Bab 3: UNTUK HARGA DIRI

93 6 0
                                    

"Eh, Sapi-- hahahah, Era, ya ampun, jadi ini kekasihmu?" 

Geram betul Era mendengar tawa geli Dari mamanya sampai wajah wanita itu pun memerah padam ketika mendengar jawaban dari Rama barusan.

Era sudah menyuruh sahabatnya untuk benar-benar mengajari Rama bicara dari tadi pagi sampai malam ini.

Bahkan saat Era meminta Leti membawanya ke salon memperbaiki penampilan Rama, dirinya juga tetap meminta sahabatnya menemani dan mengulang-ngulang namanya.

Era tak bisa menemani karena masih mengurus lemburan kerjaan di kantor dan merumuskan surat perjanjiannya.

Tadi saat latihan sudah lebih baik. Era mendengarnya agak puas. Rama hanya perlu bicara pelan-pelan tak akan salah.

Tapi tadi dia bicara buru-buru. Ini juga mengesalkan bagi Rama. Memang sulit sekali melepaskan logat Sundanya itu.

Bukan maksudnya ingin merusak performance-nya. Tadi karena dia cemas dan panik melihat rumah mewah keluarga Lakeswara, ditambah dirinya juga melihat wajah kedua orang tua Era, makin ngerilah Rama. Apalagi dia jadi terbayang cerita Leti. Jadilah kata-kata yang terlontar tak sesuai skenario.

"Ya, mommy. Karena dia lucu seperti ini makanya aku menyukainya. Dia bisa menghilangkan stressku Dan aku hidup lebih free bersamanya, gak ada beban harus jaga sikap, pura-pura baik, semua apa adanya."

Tapi bukan Era namanya kalau tak bisa menemukan jalan keluar dari masalah yang sedang merintanginya ini.

Xaviera terlihat cool bahkan memberikan senyum manisnya seakan tak masalah dengan panggilan Rama padanya. Dia juga menggandeng tangan Rama.

"Duduk di sini sayang, kamu nggak usah malu-malu. Orang tuaku baik kok!"

Hingga senyum Vena pun hilang ketika dia melihat putrinya memang merangkul tangan pria yang disangsikannya kalau itu memang betul-betul kekasih Xaviera.

"Jadi gimana daddy, mommy, aku sudah membawa kekasihku. Aku akan menikahinya dan cuma dia aja suamiku kelak," seru Era begitu elegan dan percaya diri. 

Rama hanya bisa senyum saja karena memang dia tidak diizinkan untuk banyak bicara. 

"Oke!" Paul dia manggut-manggut setelah mendengar ucapan dari putrinya sambil tangannya bergerakmerangkul istri tercintanya.

"Daddy dan Mommy tidak ada masalah kalau memang ini adalah keputusan darimu, sayang. Tapi apa kamu tahu konsekuensinya setelah menikah dengannya?"

"Konsekuensi apa? Daddy belum cerita apapun padaku." Xaviera belum pernah mendengar penjelasan yang satu itu.

 "Kami mengizinkanmu menikah dengannya dengan persyaratan kamu tinggal di rumahnya, makan dari hasil kerja kalian berdua, tanpa bantuan apapun dari kami. Semua fasilitasmu terputus, sayang." 

"A-apa daddy?"

Kaget Era mendengar apa yang diminta oleh daddy-nya.

Ini tidak ada dalam perjanjian sebelumnya.

"Itu konsekuensinya, sayang. Pembuktian juga."

Paul menatap Rama dengan wajah tanpa tekanan, tapi memang cukup mengintimidasi

"Saya tidak tahu sebesar apa perasaanmu pada anak kami dan tanpa kekayaannya apa kamu masih mencintai Xaviera apa adanya?"

Pias wajah Xaviera. Bukan karena tunjangannya hilang. Xaviera adalah gadis mandiri. Dia masih bisa hidup dengan kemampuannya. Tapi tinggal di rumah Rama, makan dari hasil kerjanya, ini yang membuatnya pening.

WARISAN RAMADHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang