Nakulaisyah 39

338 19 7
                                    

Baca part ini cocoknya dengerin lagu dari Stevan Pasaribu - Belum Siap Kehilangan.

Berhasilkah aku membuat hati kalian tercabik-cabik? Atau membuat kalian menangis akan sosok Kienan yang hidupnya semenyedihkan itu?

Selamat membaca, ya! Jangan lupa vote dan komen.

***

Kala itu langit sangat cerah. Awan biru tampak terlihat terang benderang. Sama seperti suasana hatinya saat ini yang sedang memperhatikan sebuah hansaplast yang ia rubah menjadi gantungan kunci. Lelaki itu memandang gantungan kunci tersebut lekat dengan sorot penuh kerinduan. Meskipun darah sudah mengering, tetapi Kienan ingin mengabadikan hansaplast itu seperti sebuah barang berharga. Hansaplast itu sebagai saksi bisu perkenalannya dengan Aisyah. Seperti jimat, Kienan tidak pernah melepaskan barang itu barang sedetik pun. Kemana-mana ia akan membawanya, mengantonginya selalu. Ketika di penjara Kienan meminta pada para petugas untuk tidak mengambil barang itu. Sebab selain dibuat jimat, gantungan kunci itu seolah ia merasakan kehadiran Aisyah disisinya.

Karena hanya Aisyah lah satu-satunya harapan Kienan untuk hidup, ia tidak akan pernah membuang atau melepaskan gantungan kunci itu. Jika sampai hal itu terjadi-entahlah apa yang bakal terjadi kedepannya. Mungkin saja Kienan akan merasakan mati secara perlahan atas kehilangan sosok yang ia sayangi untuk kedua kalinya.

Taman SMP Citra Abadi seolah-olah sudah menjadi tempat ternymannya setelah lapangan di sekolah ini. Iya, tempat yang menjadi favoritnya sejak kali pertama kali ia mengenal Aisyah saat itu. Dulu Kienan dan Aisyah sering makan bersama di sini. Aisyah juga mengenalkan sahabatnya kepada Kienan namanya Minma Lalitha. Minma adalah seorang gadis muslimah yang memiliki sifat judes dan dingin, sifatnya itu hanya ditujukan kepada lelaki saja. Tetapi Minma ini aslinya penuh kasih sayang dan baik.

Dulu Kienan tidak tahu jika Aisyah berjualan roti manis di sekolahnya. Mungkin karena Kienan jarang sekali ke kantin untuk membeli makan. Boro-boro membeli makanan. Membeli minum saja sudah suatu nikmat baginya. Kienan baru mengetahuinya saat mereka bertiga makan bersama di kantin. Itupun Aisyah yang mengajaknya. Kienan yang jarang terdengar menginjakan kakinya di kantin menjadi pandangan langka bagi para murid lain. Ketika Kienan tidak membawa uang untuk membeli makan Aisyah akan memberinya dua bungkus roti. Roti itu manis, lembut dan bisa membuat suasa hatinya kembali membaik. Saat itu lah Kienan memanggil Aisyah dengan sebutan sweet bun's.

Aisyah mendengar sebutan baru dari Kienan yang ditujukan padanya pun bertanya. "Kenapa kamu panggil aku pake sebutan roti manis?"

Kienan seolah sedang berpikir sesuatu, lalu menjawab. "Hm, kenapa, ya? Kira-kira lo tau nggak kenapa?"

Merasa kesal Aisyah mencibik. "Ya mana aku tau lah! Kan kamu sendiri yang kasih nama itu!"

Terkekeh ringan Kienan merebahkan tubuhnya menjadikan kedua lengannya sebagai bantalan diatas rumput tepat dibawah pohon salix babylonica. Daunnya menjuntai kebawah nan rindang, membuat siapa saja yang singgah disana akan merasa tenang. Kienan dan Aisyah sama-sama memiliki kemiripan yaitu tidak suka keramaian.

"Karena lo mirip roti?" guyon lelaki itu membuat Aisyah mencibir. Dari bawah Kienan dapat melihat rona merah di wajah gadis itu, meski Aisyah sudah memalingkan muka.

"Emang apa kolerasinya aku sama roti?!"

"Sama-sama manis, lembut dan bikin hati senang." Kienan terkekeh.

"Dasar aneh!" Aisyah kembali mencibir.

Rupanya sampai saat ini gadis itu masih menekuni jualannya sebagai penjual roti manis di kantin AHS. Kienan tersenyum sumir seraya mengambil salah satu roti rasa pisang coklat yang sudah menjadi favoritnya. Kienan lekas membayar roti itu. Menikmati sepotong roti kesukaannya akan lebih nikmat jika dimakan di tempat yang tenang. Maka Kienan harus mencari tempat itu. AHS sangat luas. Kienan bahkan tidak menyangka jika dia bisa masuk ke sekolah yang katanya sekolah favorite ini.

NakulaisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang