33 | Serikat

856 64 0
                                    

Vienna mengunyah sarapannya dengan tenang. Sama sekali tidak ada percakapan seru maupun sapaan diantara mereka.

Xander juga merasa tidak bersalah atas tindakan yang telah dia lakukan, padahal dia juga sadar. Itu hanyalah hal sepele yang seharusnya tidak perlu diungkit hingga besar.

Terkadang orang-orang sering menjadikan masalah kecil menjadi besar.

Xander tidak yakin, tapi dia tahu ada yang salah dengan dirinya. Dia merasa baik-baik saja sampai Grisella dan Serena datang ke mansion. Mereka hanya berbincang-bincang sejenak, namun Xander sama sekali tidak ingat mereka berbicara tentang apa. Lalu ide untuk memberi hadiah ke keluarga Grand Duke Ellington muncul.

Seharusnya keributan kemarin memang kesalahan Xander, karena dia tidak memastikan lebih dulu apakah Grand Duchess suka dengan hadiah bunga. Entah lah, Xander terlalu bingung untuk berpikir hingga kepalanya sakit. Yang pasti, suasana menjadi suram dan Xander tidak menyukainya. 

"Aku sudah selesai," Vienna berdiri, menunduk dengan hormat. Seperti patung porselen yang rapuh, cantik hanya sebagai pajangan. Begitulah Vienna, tampak jauh hingga sulit untuk diraih. 

Xander ingin sekali berbicara, seperti dulu. Padahal mereka baru menghabiskan waktu bersama. Itu juga perkelahian pertama mereka, sejak kepergian Anasthasia.

Tapi mulutnya terus tertutup, hingga Vienna menghilang dari ruangan. Xander sadar bila ia tidak segara bertindak, Vienna akan pergi sangat jauh.

***

"Nona, bagaimana dengan warna ini? Biru langit sangat cantik dan sedang trend dikalangan bangsawan?" Dian menunjukkan model rancangan gaun miliknya pada Vienna, namun dia segera cemberut ketika melihat Vienna melamun.

"Nona...," panggil Dian putus asa. Padahal dia sudah sangat bersemangat.

Vienna cepat-cepat menggeleng dan membuang semua hayalannya. Dia bisa melihat raut cemberut Dian dan Vienna menyesal. "Maaf, aku sedikit terusik. Gaun biru langit yang kamu buat sangat bagus, rancangannya juga modis. Bagaimana jika kita melakukan transisi warna pada gaunnya?" Vienna segera merebut gambar rancangan milik Dian. Berpikir sejenak tentang warna apa yang harus digunakan oleh mereka.

Dian tidak bisa menampik bahwa dia sangat antusias meski sempat kecewa dengan Vienna.

"Bagaimana dengan warna hijau nona?" usul Feby mengingat tentang pemandangan hutan yang sejuk ketika musim panas tiba. 

Desain gaun yang dibuat oleh Dian memang tampak sederhana namun elegan. Gaun tanpa lengan yang fokus utamanya berada di leher pengguna. Namun sedikit terlalu sederhana dan para bangsawan tidak akan tertarik dengan gaun itu. Jika mereka menaburkan berlian akan mengubah keseluruhan gaun. 

Tetapi memadukan warna biru langit dengan hijau tidak akan membuat gaun itu lebih baik. 

"Bagaimana kalau warna biru laut? kita bisa meletakkannya di ujung gaun." 

"hm... aku lebih setuju dengan saran nona Vienna," sahut Jacob saat kembali menilik gaun rancangan milik Dian. "Lebih mudah menggabungkan biru laut dan biru langit, terlihat sederhana namun tetap indah. Untuk pakaian pasangannya juga bisa menyesuaikan dengan selera para pria." Feby segera berlari ke arah persedian bahan pakaian dan menemukan jenis kain berwarna biru langit yang cocok dengan rancangan Dian. 

"Baiklah, kain ini sepertinya cukup untuk membuat gaun rancangan milik Dian. Bagaimana nona?" tanya Feby membuka lebar kain yang dia bawa di atas meja. 

Vienna tersenyum manis, "yah sangat cocok," namun Vienna punya usulan yang lain. Sementara Dian dan Jacob sibuk membicarakan rancangan baju untuk pria, Vienna mengambil beberapa payet berbentuk batu-batu dan kain dan tile yang berwarna hitam. 

"Apa kau memiliki gambar yang sama, serta belum di warnai?" tanya Vienna pada Dian. 

Dian segera memberikan lembar kertas yang lain pada Vienna. 

Pensil warna segera menari-nari di atas kerja dan Vienne tersenyum ketika melihat hasil modifikasi dari rancangan gaun milik Dian. Jika gaun biru yang dibuat Dian lebih mengusung sederhana dan ceria, Vienna membuat  bentuk lain dengan elegansi yang terlihat mewah. 

Gaun berwarna hitam dengan sentuhan ungu di bawah gaun yang dia rancang. Di sekitar dada bertabur payet-payet yang cantik menambah kemewahan gaun dengan warna misterius yang menarik seluruh perhatian orang-orang. Rancangan gaun itu benar-benar berubah di tangan Vienna. 

"Wah, gaun yang seperti ini..., hanya gadis dengan karakter yang kuat yang berani memakainya," celetuk Jacob. 

"Nona kita memang hebat, dalam sekejap bisa membuat rancangan gaun yang baru!" puji Dian yang segera di tolak oleh Vienna, "tidak, ini tetap rancangan gaunmu, aku hanya memodifikasinya."

Vienna memeluk Dian untuk menghibur gadis itu karena terharu, dia tidak pernah menyangka akan mendapatkan pujian dari Vienna. "Aku akan memakai rancangan yang ini untuk pembukaan butik kita!" hibur Vienna yang membuat Dian, Feby, dan Jacob saling memandang bingung. 

Mereka bahkan tidak pernah menyangka kalau Vienna berkata itu butik "mereka", selama ini mereka berpikir Vienna membuka butik demi dirinya sendiri. Tapi Vienna sama sekali tidak egois dan berkata itu milik mereka berempat. Tentu saja hati mereka tersentuh. 

Tidak lama lagi, butik Elisa milik mereka akan buka, hari-hari semakin sibuk namun tidak ada yang mengeluh. Mereka sungguh menikmati proses yang mereka lewati selama bersama. Tidak terkecuali Vienna. 

"Padahal aku berharap nona Vienna akan mengenakan gaun berwarna cerah saat pembukaan. Tapi sepertinya warna gelap juga tidak buruk," ujar Feby. 

"Kenapa?" 

"Biasanya orang-orang hanya mengenakan gaun gelap jika perasaan mereka murung dan sedang bersedih. Terkadang saat mereka marah atau memiliki dendam pada seseorang, pasti orang seperti itu lebih menyukai warna gelap. Namun warna gelap juga punya makna misterius dan orang-orang sering kali mengabaikan makna seperti itu, karena mereka sering kali terlalu cepat menilai." 

Jacob mengangguk-angguk, "karena itu orang-orang lebih gampang menggunakan warna cerah." 

Yang dikatakan Feby benar. Warna hitam mungkin terlihat sendu. Namun dibalik itu, mungkin ada lebih banyak makna yang belum mereka ketahui. 

Vienna memukul meja dengan kuat, "itu dia!" seru Vienna setelah mendapatkan pencerahan dari kalimat Feby dan Jacob. 

"itu apa, nona?" tanya Feby kebingungan, namun Vinne hanya tersenyum riang menggenggam kedua tangan Feby. 

"Kau memberikan jawaban yang saat ini sedang aku cari!" seru Vienna Bahagia. 

Sejak awal Vienna sudah tahu kalau Serena adalah dalang di balik kemantiannya. Vienna bisa saja menyimpulkan Serena hanya ingin mengambil harta keluarga Drussel, namun bisa saja niat dari Serena lebih dari itu! 

Ada terlalu banyak informasi tentang Serena yang tidak Vienna ketahui, itulah yang membuat dirinya bingung. 

Kenalilah musuhmu lebih baik dari temanmu. Pepatah yang sering Vienna baca. 

Vienna mungkin sudah menyusun rencana dengan baik, mengasah kemampuannya, tapi dia tidak mengenal Serena dengan lebih baik. Dia hanya mengenal sifat dan perilaku Serena bermodalkan apa yang dia tahu dan menerka-nerka. Tidak pernah benar-benar tahu cara Serena berpikir.

Jika Vienna ingin tahu tentang Serena, maka dia hanya perlu menggunakan jasa serikat informasi! 

Girl with Red Hair (END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang