"Belok cepat," perintah Ilmi.
Mobil milik Tomi benar-benar berbelok karena ingin mengikuti ke mana perginya Dhisa. Ilmi merasa kesal sekali sejak semalam karena Dhisa tidak menjauh dari Abi setelah tahu yang dibocorkan oleh Hari, tapi malah semakin dekat dan mesra dengan pria itu. Ia menceritakan semuanya pada Tomi saat tiba di rumah semalam dan bahkan Tomi pun ikut marah setelah tahu kalau Dhisa justru dengan berani mencium bibir Abi di depan umum untuk menegaskan bahwa dirinya tidak akan pernah meninggalkan Abi."Pokoknya kita harus tahu apa saja kegiatannya hari ini. Kalau ada yang janggal, maka aku bisa sebarkan mengenai kegiatannya tersebut di grup kantor kita. Abi pasti akan kembali merasakan malu kalau sampai tahu bahwa di luar sana calon Istrinya itu bisa membawakan aib untuknya," ujar Ilmi.
"Kamu yakin, kalau Dhisa akan melakukan kegiatan yang tidak biasa di luar sana?" tanya Tomi, agak merasa ragu dengan keyakinan istrinya.
"Menurutmu apa yang akan dilakukan oleh seorang wanita pada saat jam kerja tapi tanpa pergi ke tempat kerjanya? Menurutmu dia enggak akan pergi shopping atau ketemuan sama teman-teman sosialitanya di belakang Abi? Dia itu anak orang kaya. Jadi enggak mungkin kalau dia enggak punya circle sama para sosialita lain," jawab Ilmi, terdengar sebal pada Tomi yang jarang mau mempercayai dugaannya.
Tomi pun kini memilih diam saja dan terus mengikuti mobil milik Dhisa. Di depan, Dhisa tampak sangat santai meski tahu bahwa dirinya tengah diikuti oleh Tomi dan Ilmi. Diam-diam ia merasa senang karena kedua orang itu kini sedang mencoba menggali lubang berlumpurnya sendiri.
"Jadi, kamu saat ini sudah sampai di mana, Dhi?" tanya Astrid--temannya yang bekerja di salah satu kantor berita dan menjabat sebagai kepala cabang kantor berita tersebut di Garut.
"Saat ini aku baru saja melewati wilayah Lewo," jawab Dhisa.
"Oke. Aku akan berkoordinasi dengan Bina. Kalau kamu sudah hampir sampai di Cibatu, kabari aku lagi," pinta Astrid.
"Oke, siap. Aku akan kabari kamu lagi jika sudah hampir sampai di Cibatu."
Sambungan telepon itu pun terputus tak lama kemudian. Dhisa kembali fokus menyetir sambil berusaha mempercayakan semuanya pada Astrid. Intinya Tomi dan Ilmi harus merasakan bagaimana yang namanya dipermalukan, sama seperti bagaimana mereka mempermalukan Abi selama ini. Dhisa tidak mau lagi Abi harus ada di posisi mengenaskan seperti saat pertama kali ia melihatnya beberapa hari lalu. Ia ingin Abi keluar dari kubangan yang selama ini dibuat oleh Ilmi dan Tomi.
Dhisa meraih ponselnya dan mengetik pesan dengan satu tangan. Setelah selesai mengetik pesan itu, Dhisa pun langsung mengirimnya kepada Abi. Ia lalu kembali menelepon Astrid, saat mobilnya mulai mendekat ke kawasan Cibatu.
"Halo, Dhi."
"Aku sudah hampir mendekati kawasan Cibatu, Astrid," ujar Dhisa.
"Oke. Jadi begini rencananya ...."
Dhisa mendengarkan dengan seksama sambil menurunkan kecepatan mobilnya. Di belakang, mobil Tomi masih mengikuti mobilnya dalam jarak yang cukup dekat. Ilmi sudah merasa gemas sekali karena Dhisa tak juga cepat sampai pada tempat yang ditujunya. Namun meskipun begitu, Ilmi tetap meminta Tomi untuk terus mengikuti mobil milik Dhisa dan jangan sampai mobil itu lolos dari pandangan mereka.
Setelah beberapa waktu berlalu, mobil milik Dhisa tiba-tiba menaikkan kecepatannya hingga meninggalkan mobil milik Tomi yang belum siap untuk menginjak gas lebih dalam. Hal itu membuat Tomi cukup kaget, karena jarak mobilnya dengan mobil Dhisa kini menjadi sangat jauh.
"Cepat tambah kecepatanmu! Kita akan kehilangan jejak Dhisa kalau kamu tidak menambah kecepatan!" seru Ilmi, mendadak naik darah.
"Sabar, tolol! Kenapa bukan kamu saja yang bawa mobil sejak tadi kalau memang merasa lebih pintar dari aku?" balas Tomi, ikut mengeluarkan bentakan.
Kecepatan mobil milik Tomi akhirnya berhasil ditambah. Mobil itu kini benar-benar mengejar mobil milik Dhisa yang sudah tidak terlihat di depan mata mereka. Mereka pikir, mobil mereka akan kembali bisa membuntuti mobil milik Dhisa seperti tadi. Namun sayang, ketika akhirnya mobil milik Dhisa terlihat oleh mereka, ternyata mobil itu sedang berhenti di lajur kiri. Ketika Tomi menyadari bahwa mobil Dhisa sedang berhenti, sudah terlambat baginya untuk mengurangi kecepatan ataupun menghentikan laju mobilnya meskipun ia menginjak rem begitu dalam.
CIIIITTTTTT!!! BRUAAKKKKHHHHH!!!
Mobil milik Dhisa tertabrak oleh mobil milik Tomi dengan sangat keras. Keadaan di sekitar mereka mendadak menjadi gelap, baik itu bagi Tomi dan Ilmi ataupun bagi Dhisa sendiri di mobilnya.
* * *
Beberapa saat yang lalu ...
Abi merasakan getaran pada ponselnya yang tersimpan pada saku celana. Ia segera mengeluarkan ponsel tersebut dan membuka pesan yang masuk dari Dhisa.
DHISA
Aku sayang sama Kak Abi. Apa pun yang terjadi ke depannya, aku hanya ingin Kakak tahu kalau aku benar-benar menyayangi Kakak sepenuh hatiku.Abi pun tersenyum usai membaca pesan itu. Yatna hanya bisa geleng-geleng kepala saat melihat tingkah putra bungsunya yang sedang kasmaran.
"Jangan cuma senyum. Balas pesannya," saran Yatna.
"Sabar, Pak. Aku lagi mikir mau membalas bagaimana biar Dhisa juga merasa senang," ujar Abi.
"Kenapa tadi kamu enggak ikut pergi saja sama Dhisa? Kamu belum pernah mengambil jatah cuti dari kantor. Sekali-kali mah atuh cuti, biar kamu punya banyak waktu untuk mengenal dia lebih jauh."
"Dhisa enggak mau aku ikut, Pak. Aku sudah menawarkan diri, kok, tadi. Cuma Dhisa bilang, katanya dia enggak mau mengajarkan aku untuk bermalas-malasan. Aku tetap harus pergi kerja, karena dia juga ke Garut untuk mengurus pekerjaannya," jelas Abi.
Abi pun kini membuka rekaman kamera jam pasir milik Dhisa dan memperlihatkan pada Yatna.
"Lagi pula meskipun dia jauh, aku tetap bisa melihat dia dan kegiatannya. Dia bilang sama aku kalau kangen lihat saja rekaman yang sedang berjalan ini dari ponselku."
"Itu teh rekaman kamera dashboard mobilnya Dhisa?" tanya Yatna.
"Bukan. Itu rekaman dari pasangan jam pasir ini," jawab Abi.
"Oh ... ada kamera di jam pasirnya? Bagus, ya. Pasti harganya mahal."
"Kata Dhisa harganya cuma seratus ribu, Pak," Abi mematahkan mindset Yatna yang selalu menyebut jam pasir itu harganya mahal.
Mereka berdua kini melihat kalau Dhisa menghentikan mobilnya di pinggir. Wanita itu tampak meraih sebuah map dan membukanya untuk melihat isi map tersebut.
"Dia pasti capek nyetir sendiri, makanya dia berhenti dulu sebentar," duga Yatna.
"Mungkin memang seharusnya Abi tadi ikut saja dengan Dhi--"
"ASTAGHFIRULLAH!" Yatna mendadak kaget saat melihat bagaimana mobil milik Dhisa yang tampaknya ditabrak dari belakang.
Seluruh tubuh Abi mendadak menegang hebat ketika melihat tubuh Dhisa yang kini tampak terjepit di antara kursi, airbag yang mengembang, dan juga kemudi. Ada aliran darah yang bisa Abi lihat sedang mengalir pada airbag yang mengembang. Dunia Abi rasanya seperti baru saja berhenti berputar.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIRNYA
Romance[COMPLETED] Hal pertama yang diucapkan oleh Abi setelah empat belas tahun tidak bertemu dengan Disha adalah sebuah permintaan tolong untuk membantunya menghentikan banyak fitnah. Abi yang saat itu sudah tidak mampu lagi menahan rasa sakit hatinya te...