30 | Bicara Tentang Dhisa

98 13 0
                                    

Calista akhrinya keluar dari UGD dengan niat utama menemui Salma. Salma menatap serius ke arah Calista, begitu pula dengan Abi yang saat itu masih menggenggam ponsel milik Dhisa.


"Alhamdulillah pendarahan di kepala Dhisa sudah bisa diatasi. Benturan yang terjadi saat kecelakaan memang membuat kulitnya robek agak memanjang di sisi kepala bagian kanan. Tapi aku sudah memastikan bahwa tidak akan ada efek jangka panjang dari benturan yang terjadi. Tidak ada cedera pada lobus frontal, lobus parietal, dan juga lobus temporalnya. Keadaan Dhisa sudah mulai stabil meski belum sadarkan diri, Bibi Salma. Insya Allah Dhisa akan sadar dalam beberapa waktu ke depan. Saat ini Dhisa sudah boleh dipindahkan ke ruang perawatan," ujar Calista.

"Alhamdulillah, Ya Allah," ungkap Salma dan Abi, tampak begitu lega.

Marni pun ikut merasa lega dan Yatna kini merangkulnya agar Marni tetap tenang menghadapi situasi. Dhisa benar-benar dipindahkan dari UGD ke salah satu ruang perawatan. Astrid dan Bina memohon izin untuk mengurus hal lain yang berkaitan dengan kecelakaan yang terjadi tadi. Danar tiba di rumah sakit tidak lama kemudian setelah Dhisa dipindahkan ke ruang perawatan. Kedua orangtuanya ada di ruang tunggu, sementara Salma dan Abi masih ada di dalam ruang perawatan. Danar diminta untuk masuk ke dalam oleh Marni agar bisa menemani Abi. Danar pun paham akan hal itu, lalu segera masuk ke ruang perawatan tersebut.

"Assalamu'alaikum," ujar Danar.

"Wa'alaikumsalam," jawab Salma dan Abi, kompak.

"Bagaimana keadaan Dhisa, Bu?" tanya Danar kepada Salma.

"Keadaannya sudah stabil, tapi belum sadarkan diri. Mungkin itu adalah efek dari obat penghilang rasa sakit yang diterimanya saat sedang dilakukan penanganan oleh Dokter," jawab Salma.

Danar pun menatap Abi yang saat ini sedang duduk di samping tempat tidur sambil menggenggam tangan Dhisa. Abi jelas merasa terpukul karena Dhisa harus mengalami hal yang buruk akibat perbuatan gila Tomi dan Ilmi yang berambisi sekali ingin menghancurkan kehidupan Abi. Abi jelas merasa bersalah karena telah melibatkan Dhisa terlalu jauh ke dalam masalahnya. Pria itu jelas tidak tahu kalau Dhisa akan menggali sedalam-dalamnya demi mendapatkan fakta mengenai alasan Tomi dan Ilmi terus mengusik hidupnya.

"Ibu keluar dulu, ya, Nak. Kamu temani Abi dan Dhisa di sini, ya," pinta Salma.

"Iya, Bu. Aku akan temani Abi dan Dhisa di sini," tanggap Danar dengan cepat.

Setelah Salma keluar dari ruangan itu, Danar pun mendekat pada Abi dan duduk di sampingnya. Abi tampak berusaha menguatkan diri, karena mungkin Abi tidak mau Dhisa khawatir terhadapnya jika bangun nanti.

"Dari dulu dia memang begitu," ujar Danar. "Dia suka melindungi orang lain dan katanya itu adalah hobi baginya."

"Hobi yang bikin aku bisa ikut mati akibat serangan jantung," sahut Abi, dengan suara serak akibat menahan perasaan. "Aku ketakutan setengah mati saat melihat kecelakaan itu terjadi dari rekaman kamera jam pasir milik Dhisa. Aku melihatnya sendiri bersama Bapak. Padahal beberapa menit sebelumnya dia baru saja mengirimkan pesan padaku dan aku belum sempat membalas pesannya. Kenapa? Kenapa harus Dhisa yang mereka incar dan sakiti?"

"Karena mereka tahu, terutama Ilmi, bahwa Dhisa sangat kuat dengan pendiriannya, sifatnya, dan juga ambisinya. Dhisa enggak akan pernah melepaskan kamu setelah kamu menjadi miliknya. Sementara tujuan mereka adalah ingin memisahkan kamu dari Dhisa karena tidak ingin kamu merasakan hidup bahagia. Maka dari itulah mereka mengincar Dhisa. Dhisa enggak akan bisa disingkirkan dari sisi kamu, kecuali dia dibuat mati," jawab Danar.

"Bahkan ambisi Dhisa juga kuat, ya? Aku benar-benar enggak tahu apa-apa tentang dia, padahal dia tahu banyak tentang aku," sesal Abi, yang sejujurnya kini ingin tahu lebih jauh mengenai Dhisa.

"Kalau ambisi Dhisa enggak kuat, maka dia enggak akan balik lagi ke Malangbong. Dia balik lagi ke Malangbong cuma untuk kamu. Dia bilang sendiri sama Ibunya soal alasan dia ingin kembali. Tapi ambisinya Dhisa berbeda dengan ambisi orang lain pada umumnya. Jika orang lain biasanya berambisi hanya ingin memiliki, yang akhirnya ambisi itu menjadi obsesi belaka, beda halnya dengan ambisi yang Dhisa punya. Ambisi yang dia punya terhadap kamu adalah ambisi tentang ingin membuat kamu bahagia. Jadi meskipun dia tidak bisa memiliki kamu, dia tetap akan merasa puas dengan ambisinya setelah bisa melihat kamu bahagia. Dan karena ambisinya yang ingin membuat kamu bahagia itulah, akhirnya membuat dia ada di sisi kamu sekarang. Tanpa sadar, kamu merasa senang dengan ambisi yang Dhisa punya sehingga kamu bisa merasakan apa yang dia rasakan terhadap kamu," jelas Danar, tentang hal yang ia ketahui soal Dhisa.

Genggaman tangan Abi kepada Dhisa menjadi semakin erat. Abi tidak ingin melepaskan genggaman itu, karena ia mau terus berada di sisi Dhisa. Wajah Dhisa saat itu terlihat sangat pucat, membuat Abi merasa risau tak berkesudahan sejak bisa menatapnya lagi.

"Kakak masih ingat bagaimana ekspresinya dulu, setiap kali sedang menanyakan tentang kamu. Dhisa enggak pernah terlihat antusias jika sedang bermain bersama yang lain. Tapi dia akan mulai antusias saat melihat kamu dari jauh, atau saat Kakak memancing pembicaraan yang membahas tentang kamu. Dia selalu antusias jika sudah membahas soal kamu, sampai-sampai dari dulu Hari selalu saja cemburu jika Dhisa sudah begitu," ujar Danar.

"Hari betulan suka sama Dhisa?" tanya Abi.

"Iya. Hari betulan suka sama Dhisa dari dulu. Tapi dia bukan orang yang sama seperti Dhisa. Kalau Dhisa suka sama seseorang, maka dia enggak akan pernah membukakan pintu hatinya untuk siapa pun. Karena Dhisa suka sama kamu, maka hatinya Dhisa hanya akan terbuka untuk kamu. Beda halnya dengan Hari. Meski dia suka Dhisa, tapi dia tetap membuka pintu hatinya untuk perempuan lain. Jadi wajar kalau Dhisa enggak pernah menanggapi rasa sukanya Hari selama ini."

"Tapi semalam Hari kayanya benar-benar marah. Entah dia marah sama Dhisa atau sama aku."

"Biar saja dia marah. Memangnya dia siapa, sehingga merasa berhak mengatur-atur soal hati dan perasaan orang lain? Hatinya Dhisa hanya tersedia untuk kamu. Jadi Hari enggak berhak mengatur-atur, jika Dhisa memang hanya ingin berakhir di samping kamu sampai akhir hayatnya."

Abi pun tersenyum, meski kedua matanya mulai sedikit berkaca-kaca. Ia benar-benar bertahan agar tidak perlu terlihat menangis oleh Dhisa, jika nanti Dhisa akhirnya bangun.

"Kakak sepertinya setuju sekali dengan keinginan Dhisa untuk berada di sampingku. Kalau boleh tahu, kenapa bisa begitu?" Abi penasaran.

"Karena Kakak tahu akan jadi sebahagia apa diri kamu, jika memang akan berakhir bersama dia. Maka dari itulah Kakak setuju jika akhirnya kamu membuka hati dan menerima kehadirannya. Dia benar-benar tulus, Abi. Dia benar-benar sayang sama kamu, dan itu tidak akan goyah meski akan ada badai yang menghalanginya," Danar meyakinkan Abi lebih kuat dari biasanya.

* * *

AKHIRNYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang