“Bagi gue uang itu bukan segalanya. Walaupun semuanya bisa dibeli dengan uang, tapi uang nggak akan bisa dibawa mati. Gue cuma mau di pandang sebagai manusia biasa."
"Bukan sebagai anak orang kaya."
Aisyah bersandar pada sisi jendela mobil sembari menatap hamparan pepohonan yang ia lintasi. Bayang-bayang Nakula mengeluh soal kehidupannya yang bergelimang harta menguar dalam benaknya. Air hujan membasahi jendela membuat hatinya tenang namun juga ia gelisah. Atas perkataannya kala itu apakah ia sudah menyakiti hati lelaki itu?
Jeket hitam beraroma maskulin milik Nakula teronggok di atas paha. Sebelumnya Aisyah sudah meminta tolong pada si sopir taxi untuk mematikan AC mobilnya. Aisyah benar-benar tidak tahan dengan hawa dingin. Beruntungnya jaket milik Nakula dapat menghangatkan tubuhnya walau sementara. Karena setelah itu Aisyah melepaskan dan membiarkan jaket itu terkapar di atas pahanya.
Jika semakin lama ia membiarkan jaket itu melekat pada tubuhnya entah apa yang terjadi pada hatinya sendiri. Aisyah tidak ingin jatuh terlalu dalam pada perasaannya. Dia membatasi diri sejak kejadian masa lampau yang menyebabkan dirinya trauma pada seorang pria. Beruntungnya Allah masih menjaganya kala itu, yaitu dengan adanya sosok Minma yang menemukannya di toilet bersama ... ah sudahlah, ia tidak ingin mengingatnya kembali.
“Mbak, udah sampai.”
Suara instrupsi si sopir membuyarkan lamunannya. Aisyah menatap luar jendela yang ternyata mobil tersebut berhenti di depan gang rumahnya. Sebelum membuka pintu, Aisyah menatap si sopir tersebut.
“Ini beneran udah dibayar, Pak? Saya bayar kalau belum.”
Jangan-jangan Nakula sengaja memesankan ia taxi tanpa membayar terlebih dahulu, mungkin ini sebagai jebakan karena pemuda itu tahu jika dirinya tidak memiliki uang kemudian mempermalukan ia lagi. Aisyah terlalu banyak berpikiran buruk tentang Nakula sampai-sampai hatinya pun ikut negatif thinking kepada lelaki itu.
“Sudah, Mbak. Malah Mas-nya kasih saya uang lebih, hehe.” si sopir itu melebarkan senyum ramah ke arah Aisyah melalui kaca mobil.
Begitukah? Aisyah menganggukan kepala lalu keluar dari mobil. Namun, suara si sopir itu membuatnya menahan berat badannnya ketika hendak keluar.
“Saya kira Mas-nya tadi pacar Mbak-nya.”
“Dia teman saya, Pak.” cetus Aisyah.
“Oh, sayang banget lho kalau teman doang mah. Udah mana kasep pisan, baik, rendah hati lagi. Dia kasih saya tip lebih dari biaya ongkos taxi lho, Mbak.”
“Oh ya? Syukurlah kalau gitu. Semoga berkah ya, Pak.”
“Aamiin yaa rabbal alamin. Semoga rezeki teman Mbak lancar juga dan di beri kemudahan sama Allah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Nakulaisyah
SpiritualAisyah memiliki trauma tentang mengenal seorang pria. Dimana di hari kelulusan yang seharusnya menjadi hari paling membahagiakan Aisyah justru mendapatkan pelecehan seksual dari lelaki yang pernah disukainya. Lalu sebuah tragedi menimpanya dan membu...