29 | Menginginkan Penjelasan

108 14 0
                                    

Astrid melihat terus ke dalam ruang UGD. Dhisa masih ditangani oleh salah satu teman mereka yang berprofesi sebagai Dokter di rumah sakit tersebut. Perawat yang tadi terus bolak-balik keluar masuk untuk membantu mengurus Dhisa, kini mulai berkurang intensitasnya. Salma tiba di rumah sakit tak lama kemudian. Astrid melihat kedatangannya, namun tampaknya Salma tidak datang sendiri. Wajah Astrid saat itu sudah sangat kacau akibat terus saja menangisi kondisi Dhisa. Bahkan pakaian Astrid terkena noda darah di beberapa tempat karena tadi sempat ikut di ambulans setelah Dhisa dievakuasi.


"Apakah sudah ada kabar dari Dokter di dalam, Nak?" tanya Salma.

"Belum, Bibi. Calista masih berusaha mengobatinya di dalam sana. Dia belum keluar sama sekali sejak tadi dan belum memberikan update apa pun tentang keadaan Dhisa," jawab Astrid, sambil mencoba menahan tangisnya.

Astrid pun langsung memperhatikan ke arah pria muda yang ikut bersama Salma dan tampak langsung berdiri dengan gelisah di depan kaca ruang UGD. Salma pun tahu kalau Astrid ingin tahu mengenai siapa pria itu, karena Astrid sudah dekat sekali dengan Dhisa selama bertahun-tahun sejak mereka sekeluarga pindah dari Cijanur.

"Itu yang namanya Abi. Dia akan sulit bicara banyak saat ini karena sedang merasa terpukul atas kabar soal kecelakaan yang menimpa Dhisa. Tadi pagi sebelum Dhisa berangkat menuju Garut, dia masih sempat mengantar Abi yang akan berangkat ke kantornya. Tapi tidak lama kemudian Abi harus melihat sendiri kecelakaan itu terjadi dari kamera pada jam pasir milik Dhisa. Dia melihat kejadian itu bersama Bapaknya," jelas Salma.

"Astaghfirullah hal 'adzhim. Sekarang aku semakin menyesal karena menyuruh Dhisa berhenti di pinggir jalan. Harusnya aku menyuruh dia langsung saja berbelok ke kantor polisi. Ya Allah, Bi ... aku menyesal menyuruhnya berhenti," ungkap Astrid, kembali jatuh dalam sesalnya sambil menangis hebat.

"Sudah, Sayang. Mari kita sama-sama berdoa untuk Dhisa. Kamu kenal bagaimana Dhisa, 'kan? Dia tangguh. Dia kuat. Dia akan terus berjuang seperti biasanya," bujuk Salma, sambil memeluk Astrid dengan erat.

Abi berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis. Dhisa tidak suka melihatnya bersedih, sehingga wanita itu terus berusaha keras untuk membahagiakan Abi selama empat hari terakhir sejak mereka bertemu lagi. Meski kedua mata Abi sudah berkaca-kaca, tapi pria itu masih juga berusaha yakin bahwa dirinya tidak perlu menangis karena Dhisa pasti akan kembali ke sisinya.

Yatna mendekat pada Abi dan berusaha membantu putranya untuk menguatkan diri menghadapi keadaan. Abi pun langsung teringat soal berkas yang Danar kirimkan pada Salma. Hal itu pun membuatnya menatap ke arah Yatna dengan serius.

"Pak, coba jelaskan padaku. Apa maksud dari berkas yang sedang berusaha dikumpulkan oleh Dhisa? Menurut Bapak ... Dhisa ingin membuktikan apa melalui berkas itu, demi untuk melindungi aku serta keluarga kita?" tanya Abi.

Yatna pun menatap ke arah Salma selama beberapa saat, sementara Marni kini berharap agar kedua-duanya segera bicara dengan sejujur-jujurnya.

"Katakan saja. Dhisa ada di dalam sana juga mungkin karena alasan dari berkas itu. Kalau ditutup-tutupi terus, mungkin akan ada lagi korban yang jatuh ke depannya," mohon Marni.

Apa yang Marni katakan jelas ada benarnya. Semua tidak akan pernah berujung jika harus terus ditutup-tutupi.

"Berkas itu terkait dengan masalah kasus penerimaan uang suap yang dibongkar oleh Pak Yatna beberapa belas tahun lalu, Bu Marni. Mungkin semua yang terjadi pada Abi selama ini adalah kesalahan saya juga, karena saya tidak memberikan ampunan pada orang yang menerima uang suap itu dan malah memenjarakan dia," ujar Salma, mulai tidak bisa membendung airmatanya.

Abi mengernyitkan keningnya selama beberapa saat.

"Maksud Ibu, berkas yang dicari oleh Dhisa itu terkait dengan kasus penerimaan suap oleh Pak Mirza Alauddin pada tahun dua ribu lima? Dan kenyataannya yang terbukti sekarang yaitu Pak Mirza adalah Ayah kandung Ilmi, seperti yang Ibu sebutkan tadi?" Abi masih berusaha mencerna pelan-pelan.

"Iya, Nak Abi. Tampaknya memang seperti itu," jawab Salma. "Dhisa tidak mungkin langsung meminta pada Felicia untuk mencari tahu soal Pak Mirza jika memang tidak ada kaitannya dengan Ilmi. Karena buktinya, sebelum Dhisa menjelaskan apa yang dia sudah ketahui, mendadak nama Ilmi langsung muncul di dalam berkas yang dicari oleh Felicia. Intinya ... Ibu jelas turut andil di dalam semua penderitaan yang kamu alami, jika memang terbukti kalau Ilmi adalah Putri dari Pak Mirza. Dia jelas sudah menargetkan kamu untuk membalas dendam. Maka dari itulah dia mati-matian menghalangi Dhisa untuk bisa dekat dengan kamu saat masih remaja."

Seorang Polisi Wanita mendekat pada Astrid dan Salma tak lama kemudian. Astrid dan Salma tampak mengenali Polisi tersebut, seakan sudah biasa bertemu.

"Astrid ... Bibi Salma ... bagaimana keadaan Dhisa? Sudah ada update dari Calista?" tanya Bina.

"Belum ada, Bin. Calista belum keluar sama sekali dari UGD sejak Dhisa masuk ke sana untuk menerima perawatan," jawab Astrid, mewakili Salma.

Bina memijat keningnya sambil berusaha menahan diri untuk tidak meledakkan kekesalannya.

"Saat ini Tomi Hasfindra dan Ilmi Rianti masih mendekam dalam sel sementara. Mereka berdua terus mengelak, bahwa mereka telah dengan sengaja mengikuti dan menabrak mobil milik Dhisa. Tapi Insya Allah aku akan upayakan agar mereka berdua tidak bisa lolos," ujar Bina.

"Sebaiknya memang begitu, Bin. Kalau sampai mereka lolos, maka selanjutnya yang akan jadi sasaran mereka adalah Abiyan Mahendra," Astrid menunjuk ke arah Abi.

Bina pun menoleh ke arah pria yang ditunjuk oleh Astrid saat itu.

"Oh ... dia yang namanya Abi?" Bina ingin memastikan.

"Iya, aku Abi. Abiyan Mahendra," jawab Abi secara langsung.

Bina pun mengeluarkan ponsel milik Dhisa yang didapatkannya dari mobil wanita itu setelah proses evakuasi tadi selesai.

"Ada pesan untuk kamu dari Dhisa. Buka aplikasi recorder voice. Judul rekamannya adalah 'Untuk Kak Abi'," jelas Bina.

Abi pun langsung membuka aplikasi yang Bina sebutkan barusan, lalu benar-benar menemukan satu rekaman berjudul 'Untuk Kak Abi' di dalamnya. Abi segera mencoba untuk mendengarkan rekaman itu, di dampingi oleh Marni, Yatna, dan juga Salma. Mereka semua yang saat itu ada di ruang tunggu mendadak terdiam ketika mendengar suara Ilmi yang begitu jelas dalam rekaman tersebut. Suara itu tampaknya direkam oleh Dhisa saat dirinya dan Ilmi tengah bertemu di toilet rumah makan kemarin siang. Semua yang Ilmi ucapkan benar-benar menjadi pukulan yang begitu telak untuk Abi. Kenyataan demi kenyataan benar-benar tersaji di hadapannya, setelah Dhisa mengusahakan agar Abi benar-benar terhindar dari semua hal buruk yang sudah dirancang oleh Ilmi dan Tomi.

"Astaghfirullah ... Ya Allah ...." Abi memegangi dadanya kuat-kuat, demi menahan perasaan marah yang kini bercokol di dalam hatinya.

"Berarti karena pengakuan Ilmi itulah, makanya semalam Dhisa memancing saya untuk bercerita mengenai masa-masa kerja saya, dulu. Dhisa jelas masih ingat kalau dulu Pak Yatna adalah bawahan saya. Maka dari itu dia memilih untuk bertanya langsung pada saya, bukan pada Pak Yatna," Salma membuat kesimpulan.

* * *

AKHIRNYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang