46 | Balik Tangan

738 59 5
                                    

Owen berpikir dia mungkin telah gila sejak tadi. Marquis Xander telah menjadi orang yang tidak dia kenali lagi. Emosinya memuncak hingga ke ubun-ubun, hampir meledak. Namun, Owen berusaha untuk tetap terlihat tenang di hadapan Xander.

"Aku hanya berpikir mungkin saja gadis itu memang benar-benar korban dari putriku. Meskipun begitu, aku akan tetap membelanya," jawaban ampas dari Xander sama sekali tidak membuat Owen merasa lebih baik. Nyaris. Hampir saja Owen ingin menarik pedang dari sarung.

Xander tersenyum, "Duke, anda tahu aku adalah ayah yang baik. Aku tidak akan pernah membiarkan putriku berada di penjara bawah tanah yang dingin."

Owen menepuk belakang lehernya yang sudah tegang, "selama ini ku pikir anda orang yang selalu bermain bersih, ternyata anda juga bermain kotor." sindiran Owen berhasil membuat Xander tercengang.

Owen sudah merasa cukup dengan keanehan Xander dan dia tidak ingin berkompromi lebih jauh lagi. Mungkin Owen akan benar-benar memukul Xander jika mereka berbincang sedikit lebih lama. Owen berdiri dan merapikan pakaiannya, "salahku juga, mana ada bangsawan yang benar-benar bersih." Owen sama sekali tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. 

Xander hanya tersenyum tipis, nyaris miring. Sama sekali tidak ada yang tahu, apa yang ada di pikiran Marquiss. Perlahan-lahan Xander menunjukkan rasa tidak sukanya pada Vienna. Owen melangkahkan kakinya dengan cepat, orang-orang akan berpikir dia baru saja ketinggalan sesuatu, seperti kebakaran jenggot. Owen melonggarkan scarf-nya, dia jadi sulit bernafas karena rasa muak yang telah bertumpuk. 

"Cari tahu semua kegiatan Marquiss Xander belakangan ini," Jack segera menunduk patuh seperti anak ayam mengekori Xander dari belakang, membukakan pintu masuk kereta kuda. Owen seketika menyesal karena tidak menyempatkan diri untuk melihat keadaan Vienna sekarang, entah dia sudah sadar ataupun masih terbaring. Namun, dia sudah terlampau muak, "saya sudah meminta pelayan di kediaman Drussel untuk memberikan kabar apabila nona Vienna telah siuman." Jack berbicara seakan dia mampu membaca kekhawatiran Owen dan itu cukup membantu. 

Pikiran Owen melayang jauh selama berada di perjalanan menuju kediamannya. Cepat atau lambat, kejadian yang sama akan terulang. Meskipun ada banyak perbedaan semenjak Vienna memutuskan untuk mengambil pendidikan ke Baratheon, hal itu sepertinya tidak cukup untuk menciptakan variabel yang baru dan menghancurkan susunan variabel yang sudah ada.

"Apa aku bisa mengeluarkan surat perintah penahanan untuk Vienna?" Owen cukup mengagetkan Jack, kalimat yang baru saja dia lontarkan terdengar kasar dan tidak sejalan dengan tujuan dia selama ini. 

"Tetapi bukankah Yang Mulia yakin kalau pelaku pembunuhan itu jelas bukan nona Vienna, lalu mengapa...," Jack akan beranggapan kalau Owen sedang melantur karena kurang istirahat dan kelelahan. Namun, Owen terlihat baik-baik saja, jadi itu membuatnya ragu. "Aku ingin mengeluarkan surat penahanan untuk Vienna, bukan sebagai pelaku namun tersangka." 

Tujuan Owen masih sama, melindungi yang tidak bersalah. Dia memiliki firasat Vienna tidak bisa terus berada di kediaman Drussel, akan lebih baik jika Vienna bersembunyi di suatu tempat yang aman hingga Owen bisa menemukan pelaku yang sebenarnya. Keadaan rumah Drussel berbeda dan dia perlu mencari tahu hal tersebut. Memastikan keselamatan Vienna di tempat yang berbahaya sama sekali tidak masuk ke dalam agenda Owen, "Vienna akan ditahan di kediaman Cerelia." Begitulah keputusan Owen, demi menjaga Vienna dari ancaman. 

***

Vienna memandangi taman dari jendela, kamar kurungannya di kediaman Cerelia. Sudah tiga hari berlalu sejak dia ditemukan tidak sadarkan diri di jalanan. Setidaknya itu yang dikatakan Owen, tapi Vienna tahu Owen hanya berusaha melindungi nya. 

Ingatan tentang hari itu masih segar, entah kejadian itu benar atau tidak, yang pasti count Slawy meninggal dunia karena bayangan hitam itu. "Nona, anda bisa kedinginan." Dorothy segera menutup jendela kamar Vienna, meskipun udara di Drugsentham sudah lebih hangat, tetap saja masih terasa dingin.  "Orang yang sedang sakit tidak baik berlama-lama di udara dingin," ujar Dorothy sambil meletakkan makanan di atas nakas. 

Vienna tidak banyak berbicara sejak masa kurungannya di mulai. Dia juga kehilangan nafsu makan dan sedikit lebih kurus. "Saya harap nona menghabiskan makanan ini," pinta Dorothy dengan raut wajah prihatin. Senyum kecil Vienna terlihat pilu, "akan kuusahakan, kau bisa pergi sekarang." Terdengar dingin, tapi Vienna sedang tidak ingin diganggu siapapun. 

Begitu Dorothy menutup pintu kamar, Vienna kembali membuka jendela kamar. Memandangi langit dan taman dengan cermat. "Apakah aku telah ditipu?" Vienna menggerutu dalam pencariannya dari dalam kamar. Bukan tanpa sebab, tapi dia sedang menunggu informasi yang dijanjikan oleh Dolorei.

Vienna ingin memastikan bahwa kejadian yang ia alami di rumah Serena adalah kebenaran. Tetapi Dolorei seakan mengabaikan permintaan Vienna hari itu, dan sama sekali tidak menepati janji mereka. Padahal Vienna sudah yakin memberikan bayaran di muka pada mereka, dia bertanya-tanya apakah uang itu masih kurang?

Vienna tidak bisa berdiam diri lebih lama, entah mengapa hatinya gelisah. Namun, dia sedang berada di masa tahanan. Mustahil bagi Vienna untuk keluar dari kamarnya.

Suara ketukan pintu membuat Vienna beranjak kembali ke kasur dan menutup jendela. Dia harus bisa bersabar hingga masa tahanannya selesai. "Masuk," ucapnya.

Vienna pikir orang itu Dorothy, ternyata adalah Owen dan tabib yang hendak memeriksa keadaan Vienna. "Bagiamana kabarmu, nona Vienna?" tanya Owen.

"Sudah lebih baik dari sebelumnya Yang Mulia, terimakasih atas perhatian anda."

Tabib segera mengecek keadaan Vienna dan sedikit berdiskusi dengan Owen mengenai kondisi Vienna saat ini. Begitu tabib menyelesaikan tugas, dia pamit undur diri. Hanya tersisa Vienna dan Owen.

"Apakah ada yang ingin Yang Mulia sampaikan kepada saya?" Vienna tidak terlalu ingin menghabiskan waktu hanya berdua saja dengan Owen. Apalagi setelah kejadian di toko hari itu, juga saat Owen membantu Vienna dari keterkejutannya ketika melihat tubuh Feby tak bernyawa. Lagi, bagaimana Owen berupaya untuk berbohong seolah-olah Vienna tidak pernah berada di rumah Serena.

Vienna tidak ingin, sesuatu seperti ikatan muncul diantara mereka berdua.

"Aku minta maaf, mengenai masa kurunganmu. Ini lebih cepat dari yang sebenarnya, tapi aku berharap kamu tidak berasumsi aku telah menjadikanmu pelaku dari kasus itu." Raut wajah Owen selalu datar, sama seperti ingatan Vienna.

Owen tanpa sadar memegang cuping telinganya, bertanda dia gugup. Hanya Vienna (dulu) dan beberapa orang saja yang tahu cara mengartikan perasaan Owen.

Vienna ingin beranggapan bahwa asumsinya salah, akan tetapi tampaknya dia benar. Vienna tersenyum lebar, "tentu saja, saya mengerti niat baik Yang Mulia. Saya tidak mungkin berani berasumsi seperti itu kepada Yang Mulia,"

Namun, aku berharap kau tidak pernah jatuh cinta kepadaku. Ataukah akulah yang selalu jatuh kepada mu?
Batin Vienna bergejolak.

"Namun, jika Yang Mulia berkenan, bolehkah saya mengajukan beberapa pertanyaan?" dari kedua bola mata Vienna, dia tidak ingin mendengar jawaban yang mungkin telah dia ketahui jawabannya. Namun, dia ingin memastikan itu.

Owen hanya tersenyum sangat tipis, "aku akan berusaha menjawab pertanyaanmu, selama hal itu bisa ku jawab." Vienna menghela nafas, dia perlu mempersiapkan diri.

"Terimakasih atas kemurahan Yang Mulia Duke. Kalau begitu izinkan saya bertanya."

Girl with Red Hair (END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang