Bab 25. KELUARGA

72 2 2
                                    

"Ndan, Ambu balik we nya."

Saat ini mereka sudah sampai di Bandung dan hanya tinggal beberapa menit lagi mobil taksi online yang membawa Rama bersama dengan ibunya sampai di rumah Fikri tapi Euis meminta pulang dan wajahnya terlihat cemas.

Rama juga bisa merasakan tangan ibunya yang terasa dingin. Sepintas melihat kekhawatiran di mimik wajah ibunya dia ingin sekali menertawainya.

Tapi tentu saja ibunya pasti akan mengomel jika melihatnya senyum-senyum.

Karena itulah,

"Jadi Ambu beneran hoyong uih wae? Moal kaduhung teu tiasa ningali Buya deui? Kumaha mun Buya kaburu teu aya?"

"Hush, Ndan ulah ngomong kitu atuh!"

Hati Euis rasanya seperti teriris-iris mendengar yang dikatakan oleh putranya itu.

Jelas saja dia tidak mau kejadian seperti itu terjadi. Apalagi masih segar dalam ingatan Euis bagaimana sikap dari pria yang sudah lama tak ditemuinya.

Ada rasa bahagia ketika mengingat kalau namanya masih terngiang dalam pikiran pria itu. Bahkan dia tidak bersama dengan wanita manapun setelah kepergiannya.

Namun ada kekhawatiran juga dan rasa bersalah yang teramat besar karena Euis merasa telah meninggalkannya.

Kondisi dalam hatinya campur aduk dan dia memang bukan orang yang pandai untuk mengutarakan rasa dalam hatinya.

Hanya kecemasan di wajahnya dan tangannya yang dingin juga bergetar yang membuat Rama paham kalau ibunya nervous.

Karena itulah,

"Tenang we Ambu. Ndan ada di samping Ambu. Pokoknya nggak akan kenapa-napa dan Ndan yakin, semuanya akan baik-baik aja."

"Ih meeni jiga sinteron maneh ngomong Ndan. Semua akan baik-baik, semua akan baik-baik saja nyaho na mah pabeulit. Teu sakalian we jiga dokter anu pasienna mati terus dokterna ngan ngomong, kami sudah melakukan yang terbaik. Ih pikasebeleun!"

Rama jadi ingin tertawa mendengar ucapan dari ambunya.

"Pan Ndan udah bilang sama Ambu, ulah kebanyakan nonton sinetron."

"Ambu ge tara pernah nonton sinetron Ndan. Tipi na pan kagelap harita, Ambu hoream rek meuli deui ge. Eta mah nu mareuli nasi huduk ka Ambu we sok carita tentang sinetron."

Lagi-lagi Rama kembali memeluk ibunya.

"Hampuranya Ambu. Ndan sanes teu hoyong meser tipi deui buat Ambu. Tapi seueur mudaratnya Ambu. Mending engke urang jalan-jalan we lah. Kumaha Ambu?"

"Geus ah tong ngomong wae, ieu urang geus rek nepi jigana Ndan."

Wanita itu menengok ke rumah di sampingnya.

"Ambu berarti terang tempat ieu nya?"

Mau bilang iya tak enak pada putranya, mau bilang tidak dia dulu pernah tinggal di rumah itu. Jadi campur aduk perasaan Euis.

"Ndan, balik we yuk."

Tapi kenangan tentang rumah itu juga menyisihkan sesuatu yang membuat hatinya tak enak jika memasukinya.

Namun Rama tetap meminta ibunya turun.

Bujukannya sangat lembut dan halus.

Lagi-lagi mempermainkan perasaan khawatir di dalam hati Euis yang memaksa wanita itu melangkahkan kakinya ke rumah tersebut.

"Alhamdulillah. Terima kasih ya Rama kamu udah bawa istriku kembali ke rumah ini."

Pintu baru dibuka dan hati Euis masih berdebar tapi suara bariton itu sudah terdengar dan sudah tersenyum padanya.

WARISAN RAMADHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang