Bab 15: PENCURI HERMES

59 4 1
                                    

"Jadi cowok yang lo cari-cari itu dia juga ternyata nyari-nyari lo?"

"Ehem."

Xaviera hanya berdehem dengan posisinya badannya tiduran dan kakinya masih menapak di lantai, di pinggir tempat tidur.

"Jadi cowok yang lo pikir dia bakal jadi tunangan lo itu wajahnya jelek ternyata dia itu cowok yang emang lo temuin di pesawat dan dia sebenarnya ganteng banget?"

"Ehem."

Mata Xaviera juga hanya menatap ke arah langit-langit sambil berdehem lagi.

"Jadi sebenarnya lo berdua harusnya saling ketemu dan sekarang harusnya udah punya hubungan sebagai suami istri kalau lo nggak ketakutan sama wajah yang dia kirimin lewat foto itu?"

"Ehem"

Lagi-lagi jawabannya hanya sesederhana itu.

"Mau sampai berapa kali lagi lo konfirmasi ke gue, Le? Dari tadi kayaknya udah dari lima kali lu ngasih pertanyaan yang sama!"

"Ehehehe, soalnya gue lagi syok banget ini, Ra! Hmm, satu lagi. Jadi Rama ngebohongin lo dan dia diem-diem ngebocorin rahasia pernikahan kontrak lo sama cewek yang dia demenin?"

"Ehem!"

Xaviera juga paling males kalau sudah dikonfirmasi untuk yang satu ini.

"Tapi tuh anak biasanya nggak kayak gitu loh. Dia tuh jujur banget dan polos."

"Hahaha...." Barulah setelah tertawa sinis seperti itu Xaviera mengubah posisinya jadi duduk dan menatap wanita yang masih berdiri bersandar namun memindainya juga.

"Dari awal gue bilang juga sama lo di zaman kayak gini mana ada cowok polos?"

"Tapi lo juga bilang sama gue kalo Rama tuh polos."

"Ya karena gue ketipu. Ternyata bener aja sepolos-polosnya cowok zaman sekarang nggak akan polos banget. Dan mereka semua juga cuman main intrik, Le!"

Lagi-lagi jawaban Xaviera membuat Leti jadi tak enak. Memang dia tidak menyarankan sahabatnya itu memilih Rama untuk bermain pura-pura menjadi suaminya.

Tapi Rama adalah ponakannya. Dan secara moril ini mengganggunya juga.

"Sorry Ra."

"Bukan salah lo, Le. Dan gue ke sini juga bukan bermaksud buat neken lo. Ya gue sekedar cerita aja karena lo kan sahabat gue dan udah lama juga gue nggak cerita sama lo dan udah seminggu loh hidup gue menderita di sana. Makanya sekarang gue seneng banget, gue udah bisa balik ke kehidupan gue dan yang pasti, gue terbebas dari mertua yang ngeselin banget! Sumpah emaknya itu benar-benar enggak banget deh!" desis Xaviera yang sudah bersungut lagi kalau sudah membayangkan tentang mantan mertuanya itu.

"Ya mungkin dia cuman ngerasa kaget aja kali anaknya sama lo? Soalnya biasanya dia itu ramah dan baik gitu loh. Bukan orang yang tipikal suka nyerang gitu."

"Hemmm!" Xaviera merasa diperlakukan buruk. Tapi sahabatnya kan tidak pernah diperlakukan macam dirinya jadi memang Xaviera tak mau mendebat soal ini.

"Yuk berangkat!"

"Heh, lo seriusan ngajakin gue ke tempatnya Rama?"

"Hmm!" Xaviera kini merespon lagi dengan senyum di bibirnya.

"Gue mesti ngambil barang-barang yang ketinggalan di sana. Jadi lo masih bantuin gue. Lagian jalan di kampung itu sendirian kayaknya nggak enak banget."

Dari awal Leti memang tidak setuju sih kalau Xaviera bersama dengan Rama.

Tapi memang sudah terlanjur seperti itu dan dia juga ikut ambil peran di sini.

Tak mungkin juga dia menolak ajakan dari sahabatnya itu. Lagi pula saat ini dia memang tidak ada pekerjaan apapun.

"Tapi lu jangan galak-galak ya ngelabrak mereka. Gue nggak enak aja, yah namanya juga di kampung.Kalau lu mau minta balikin duit lo sama si Rama juga dia pasti kasih kok."

Di dalam mobil yang melaju menuju ke kampungnya Rama, Leti mencoba mengingatkan sahabatnya pelan-pelan karena dia juga tidak mau sampai menimbulkan keributan dengan Xaviera.

"Bukan duit yang jadi masalah buat gue. Lo tenang aja. Lagian juga bokap gue udah nerima gue balik kok!"

"Eh iya, jadi bokap lo nggak nanya macam-macam dan udah maafin lo gitu aja?"

Karena terlalu fokus dengan Rama dan Euis, Leti jadi tidak terlalu memperhatikan cerita Xaviera soal orang tuanya.

Makanya untuk mengisi waktu di perjalanan itu mereka membicarakan ini.

Xaviera tidak menyetir mobilnya sendiri dan dia bisa bebas bercerita dengan Leti di kabin belakang karena ada sopir juga yang sengaja dibawa Xaviera. Dia tak ingin macet-macetan menyetir sendiri di jalur itu.

"Jadi bokap lu maafin lo kayak gitu aja? Dan dia sesuai sama yang lo bilang emang udah tahu kalau itu pura-pura tapi dia emang nggak nyangka kalau lo bakalan ketemu sama Erik Clayton?"

"Hmm. Orang waktu gue dianterin ke rumah sama Erik bokap gue langsung kaget gitu dan dia nggak nyangka aja kalau gue udah temenan sama Erik." Xaviera bahkan tersenyum tipis di bibirnya ketika menjelaskan itu.

Gadis itu memang tidak terlalu banyak memberikan ekspresi apapun di wajahnya sehingga membuat Leti agak kesulitan juga menilai seperti apa sebenarnya yang ada di benak Xaviera.

"Terus yang gue cerita ke lo tentang kehilangan sendal waktu itu sebenarnya yang nyuri itu orang suruhan bokap gue."

"Jadi bener kan ada orang suruhan bokap lu yang ngikutin lo? Tapi kenapa waktu lo nyasar mereka nggak datang?"

"Bokap gue nyuruh mereka balik dan setelah mereka nyuri sendal itu mereka udah nggak balik lagi ke kampung itu. Bokap gue takutnya gue curiga dan gue bakal nyangka mereka yang nyuri. Nah hari pas gue ketemu sama Erik itulah mereka tuh sebenarnya disuruh balik. Tapi udah keburu gue duluan sampai Jakarta!"

Xaviera bicara sambil tangannya mengambil minuman yang ada di lemari pendingin mobilnya.

"Lo mau nggak?"

"Lah, gue kan puasa Neng! Gimana sih lu?"

Yah, kata puasa memang mengingatkan Xaviera tentang seminggu yang lalu di rumah Rama dia juga pun berpuasa. Tapi dia tidak ingin memikirkan masalah ini sekarang dan malah menyesap lagi minumannya.

"Jadi alasan bokap lo ngambil sendal itu tujuannya buat apa?"

Tapi saat ini Leti tidak tahu apa yang ada dalam benak Xaviera dan dia lebih tertarik mencari tahu apa sebenarnya alasan Paul mau mencuri sandal anaknya sendiri.

"Karena menurut bokap gue di situ gue harus hidup merakyat. Dan gue nggak boleh pakai barang-barang branded. Jadi dia ngambil sendal gue. Sebenarnya tujuannya sih ngambil tas gue juga tapi karena itu kan dipegang terus sama gue jadi nggak mungkin mereka ambil."

"Ra, bokap lu nggak marah sama Rama?"

Setelah manggut-manggut mendengar cerita Xaviera hal inilah yang paling penting juga ingin diketahui oleh Leti.

Dia hanya ingin tahu bagaimana keamanan dari keponakannya itu.

"Gak tuh, malah kata bokap gue dia makasih banget sama Rama soalnya udah bikin gue ngerasain hidup jadi orang yang serba kekurangan."

Tapi Xaviera malah menyunggingkan senyum sinis ketika dia mengutarakan apa yang dikatakan ayahnya pada Leti.

"Syukur deh. Soalnya gue takut aja kalau sampai bokap lu jadi benci sama dia dan ngelakuin sesuatu yang buruk ke dia."

"Kayaknya bukan bokap gue yang bakal ngelakuin itu," senyum Xaviera terurai penuh makna ketika dia bicara dengan matanya terlihat menyipit sinis jelas saja membuat Leti agak sedikit ngeri.

"Ehem ... Ra, lo nggak akan ngelakuin sesuatu yang mengerikan kan ke keluarganya si Rama?"

WARISAN RAMADHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang