Bab 8: NASI PADANG DAN NASI GORENG

71 2 3
                                    

Sudah kuduga dia pasti menyindirku. Memang itu yang ingin dilakukannya bukan? Dia pikir aku manusia tidak punya hati? tapi kalau dia mau berpikir begitu, baiklah. Kubuat sesuai harapanmu.

Sudah dibilang Xaviera itu bukan orang yang harus ditantang.

Semakin dia terkucilkan dan semakin dirinya dianggap buruk maka dia akan menunjukkan sesuatu yang memang seperti itu.

"Ambu tenang weh. Tadi kan Ndan kerjanya cuma setengah hari. Besok Ndan kan kerjanya full. Dari pagi sampai sore. Jadi bisa dapet banyak. Jadi loba sisana Ambu."

Tapi tentu Xaviera tak menimpali apapun dan dia masih terus saja memakan makanannya seakan tak peduli ketegangan dua orang di hadapannya.

Dan ini membuat ibu Rama merasa semakin tak nyaman

Karena itulah,

"Ya tapi kan punya uang juga nggak harus dibeliin sesuatu yang gak guna Ndan. Kamu kan bukan orang kaya. Seharusnya orang yang mau hidup denganmu sadar kalau harus berhemat."

Ya Xaviera paham sindirannya.

Membeli es harga sepuluh ribu rupiah ditambah mandi dengan air galon seharga lima ribu rupiah itu dengan penghasilan Rama sekarang tentu saja bukanlah murah. Hampir empat puluh persen sudah habis untuk keperluan dirinya sendiri.

Lalu apa yang Xaviera harus lakukan untuk membela diri?

"Hmm, enak esnya Rama."

"Oh nya, Teh. Alhamdulillah mun teteh suka. Gak mubazir."

"Sukalah kalau enggak ya gak akan bersih kayak gini."

Alih-alih merespon ibunya Rama, Xaviera malah menjawab seperti tadi. Seakan-akan semua baik-baik saja. Seakan-akan dia tak mendengar apapun dari obrolan mereka.

"Besok buat buka puasa beli lagi kayak gini ya, Rama. Sama aku pengen makan nasi padang pake ayam goreng, dikasih bumbu rendang."

"Nya teh, besok Rama beliin lagi."

k
"Hmm ... makasih Rama. Nanti malam beliin aku nasi goreng ya. Aku lagi nafsu makanan rumah."

"Habis solat teraweh nya Teh."

"Ok, ga masalah."

Tangan ibu Rama sudah mengepal mendengar permintaan Xavira, tapi dia tetap kalem seakan tak peduli.

Dan satu lagi, Rama, itu air di kamar mandi kenapa warnanya keruh gitu? Mungkin harus didalemin lagi kali bornya? Biar jernih."

Bukan membahas masalah uang yang tadi dan merasa tidak enak justru Xaviera malah memprotes yang ini.

"Oh itu teh air gunung. Jadi enggak pakai bor."

"Air gunung?" Xaviera tak paham

"Nya Teh. Jadi air dari gunung diambil pakai paralon dibawa ke sini. Jadi mungkin keruh dikit soalnya ada tanah yang ke bawa."

"Kenapa enggak pakai sumur bor aja? Kan bening."

Ibu Rama justru terdengar sinis ketika mendengar ini.

"Neng, kalo mau air tanah, sini, kasih uangnya bua ngebor DUA PULUH JUTA."

"Ambu."

"Kunaon Ndan?" ibunya melirik sinis pada putranya. "Mun teu boga duit, teu kudu loba tingkah."

"Ambu--"

"Mun teu boga duit, cik cari suami kaya, lain kuli."

Ibunya Rama menatap Xaviera kesal dengan matanya yang membulat menunjukkan emosinya. Tapi, apa Xaviera akan membalas marah?

WARISAN RAMADHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang