Bab 10: BUKAN JAKARTA

70 4 6
                                    

"Mang Ndan?"

Rama tak menjawab ucapan Xaviera, tapi wanita yang ada di depan tentu saja mendengar suara di dalam karena rumah Rama tidaklah besar.

Itu kalau di perumahan hanya tipe rumah 28.

Jelas saja wanita yang ada di pintu yang bernama Endah itu bisa melihat apa yang terjadi di dalam.

"Rama minum dulu nih!"

Tapi pria yang dipanggil olehnya tidak menengok ke belakang dan tetap memunggunginya malah Endah harus melihat scene saat Xaviera menepuk-nepuk punggung Rama dan satu tangannya lagi menyiapkan air putih yang membuat Endah mencengkram kencang-kencang barang yang dipegang olehnya.

"Ehm, teh Endah, hayu masuk."

Suara Euis membuat Endah menyadari sesuatu di mana dia berada sekarang dan ...

"Kamu yakin nggak apa-apa?"

Melihat Rama yang ditanya seperti itu tentu saja membuat orang di pintu itu makin tak enak hatinya.

"Hampura Bi Euis. Endah buru-buru. Tadi Endah ke sini cuma disuruh buat ngasih ini sama ceu Sari. Endah pamit dulu nya Bi. Udah Magrib juga. Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Tolong sampaikan makasihnya ke ceu Sari."

"Iya, Bi Euis."

Wanita itu pun pergi meninggalkan rumah Euis di saat Rama juga masih membelakanginya dengan wajah yang semakin tak jelas.

"Maaf Teh, tadi keselek. Kayaknya mah udah kekenyangan. Teteh habisin aja sendiri yah nasi padangnya. Takutnya nanti kalau kepenuhan malah jadi ngantuk pas taraweh."

Xaviera bukan anak kecil yang bodoh dan tidak tahu apa yang terjadi barusan.

Seseorang datang dan membuat pria di sampingnya memerah wajahnya dan batuk-batuk tanpa sebab seperti betul-betul keselek karena sesuatu yang tidak disengaja olehnya.

"Teh Endah mah memang bageur. Udah mah anak kuliahan, pinter, cantik, solehah, baik hati, ga ada kurang-kurangnyah. Pasti beruntung laki-laki yang jadi suaminya nanti. Paket lengkap dunia akherat."

Apalagi saat ibunya Rama bicara begini.

Semua makin terang untuk Xaviera.

Mereka orang desa dan lebih mudah untuk terbuka dan tidak suka berpura-pura.

Beda dengan orang kota yang lebih banyak bermanuver tentang perasaan dan gaya bicaranya.

[Rama, jujur padaku! Apa Endah itu adalah kekasihmu?]

Xaviera bahkan masih ingat nama yang disebut oleh ibunya Rama.

Dan pertanyaan ini diberikannya kepada Rama saat mereka sudah ada di dalam kamar dan Rama seperti biasa ingin mengambil pakaian ganti untuk berangkat ke masjid.

Bersiap untuk solat tarawih.

"Oh, bukan The. Anak kuliahan seperti itu apalagi dia adalah keponakannya Pak lurah, mana sepadan sama saya yang cuman kuli bangunan?"

Jawabannya sih datar dari Rama.

Tapi Xaviera adalah seseorang yang lebih berpengalaman soal ini.

Dia adalah seorang pemimpin perusahaan dan sering melihat sikap dari para bawahannya, rekan bisnisnya dan Xaviera merupakan seseorang yang sudah dilatih untuk memahami bagaimana manajemen menghadapi sikap manusia.

[Oke kesimpulan yang aku buat dia ini belum menjadi kekasihmu tapi kamu menginginkannya menjadi kekasihmu dan dia juga menyukaimu. Apa karena itu kamu ingin bekerja di Jakarta dan kuliah?]

WARISAN RAMADHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang