Bab 5: PANGGILAN ALAM

88 5 1
                                    

"Eh? Teh Era mau—"

"Enggak usah banyak tanya! Pokoknya kamu beliin aku mukena! Berapa harganya?"

"Harga ... oh, nanti saya lihat dulu berapa harganya, Teh."

"Hm. Gih, sana kalau kamu mau ke masjid."

Sejujurnya Rama masih agak khawatir sesuatu.

"Nya, Teh. Ini ada pisau lipat, Teteh bisa simpan untuk jaga-jaga."

Rama yang menyodorkan pisau malah membuat istri kontraknya itu terkekeh, menunjukkan senyum manisnya yang memang menarik perhatian Rama.

Memang Xaviera ini cantik, hanya pria tidak normal saja yang hatinya mungkin tidak terusik melihat raut yang tertawa itu.

"Kamu takut kalau ada orang masuk ke sini dan mereka melakukan sesuatu yang buruk padaku, begitu?"

Ya, memang itu yang ditakutkan, makanya Rama mengangguk.

"Yah maklum, Teh. Rumahnya cuman semi permanen. Enggak semuanya ditembok. Kalaupun dikunci, pintunya masih bisa didobrak. Pintunya pan pintu tua."

Iya, sih. Xaviera juga tahu kalau rumah Rama ini pasti tidak aman.

"Aku kan sudah bilang ada orang yang mengikutiku. Mereka itu bukan cuma penguntit, tapi juga orang suruhan Daddy. Mereka pasti melindungiku."

Nah, mengertilah Rama. Kalau sudah seperti ini dia tidak terlalu khawatir untuk pergi tarawih.

Dia meninggalkan Xaviera sendirian di dalam rumah. Ibunya juga tarawih. Ini adalah malam pertama bulan puasa dan warga desa juga berbondong-bondong pergi ke musala.

Ada beberapa musala kecil di desa. Masjid besar biasanya berada di pinggir jalan dan terlalu jauh. Bagi mereka yang punya kendaraan, akan lebih mudah untuk menjangkaunya, tapi mereka yang berjalan kaki akan memilih surau atau musola.

Suara langkah kaki pun bisa didengar oleh Xaviera yang memang duduk di kamar depan. Tempat tidur yang didudukinya itu dekat dengan jendela, sehingga obrolan apa pun dari mereka yang lewat bisa didengarnya. Xaviera pun tersenyum masam.

Sesuai dengan dugaan, aku pasti menjadi objek pembicaraan di kampung ini.
Seorang gadis seperti dirinya yang terlihat kaya, menarik, dewasa, dan bukan orang biasa menikah dengan pemuda seperti Rama. Ini adalah gosip hangat. Orang-orang pasti akan memiliki rasa ingin tahu yang besar.

Dugaan demi dugaan muncul. Namun, Xaviera tidak peduli dengan pemikiran mereka. Dia lebih konsen pada satu hal di dalam ruangan itu.

"Nyamuk! Cicaknya juga banyak! Aku enggak tahu makhluk apa lagi yang ada di sini. Apa kecoa? Tikus? Atau jangan-jangan ... ular juga ada?" Xaviera bergidik sendiri membayangkannya, membuat dirinya menekuk kaki di atas tempat tidur.

Xaviera ingin melupakan semuanya sambil bermain handphone dan membaca tentang tata cara salat yang belum pernah dilakukannya, termasuk tentang puasa Ramadan. Dia merasa harus bisa menarik perhatian ibunya Rama dan membuat wanita itu percaya juga.

Itulah satu-satunya cara supaya keluarganya yakin kalau pernikahan Xaviera sungguhan dan berhenti merencanakan pernikahan Xaviera dengan anak sahabat mereka.

"Tapi aku enggak bisa konsen. Kenapa banyak suara kodok di luar, sih?" Xaviera kesal.

Dia tahu kodok itu adalah makanan dari sejenis binatang melata yang membuatnya selalu ketakutan, membayangkan sisik dan desisnya. Apa lagi rumah Rama tak semua ditembok batako. Bagian kamar memang luarnya batako semua, tapi pembatas di dalam rumah adalah papan. Bagian dapur, sebagian batako dan atasnya bilik.

Dilema baru untuk Xaviera. Bukan hanya soal kebersihan, tapi juga makhluk-makhluk yang dibencinya. Alhasil, sampai Rama kembali dari Langgar, Xaviera baru bisa bernapas agak lega.

WARISAN RAMADHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang