Bab 6

298 4 0
                                    

Dimas mendongak, menatap Gavin yang baru saja duduk di hadapannya. Lelaki itu menatap sang putra. "Sudah dua bulan, Vin, pencarian Nesya nggak ada hasil. Kamu juga belum ada  keputusan. Kamu belum memberi jawaban tentang rencana perjodoan Papa."

Gavin meengerjap, kemudian berkata, "Maaf, Pa, kalau Gavin mengulur waktu. Gavin hanya nggak mau terburu-buru mengambil keputusan. Apalagi ini tentang masa depan Gavin."

"Mau kamu apa sekarang? Kamu mau menolak perjodohan ini?" Tatapan Dimas berubah tajam. Lelaki itu tak habis pikir jika Gavin menganggap santai rencananya.

"Beri waktu Gavin agar mencari keberadaan Nesya lagi, Pah."

Dimas berpaling, mengembuskan napas kasar. Sifat santai Gavin membuat kesabaran lelaki paruh baya itu hampir menipis.

"Papa sudah berulang kali bilang. Nggak usah menunggu Nesya. Kalau dia benar-benar serius sama kamu. Dia tidak akan menghilang begitu saja tanpa kabar," ucap Dimas, nada suaranya penuh penekanan. "Bukan hanya lelaki yang bisa memberi harapan palsu. Perempuan pun bisa." Dimas berharap kali ini Gavin mengerti.

"Beri Gavin kesempatan satu kali lagi, Pah. Gavin minta waktu satu bulan lagi untuk mencari keberadaan Nesya. Jika dalam satu bulan lagi nggak ada kabar. Maka ... Gavin akan menerima perjodohan ini. Tapi, dengan syarat tidak langsung menikah. Seperti yang Papah katakan, pendekatan untuk saling mengenal."

Dimas bergeming. Lelaki paruh baya itu mengatur napas yang sempat tak beraturan tadi karena rasa marahnya hampir meledak.

"Pah. Satu kesempatan lagi ...." Gavin memohon. Raut wajahnya tampak memelas.

Tatapan Gavin menunduk menunggu jawaban Dimas. Dia sangat berharap jika Dimas mengabulkan permintaanya.

"Bailklah." Dimas akhirnya bersuara setelah beberap saat terdiam.

Mata Gavin berbinar. Senyum langsung terbit dari bibirnya. Tak lupa, lelaki itu mengucap terima kasih berkali-kali kepada Dimas.

***
"Wah, kayaknya ada yang lagi bahagia, nih!" Deni melihat sahabatnya yang sedari tadi tersenyum. Lelaki yang lima belas menit yang lalu mendapatkan pesan dari sang sahabat agar pergi ke kedai langganan mereka. Ada hal penting yang akan disampaikan, katanya.

"Den," panggil Gavin singat. Senyum masih tak lepas dari bibirnya. "Aku ingin menyampaikan hal sesuatu."

Dahi Deni mengekerut. Lelaki itu penasaran hal apa yang akan disampaikan sahabatnya. Apakah Nesya sudah ada kabar?

"Papaku memberi waktu untuk mencari Nesya. Lebih tepatnya aku yang minta."

"Berapa lama?" Deni langsung menyambar cepat.

"Satu bulan."

Ya, satu bulan. Hanya satu bulan tidak lebih. Semangat dalam diri Gavin begitu membara. Lelaki itu sudah tak sabar. Dia berharap Nesya bisa ditemukan agar mereka bisa menikah secepatnya.

"Kamu yakin, Vin, akan menemukannya?" Deni sangsi, Gavin bisa menemukan perempuan itu. Satu bulan sangatlah singkat menurutnya.

Gavin mengangguk mantap. " Yakin. Yang penting aku bekerja keras. Karena kalau dalam waktu satu bulan Nesya tidak ditemukan ... aku terpaksa menerima perjodohan ini," ucapnya lirih. Nada suaranya menjadi tak bersemangat di kalimat akhir.

"Semoga segera ada kabar dari Nesya, Vin." Deni tak mungkin mengatakan jika waktu satu bulan terlalu singkat. Dia tak ingin mematahkan semangat Gavin yang sedang menggebu.

Wajah Gavin yang kemarin tampak mendung, kali ini bersinar. Lelaki itu mantap jika Nesya akan ditemukan dalam waktu empat minggu.

"Kalau misal Nesya ditemukan, kamu mau langsung melamarnya, Vin?" Entah kenapa Deni membayangkan jika Nesya ditemukan. Meski dalam hati, lelaki itu tetap ragu perempuan itu akan berhasil ditemui. Jejaknya benar-benar sudah lenyap.

JODOH UNTUK PAK DOSEN  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang