6 | Menyebarkan Kabar

96 12 0
                                    

Ponsel milik Dhisa berdering di atas meja makan pagi itu. Ia segera memeriksanya dan mengangkat telepon yang masuk setelah melihat nama penelepon pada layar.

"Halo, assalamu'alaikum Suster Kyara. Selamat pagi," sapa Dhisa.

"Wa'alaikumsalam, Dokter Dhisa. Selamat pagi juga. Maaf Dok, kalau aku menelepon pagi-pagi sekali seperti ini. Ada sesuatu yang lupa aku sampaikan pada Dokter kemarin sore, perihal berkas rujukan ke Rumah Sakit yang harus Dokter tanda tangani. Pasien atas nama Siti Aminah akan dirujuk ke Rumah Sakit agar bisa menjalani operasi. Tapi karena berkasnya belum Dokter beri tanda tangan, kemungkinan operasi yang harus dilaksanakan hari ini akan tertunda," jelas Kyara.

"Kalau begitu bisa kamu bawakan berkasnya ke rumahku? Rumahku di Kampung Cijanur nomor dua belas, Suster Kyara. Datang saja ke sini agar aku bisa berikan tanda tangan pada berkasnya," pinta Dhisa.

"Iya, Dok. Kalau begitu aku akan segera ke rumah Dokter sekarang juga. Assalamu'alaikum," pamit Kyara.

"Wa'alaikumsalam."

Setelah selesai menelepon, Dhisa pun kembali lagi ke dapur sambil membawa piring-piring kotor yang tadi sudah dipakai untuk sarapan. Semua piring itu dicuci dengan cepat, lalu kembali disusun ke dalam lemari agar tetap rapi. Salma ada di halaman dan sedang mengurus semua tanaman hias kesayangannya. Dhisa keluar dari rumah tak lama kemudian untuk memakai sepatu di teras rumah tersebut.

Di luar pagar rumah Dhisa, Abi kini terlihat hampir tiba di sana. Tomi dan Ilmi yang baru akan berangkat ke kantor bisa melihatnya dengan jelas. Bahkan Yatna yang sedang bicara dengan Pak RT di samping masjid pun juga melihatnya pagi itu.

"Mau ngapain lagi kamu, Abiyan Mahendra? Kamu berharap kalau Dhisa akan mau kamu ajak berangkat kerja bersama? Gimana kalau kamu enggak usah bermimpi terlalu tinggi? Kamu itu enggak cocok memiliki mimpi apa pun," ejek Tomi, dengan suara yang keras.

"Cih! Lagi pula memangnya Dhisa punya pekerjaan, ya? Perempuan yang bahkan enggak bisa memakai make-up itu punya pekerjaan? Dia bisa beli rumah Pak Haji Salim pun pasti karena punya warisan dari Bapaknya, bukan karena hasil keringatnya sendiri," tambah Ilmi, ikut mengejek.

Yatna kini memijit pelipisnya dengan sangat terang-terangan di hadapan Pak RT. Pak RT jelas paham dengan rasa frustrasi yang dialami oleh Yatna akibat Abi yang terus saja dihina oleh Tomi maupun Ilmi. Di balik pagar rumah Dhisa yang tinggi, Dhisa dan Salma sedang menunggu waktu yang tepat untuk keluar. Abi baru akan menekan bel pada bagian luar pagar rumah Dhisa, ketika seseorang mendekat padanya dan menyapa.

"Assalamu'alaikum, Pak Abi. Selamat pagi," sapa Kyara, yang sudah mengenal Abi setelah pertemuan kemarin.

"Wa'alaikumsalam, Suster Kyara. Selamat pagi juga," balas Abi, ramah seperti biasanya.

Tomi dan Ilmi kini memperhatikan mereka setelah mendengar Abi membalas sapaan ramah yang tertuju untuknya. Yatna dan Pak RT yang masih berada di samping masjid juga memperhatikan hal yang sama.

"Maaf, Pak Abi, rumah Dokter Dhisa di mana ya, Pak? Aku harus ke rumahnya, tapi tidak tahu yang mana rumahnya," jelas Kyara, usai bertanya.

Ilmi yang tadi mengejek soal Dhisa yang mungkin saja hanya seorang pengangguran, mendadak terbelalak saat tahu kalau Dhisa sekarang berprofesi sebagai Dokter. Abi pun langsung menunjuk pagar rumah yang ada di hadapannya seraya tersenyum.

"Ini rumahnya Dokter Dhisa," jawab Abi.

"Oh, Ya Allah, ternyata yang ini rumahnya Dokter Dhisa," Kyara tampak sangat lega.

Pagar rumah Dhisa pun terbuka tak lama kemudian. Dhisa yang saat itu ditemani keluar pagar oleh Salma pun langsung tersenyum saat melihat Abi dan Kyara.

"Assalamu'alaikum, Dokter. Selamat pagi," sapa Kyara.

"Wa'alaikumsalam, Suster Kyara. Selamat pagi juga. Mana berkas yang harus aku beri tanda tangan? Biar aku beri tanda tangan sekarang," ujar Dhisa.

Kyara pun segera memberikan map ke tangan Dhisa agar bisa menandatangani berkas tersebut. Ilmi dan Tomi benar-benar kaget saat melihat Dhisa pagi itu yang sudah memakai jas putihnya. Ilmi benar-benar tidak menyangka kalau Dhisa benar-benar telah menjadi seorang Dokter setelah empat belas tahun tidak bertemu.

"Alhamdulillah, kalau begitu aku akan langsung kembali ke klinik sekarang, Dokter. Berkasnya akan aku serahkan pada perwakilan keluarga Ibu Siti yang akan membawanya ke Rumah Sakit," ujar Kyara, saat menerima map hitam dari tangan Dhisa.

"Iya, Suster. Sebaiknya berkasnya segera diberi pada keluarga Ibu Siti Aminah," Dhisa setuju dengan niatan Kyara.

"Kalau begitu permisi, Dokter Dhisa ... Pak Abi ... aku akan pergi duluan. Assalamu'alaikum," pamit Kyara.

"Wa'alaikumsalam," jawab Dhisa, Abi, dan Salma dengan kompak.

Setelah Kyara pergi, Dhisa dan Abi pun segera berpamitan pada Salma seraya menciun tangan wanita paruh baya tersebut.

"Hati-hati di jalan, ya. Kalau ada yang belum sarapan, sarapan saja dulu sebelum sampai di tempat kerja masing-masing," pesan Salma.

"Iya, Bu. Kami akan mampir sebentar untuk membeli sarapan di Malangbong. Kami pamit dulu, assalamu'alaikum," pamit Abi, mewakili Dhisa.

"Wa'alaikumsalam."

Dhisa pun kembali merangkul lengan Abi seperti kemarin. Hal itu membuat Ilmi maupun Tomi merasa kesal dan kehabisan kata-kata untuk mencaci maki. Yatna tampak jauh lebih lega saat melihat bagaimana interaksi sesungguhnya antara Abi dan Dhisa di belakangnya. Mereka berdua tampaknya benar-benar sedang menjalani sesuatu yang baru.

"Abi sekarang kelihatannya dekat sekali dengan anaknya Bu Salma, Pak Yatna. Mereka sedang pendekatan?" tanya Pak RT.

"Mereka sudah resmi berpacaran, Pak RT. Alhamdulillah kemarin resminya," jawab Yatna, sesuai dengan pengakuan Abi dan Dhisa.

"Oh ... sudah resmi pacaran? Wah, bagus atuh kalau begitu. Berarti tuduhan yang selama ini dilayangkan oleh Tomi tentang Abi yang enggak pernah bisa move on dari Ilmi bukanlah tuduhan yang benar. Abi sebenarnya sudah lama move on dan akhirnya menemukan orang yang tepat saat Dhisa kembali ke sini," ujar Pak RT, tampak senang dengan berita baru tersebut.

Nisa mendengar semuanya yang dibicarakan oleh Yatna dan Bapaknya. Ia segera memberi tahu semua yang ia dengar melalui grup di WhatsApp yang berisi semua teman masa kecilnya. Ia juga menyertakan foto Abi dan Dhisa pagi itu, yang diambilnya diam-diam dari balik jendela kamar. Kabar jelas akan cepat menyebar, dan kabar itu juga jelas akan segera membuat fitnah yang selalu diucapkan oleh Tomi mulai diragukan. Terlebih, Salma tampaknya sudah tahu juga soal hubungan antara Dhisa dan Abi, menurut pandangan Nisa yang sejak tadi memperhatikan melalui jendela kamarnya.

NISA
Abi sudah resmi berpacaran dengan Dhisa sejak kemarin. Itu adalah kabar yang aku dengar langsung dari Pak Yatna. Dia bilang soal itu saat Bapakku bertanya mengenai hubungan Abi dan Dhisa yang sangat dekat.

* * *

AKHIRNYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang