64 | Menuju

527 39 2
                                    

Vienna memegang tali ukur, bergerak ke kiri dan kanan dengan profesional. Mengukur tubuh Serena dengan wajah yang datar. Vienna ingin sekali melukai Serena, apalagi mereka hanya berdua saja. Saat ini, Vienna hanya perlu mengikuti tempo yang sudah disediakan oleh Nathaniel dan Timothy.

Vienna menatap netra Serena dari cermin besar yang ada di hadapan mereka. Di pantulan cermin, Vienna tampak tersenyum miring. "Sepertinya perasaanmu sedang bahagia." Vienna memilih untuk tidak membalas Serena. Saat Vienna hendak mengukur bagian bahu Serena, matanya tanpa sengaja menangkap ada bekas luka yang mencurigakan. Serena memang menggunakan pakaian yang tertutup, mungkin saja untuk menyembunyikan luka-luka tersebut. Timothy sudah memberitahukan Vienna sebelumnya, tentang tempat penumbalan Serena untuk Kaligor.

 "Sepertinya calon Marchioness terluka di suatu tempat," sindir Vienna. 

mata Serena membulat, seakan bola matanya hampir keluar. Vienna memandang bayangan Serena dengan senyuman yang lebih lebar. Secara terang-terangan, ia memberitahukan bahwa dia telah mengetahui seluruh hal tentang Serena. "Kenapa terkejut begitu? Aku 'kan hanya peduli padamu." Vienna menyelesaikan kegiatannya dan segera mengemasi semua peralatannya. 

Serena menatap Vienna dengan kesal, tangannya terulur ingin menarik rambut Vienna. Belum sempat Serena berhasil, Vienna segera berbalik dan menangkis tangan Serena. "Tidak akan mudah melawanku Serena, percayalah." Vienna mendekat pada Serena dan berbisik, "Kejayaanmu akan segera berakhir." Serena tidak percaya Vienna bisa seberani sekarang. Entah apa yang sedang merasuki Vienna. 

Tepat saat itu, Owen yang berpakaian lengkap dengan zirah besinya dan beberapa prajurit berdiri di depan pintu. Pedang mereka berada diposisi siap dan kuda-kuda mereka terlihat mengintimidasi. "Ah, Yang Mulia Duke, apa yang membuat anda hadir di kediaman Drussel dengan pakaian perang?" Serena berusaha terlihat baik seakan-akan pertempurannya dan Vienna yang baru saja terjadi, tidak pernah ada. 

Wajah Owen datar, tanpa ekspresi. "Nona Slawy, apakah anda tahu mengenai kasus Feby, gadis yang meninggal dunia beberapa waktu silam?" Serena hanya mengangguk patuh, tidak berani melakukan kesalahan di hadapan Owen. Entah kenapa, perasaan Serena selalu tidak enak tiap kami berdekatan dengan Owen. Bahkan Kaligor pun mengatakan hal yang sama padanya, seakan-akan Owen juga memiliki ilmu sihir yang lebih tinggi dari Kaligor. 

"Baru-baru ini, beberapa orang penting maupun warga biasa menghilang secara misterius. Beberapa di antaranya pernah berinteraksi dengan anda," ucap Owen. 

Serena tertawa canggung, "astaga, apa benar? Maksud Duke, saya terlibat ke dalam kasus itu?" 

"Mungkin saja. Kami ingin melakukan interogasi, tentu saja nona bisa menyangkal dan membela diri, kami hanya akan mengajukan pertanyaan yang mudah." Serena ingin menerka pikiran Owen, tapi dia tidak bisa melakukannya. Bahkan sihir yang dipinjamkan Kaligor tidak mempan pada Owen. 

"Jika anda menolak dan melawan putusan kerajaan, prajurit yang berada di belakang saya tidak akan segan memaksamu untuk masuk ke dalam sel bawah tanah." Ancaman Owen membuat bulu kuduk Serena merinding. Bagaimanapun, tidak mungkin baginya untuk lari dari kejaran Owen. "Baiklah, Yang Mulia." 

***

Serena menatap prajurit di depannya dengan tajam. Dia tidak terlalu mengerti, mengapa Duke itu tiba-tiba saja menginterogasi dirinya. Dari balik jendela, samar-samar ia melihat prajurit yang lain memeriksa para pelayan. Serena pikir Owen memiliki kecurigaan hanya pada dirinya, tapi kecurigaan itu tertuju pada seluruh anggota keluarga Drussel. 

"Apakah anda menghadiri acara pertunjukkan sihir yang di adakan oleh putri Sephia?" 

"Ya, tentu saja."

"Tapi anda tidak terlihat pada saat acara makan malam, kemana anda?" Serena menyipitkan mata. Apakah baru saja prajurit itu meragukan keberadaannya?

"Aku sedang tidak sehat, setelah acara pertunjukkan sihir selesai, aku pergi ke kamar mandi kemudian memutuskan untuk pulang." Prajurit tersebut tampak mengangguk, tapi wajahnya cenderung datar. Serena diam-diam membacakan mantra penglihatan, membaca kertas yang sedang di pegang oleh prajurit itu. Seketika ia merutuki keputusan yang beberapa waktu lalu telah ia buat. "Apakah anda bertemu dengan salah satu pelayan muda? Ia adalah pelayan yang dipilih langsung oleh putri Sephia." 

Serena gelagapan. Dia tidak tahu kalau pelayan itu salah satu orang yang disukai oleh putri Sephia. Serena tidak pernah ingin menyinggung keluarga kerajaan, karena perbuatannya selama ini bisa-bisa ketahuan. Meskipun Drugsentham tidak bergantung pada sihir, tapi keluarga kerajaan memiliki pendidikan khusus agar mereka mengenal trik-trik sihir. Apalagi Drugsentham memiliki hubungan yang baik dengan Baratheon. 

"Aku memang pernah bertemu dengan seorang pelayan pada acara itu, tapi dia sudah cukup berumur, mungkin berusia sekitar empat puluh tahun berdasarkan penampilannya." Sebelah alis prajurit itu naik ke atas, menatap Serena dengan kecurigaan. Serena duduk dengan tegak, mencoba bersikap tenang. 

Prajurit itu pun tersenyum, "oh begitu, baiklah." Serena menghela nafas lega saat prajurit tersebut memutus tatapannya. Interogasi itu berlangsung sekitar dua jam, hingga akhirnya Serena di bebaskan oleh prajurit tersebut. Serena memukul pundaknya yang cukup sakit, akibat terlalu lama duduk di hadapan prajurit. Setelah menunggu beberapa menit, Prajurit dari kediaman Cerelia meninggalkan kediaman Drussel. 

Serena mengintip dari balik jendela, "dimana Grisella?" 

"Nona sudah kembali ke kamarnya, nyonya," jawab seorang pelayan padanya. 

"Siapa saja yang tidak ada di mansion?" 

"Anu, nona Vienna tadi di ajak pergi oleh Yang Mulia Duke, hingga sekarang mereka belum kembali, nyonya." Serena mengangguk, memberikan gestur untuk mengusir pelayan itu dari kamarnya. Setelah merasa aman, Serena memanggil Kaligor dengan mantra, meminta iblis itu mencari keberadaan Vienna. 

***

Vienna duduk berhadapan dengan Owen, di toko tempat mereka bertemu sebelumnya. Saat ini, kue blueberry yang ada di hadapan mereka tidak menggugah selera, lebih mirip sebuah hiasan. Vienna bingung karena Owen membawanya ke toko kue, padahal alasan awalnya untuk menginterogasi. Tampaknya Owen memang memiliki niat lain. 

Owen melirik dengan wajah datar, menunjuk kue yang ada di hadapan Vienna. Seolah menyuruh Vienna untuk memakan kue tersebut. Vienna tersenyum canggung, pikiran Owen sama sekali tidak bisa ditebak olehnya. "Bukankah seharusnya Yang Mulia menginterogasi saya?" 

Owen melipat kedua tangannya, sejenak berpikir, "yah itu hanya alasan, kalian tidak mungkin menangkap Serena tanpa otoritas Drugsentham." Vienna mengangguk, tapi kemudian dia tertegun. Itu berarti Owen sejak awal sudah bekerja sama dengan Timothy dan Nathaniel, atau sebaliknya. Vienna sempat berpikir Owen akan menangkapnya lagi, ternyata Owen justru berada di pihaknya. 

"Apa kau..., tidak menyukai kuenya?" Vienna menatap kue blueberry yang ada di hadapannya. "Tentu saja suka," jawab Vienna dengan seutas senyuman. 

Semuanya akan segera berakhir...




Girl with Red Hair (END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang