Ilmi tidak bisa berhenti memperhatikan Abi sejak tadi. Setelah Tomi tidak lagi bekerja dibagian yang sama, Pak Camat jadi sering meminta Abi untuk mengerjakan semua tugas yang biasanya diserahkan pada Tomi. Hal itu jelas mengancam jalan bagi Tomi untuk bisa naik jabatan, dan Ilmi jelas merasa takut kalau sampai Abi yang justru akan mendapat jabatan baru kalau sampai Pak Camat menunjuknya.
ISTRIKU
Aku kesal karena lihat mukanya Abi yang berseri-seri terus. Dia benar-benar terlihat sangat bahagia karena akan menikah dengan Dhisa. Kapan kamu akan menjalankan rencanamu untuk membuat dia sengsara? Geram sekali aku dan rasanya aku ingin mencakar muka dia.Tomi membaca pesan itu dengan perasaan penuh emosi. Abi yang tampak kembali bisa merasakan bahagia dan pekerjaan yang kini membuat diri Tomi jadi susah sendiri karena harus terus berada di gudang arsip, membuatnya merasa sangat frustrasi dan ingin meledak-ledak setiap saat. Ia segera mengetik pesan balasan di ponselnya, lalu mengirimnya kepada Ilmi secepat mungkin.
SUAMIKU
Kamu tenang saja. Pokoknya hari ini kita akan mulai lagi memberikan rasa tidak nyaman untuk si Abi. Kita akan buat dia sengsara sampai tidak bisa lagi diterima oleh siapa pun, baik itu di lingkungan kerja ataupun di lingkungan tempat tinggal kita. Aku janji sama kamu, bahwa si Abi tidak akan pernah kubiarkan bahagia meski hanya sebentar.ISTRIKU
Oke. Apa pun rencana kamu untuk membuat si Abi sengsara, jangan lupa ajak aku. Aku juga mau menikmati sensasi dari pekerjaan yang bisa membuat dia sengsara.SUAMIKU
Iya. Nanti kita lakukan sama-sama.Ilmi pun tersenyum senang saat membaca pesan terakhir dari Tomi. Tatapannya jatuh ke arah Abi yang kini sedang sibuk berunding dengan Pak Camat soal pendataan penduduk yang kembali dialihkan setelah Tomi tidak lagi berada di ruangan itu.
"Tunggu saja, Abi. Kamu akan kembali merasakan bagaimana sengsaranya hidup di dunia ini. Aku dan Tomi mau memastikan kalau kamu akan langsung memilih bunuh diri setelah kami membuatmu sengsara," batin Ilmi, merasa keberuntungan akan memihak kepadanya lagi.
Abi kembali duduk di kursinya setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan. Ia mengeluarkan ponselnya sejenak, lalu melihat Dhisa melalui kamera pada jam pasir yang ada di meja kerja wanita itu. Dhisa tampak sedang berbicara dengan pasien dan juga menuliskan resep di atas sebuah kertas. Senyum di wajah Abi mengembang dengan sempurna ketika Dhisa terlihat menatap pada ponselnya. Wanita itu tersenyum, lalu melambaikan tangannya ke arah kamera yang terdapat pada jam pasir. Abi segera menyembunyikan ponselnya ketika ada beberapa orang yang melewati mejanya menuju ke arah meja kerja Yatna.
"Abi, mana formulir untuk membuat surat izin usaha?" tanya Yatna.
Abi pun segera mengeluarkan formulir yang Yatna inginkan dari dalam lacinya, lalu segera membawakan formulir itu ke meja kerja Bapaknya. Dhisa masih memperhatikan Abi serta situasi di dalam kantor pria itu. Ia bahkan bisa melihat sosok Ilmi yang ternyata meja kerjanya terletak tidak jauh dari meja kerja Abi.
"Dokter Dhisa, pasien selanjutnya sudah selesai mengambil sampel urine," ujar Maya--suster yang bertugas hari itu.
"Iya, Suster Maya. Silakan minta pasiennya untuk masuk," tanggap Dhisa yang kembali memusatkan pikirannya pada pekerjaan.
Saat Abi kembali ke meja kerjanya, sosok Dhisa yang ia lihat melalui ponsel kini tampak sudah kembali memeriksa pasien lain. Hal itu membuat Abi memilih untuk menulis pesan kepada Dhisa.
KAK ABI
Wah, kamu tampaknya lebih sibuk daripada aku. Tapi kamu masih bisa menyempatkan diri untuk memperhatikan aku sesekali. Entah sudah berapa kali kamu memperhatikan aku hari ini melalui kamera di jam pasir itu. Padahal aku baru bisa melihatmu satu kali hari ini melalui kamera yang sama.Setelah mengirim pesan itu, Abi pun kembali mengerjakan beberapa formulir yang baru saja diserahkan kepadanya oleh salah satu pegawai di kantor tersebut. Abi tidak pernah banyak bicara dengan orang sekantor, karena orang-orang itu sejak dulu selalu lebih percaya pada Tomi dan Ilmi yang hobi menyebar fitnah tentangnya. Jadi ketika Tomi sudah dipindahkan dan Ilmi tidak lagi berani berulah tanpa didampingi oleh suaminya, Abi tetap saja memilih diam dan tidak berinteraksi. Lagi pula menurut Dhisa memang lebih baik mengabaikan, daripada menanggapi tapi ujung-ujungnya tetap tidak dipercaya. Maka dari itulah Abi memilih untuk mengikuti saran yang Dhisa berikan kepadanya.
Ponsel milik Abi bergetar di dalam saku celananya. Hal itu membuat Abi berhenti sejenak dengan pekerjaannya, lalu membuka pesan balasan dari Dhisa.
DHISA
Kakak kerja saja yang serius. Jangan sampai Kakak kena tegur oleh atasan. Saat ini Kakak tidak boleh memberikan celah pada laki-laki itu ataupun pada Ilmi untuk membuat Kakak terlihat bersalah. Soal memperhatikan, biar aku saja yang terus memperhatikan Kakak dari jauh. Aku senang karena bisa mendapatkan kesempatan itu dari Kakak. Jadi aku jelas tidak akan menyia-nyiakannya.Senyum di wajah Abi kembali mengembang usai membaca pesan dari Dhisa. Yatna yang baru saja akan menyerahkan formulir pada Abi pun tampak berusaha untuk tidak menertawai putranya tersebut.
"Abi," tegur Yatna.
Abi jelas langsung gelagapan saat mendengar Yatna menegurnya secara tiba-tiba. Pria itu batal mengirim pesan balasan untuk Dhisa, lalu segera memasukkan ponselnya ke dalam saku celana kembali.
"Kamu teh kelihatan kaya orang gila kalau senyum-senyum sendiri begitu. Jangan sering-sering, nanti banyak yang mengira kamu gila betulan," bisik Yatna.
Abi pun langsung menutup wajahnya menggunakan formulir yang baru saja Yatna serahkan. Pria itu tidak ingin Yatna melihat wajahnya yang memerah. Kelakuan Abi kini membuat Yatna terheran-heran sendiri, sehingga pria paruh baya tersebut hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Setelah Yatna menjauh, Abi baru membuka wajahnya kembali dan mengerjakan pekerjaannya agar cepat selesai. Ia ingin cepat-cepat bisa menjemput Dhisa dan makan siang bersama wanita itu seperti kemarin. Entah kenapa Abi benar-benar bahagia dengan fase hidupnya yang baru. Padahal sebelumnya ia sama sekali sudah tidak pernah berani membayangkan akan menjalani sesuatu yang membahagiakan. Sebelumnya ia sudah merasa putus asa dan enggan mencari tahu bagaimana hidupnya ke depan, karena semua orang sangat percaya pada setiap fitnah yang Abi terima dari Tomi dan Ilmi. Tapi semuanya benar-benar berubah saat Dhisa hadir di dalam hidupnya dan memberikan kepedulian untuk diri Abi.
"Mungkin karena itulah hatiku terketuk untuk membukakan pintunya dan mempersilakan dirimu untuk bertahta di dalamnya. Kamu, dan semua yang rasa sayangmu kepadaku," batin Abi, merasa bahagia.
Setelah semua pekerjaannya selesai, Abi pun segera meraih kunci motornya dan bergegas keluar dari kantor. Ilmi segera menghubungi Tomi ketika keadaan kantor sudah benar-benar sepi karena jam makan siang sudah tiba. Ketika Tomi muncul di ruangan itu, Ilmi pun langsung menyambutnya dengan bahagia.
"Kamu sudah siap untuk membuat Abi merasakan malu lagi hari ini?" tanya Tomi.
"Sudah, dong," jawab Ilmi.
"Kalau begitu, ayo. Kita buat Abi menderita hari ini juga," ajak Tomi, penuh ambisi yang kotor.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIRNYA
Romansa[COMPLETED] Hal pertama yang diucapkan oleh Abi setelah empat belas tahun tidak bertemu dengan Disha adalah sebuah permintaan tolong untuk membantunya menghentikan banyak fitnah. Abi yang saat itu sudah tidak mampu lagi menahan rasa sakit hatinya te...