Vienna bahkan tidak tahu apakah dia bisa membagikan perasaannya kepada gadis rapuh seperti Abigail.

Vienna menghela nafas, dia baru saja melewatkan jam makan malam. Vienna tidak tahu harus bersikap seperti apa jika bertemu Xander setelah pertengkaran itu.

Akhirnya dia cuma bisa meminta Abigail membawa makanan ke kamarnya dengan alasan tidak enak badan.

Otak Vienna bekerja keras mencerna apa yang sedang terjadi. Dia yakin di kehidupan pertama, Xander tidak menunjukkan rasa sayang seperti itu kepada Grisella.

Yah tentu, dia di perlakukan sama seperti Vienna. Meski Serena dan Xander menikah, Grisella tidak bisa mengubah nama keluarganya karena dia bukan anak yang membawa darah Drussel.

Berarti Xander lebih menyayangi Grisella dibandingkan Vienna? Tapi mengapa?

Vienna merasa Grisella tidak terlalu penting, jadi dia hanya mengawasinya dari jauh. Tetapi keadaan malah menjadi aneh. Xander seperti tidak memiliki hubungan yang serius dengan Serena, dan dia malah lebih merespon kehadiran Grisella. Apakah itu wajar?

"Apa mungkin? Ah tidak. Drugsentham tidak memiliki hal seperti itu." Vienna ingin berpikir kalau hal aneh yang sedang dia alami adalah ulah sihir, tapi tidak mungkin.

Sudah hampir tiga abad lewat, keberadaan penyihir hilang dari Drugsentham. Kalau pun ada, mereka pasti sudah tercatat di daftar buku merah milik istana.

Lagian tidak mungkin Serena mempelajari sihir? Menguasai sihir juga tidak semudah membalik telapak tangan bukan? Vienna jadi ingin bertanya kepada Nathaniel.

Andai saja aku masih berada di Baratheon. Beberapa hari terakhir, Vienna juga tidak tidur dengan benar. Rasa pusing menyerang kepala Vienna, tubuhnya sudah sampai pada batas.

"Hah..., Aku harus beristirahat," gumam Vienna. Dia memutuskan untuk berjalan ke ranjang dan menarik selimut untuk tidur. Padahal Vienna belum mengganti pakaian, tetapi dia dengan cepat terlelap. Hari yang panjang pada akhirnya membuat Vienna tidur lebih awal.

***

Kaligor menatap Vienna yang sedang terlelap dalam tidur. Suaranya mendesis bagaikan anjing lapar yang mencari mangsa.

Bau tubuh Vienna sungguh lezat, terlalu nikmat hingga membuat iblis itu tergila-gila pada nyawa Vienna.

Kalau saja Vienna bukan manusia, Kaligor mungkin sudah membawa tubuh gadis itu ke alam iblis dan memperkosanya hingga hamil.

Sayangnya tubuh manusia terlalu lemah untuk melahirkan seorang anak dari raja iblis.

Kuku-kuku Kaligor yang panjang mengusap-usap kulit putih Vienna. Kaligor sungguh ingin menggigit leher Vienna, dia sangat nafsu sampai air liurnya berjatuhan melihat tubuh indah Vienna di atas ranjang.

Kaligor yang gemas menusuk salah satu kuku jarinya ke leher Vienna hingga mengeluarkan darah segar.

Vienna yang merasakan sakit itu lantas segera bangun dan melihat sosok iblis mengerikan Kaligor menindihnya dengan air liur yang terus menetes dari mulutnya yang lebar.

"Si-siapa kau!?" teriak Vienna ketakutan.

Sementara Kaligor justru tertawa nyaring melihat Vienna. Kaligor lantas semakin menusuk kuku jarinya lebih dalam hingga membuat Vienna meraung kesakitan.

"Argh! SAKIT!" Vienna ingin bergerak, tapi dia rasa kuku itu malah akan semakin melukainya.

Kaligor terus tertawa, seakan dia sedang menonton pertunjukkan komedi dari Vienna yang terus menerus meraung kesakitan.

Bosan, Kaligor menarik kukunya dan meninggalkan lubang dalam di leher Vienna. Kali ini Kaligor ingin melakukan hal yang baru sementara Vienna kehabisan tenaga karena mulai kehabisan darah.

Seprai yang berwarna putih, berubah menjadi merah. Nafas Vienna masih tersengal-sengal ketika tiba-tiba Kaligor mencengkram leher kecil Vienna dengan kedua tangannya.

"ARGH!"

***

Vienna segera terbangun dari mimpi. Keringat dingin bercucuran dari pelipis serta seluruh badan Vienna merinding.

Cahaya matahari melewati gorden, bertanda hari sudah berganti. Vienna mengedarkan pandangan, meyakinkan diri bahwa monster yang sempat dia lihat hanyalah mimpi.

Degup jantung Vienna saling mengejar, tangan bergetar, dan perasaan takut yang luar biasa. "Tidak apa-apa, itu mimpi," gumamnya meski dia tahu keberadaan monster itu terasa sangat nyata.

"Bukan. Aku pasti terlalu lelah sehingga bermimpi seperti ini. Aku baik-baik saja," namun tidak dengan leher Vienna.

Vienna merasa sakit saat memegang lehernya. Dengan kaki telanjang, dia berjalan ke arah cermin untuk melihat apa yang terjadi. Leher Vienna dipenuhi oleh goresan yang asing . Persis seperti goresan kuku tajam dari monster yang muncul dalam mimpinya.

"Nona? Anda sudah bangun?" Dorothy masuk keruangan Vienna sembari membawa baskom berisi air hangat dengan handuk untuk Vienna membersihkan diri.

Dahinya berkerut saat melihat bekas luka di sekitar leher Vienna, "nona? Apakah anda tidak melepas kalung anda saat tidur? Kulit anda jadi lecet," mendengar perkataan Dorothy, Vienna menggenggam kalung yang dia kenakan.

Benar, kalung itu masih melingkar sempurna menghiasi leher Vienna sejak semalam, dan dia membawanya tidur.

"Yah, aku sedikit kelelahan." Dorothy tidak ambil pusing dan langsung membantu Vienna melepas kalung tersebut di depan Cermin.

Tidak lama kemudian, dua orang pelayan masuk dan membantu Dorothy untuk membasuh Vienna dengan air hangat. Sementara itu Dorothy melepas hiasan kepala Vienna dan menyisir rambutnya lembut.

Semua berjalan hening dan Vienna melihat pantulan dirinya sendiri di cermin. Dia sadar luka yang ada dilehernya bukan sebatas lecet karena sebuah kalung, bahkan terasa panas saat salah satu pelayan tanpa sengaja membasuh luka tersebut.

Lebih mirip luka bakar yang menyakitkan.

Aku perlu berbicara dengan seseorang tentang ini.

Detik itu juga, Vienna menyadari dia sangat memerlukan Timothy dan Nathaniel untuk kejanggalan demi kejanggalan yang terjadi di mansion sejak ia kembali.

Girl with Red Hair (END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang