"Lo udah selesai belum ceritanya Ra?"
Melihat Xaviera akhirnya diam juga dan mengambil gelas berisi jus strawberry kesukaannya, barulah Leti bertanya.
Dari tadi dia sudah mendengarkan Xaviera bicara hampir dua jam dan tidak pernah berhenti.
Ini membuat kepalanya ngepul. Tapi demi menyenangkan sahabatnya dan Leti juga ingin tahu semua yang ingin disampaikan Xaviera sampai mati-matian melarangnya buka bareng dengan keluarganya, akhirnya hilang sudah semua rasa penasarannya.
"Ya gitu. Jadi dia berutang budi banget sama gue. Harusnya saat itu gue ngebuka jati dirinya cuman gue lagi nggak bawa bukti apapun. Dan lagian gue mesti main cantiklah, masa gue bilang dia suami kontrak gue? Gaklah. Harus ada moment yang pas gitu. Tapi liat aja, gue pasti tangkep basah dia kalo mo maen curang lagi."
Sudah tahu dong apa yang dibahas Xaviera?
Utang budi. Sesuatu yang membuat dirinya tersenyum sinis dan merendahkan seseorang. Jelas itu tujuannya.
"Oh iya, lo jangan salah paham ya Le. Gue sama sekali nggak ngehina lo. Tapi gue cuma ngasih tahu kenyataan aja kalau orang yang kita sempat pikir dia itu polos kayak gitu kelakuannya. Dan gak ada tuh manusia polos dan bener-bener baek di jaman kayak sekarang."
"Iya kalau soal gini aja lo nggak perlu klarifikasi ke gue. Soalnya gue tahu lo emang nggak pernah niatan kayak gitu ke gue. Kayak gue kenal baru sebulan dua bulan aja kek gitu pake dijelasin."
"Hehehe, ya gue takutnya lo kesinggung, Le."
"Gak. Aman ama gue mah."
Leti bicara sambil tangannya merogoh isi tasnya dan mengambil sesuatu dari dalam sana di saat Xaviera menyeruput minumannya.
"Kemarin Rama datang ke tempat gue, Ra."
Sambil mengaduk isi tas, sambil Leti bicara. Tapi matanya masih menunduk karena masih mengambil beberapa barang di tasnya dan apa yang diucapkan oleh Leti ini membuat Xaviera melirik padanya dan melepaskan pipet dari bibirnya.
"Jadi dia mampir ke tempat lo?"
Leti menatap sahabatnya dan mengangguk dengan tangannya mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
"Nih titipan buat lo dari dia."
Mata Xaviera tentu saja melihat yang diberikan Lei dan ini membuat dirinya tak bicara untuk beberapa saat.
"Gue udah cek mutasinya juga di e-banking yang dikasih Rama. Dan tadi pagi Rama juga udah ngirim rekening korannya. Dia udah ngirim ke email gue dan emang terbukti dari pertama kali duit itu dimasukin ke rekeningnya nggak pernah dikeluarin lagi. Dia nggak pernah pake duit lo di rekening. Tapi dia emang pake duit yang 30 juta cash itu katanya." Leti menunjuk bungkusan di amplop coklat.
"Jadi waktu habis kita dateng itu, dia langsung ninggalin rumahnya juga. Itu deh, dia ninggalin duit buat nyokapnya. Buat cadangan hidup nyokapnya dan biar ga usah kerja lagi gitu. Dan dia juga enggak pernah balik ke rumahnya selama empat tahun karena nyelesain sekolahnya. Ada orang yang berbaik hati ngebantuin dia. Mungkin lo kenal sama yang namanya Pak Fikri? Dia nyekolahin dan ngebiayain, nganggep Rama anak angkatnya juga."
Sahabat Xaviera menceritakan apa yang kemarin memang diceritakan oleh Rama. Sangat objektif dan sesuai tanpa ada yang dilebihkan dan dikurangi. Hanya gaya bahasanya saja santai dan tak sekaku Rama.
Dan jelas ini membuat perasaan Xaviera agak sedikit tidak enak.
Tadi dia memaki-maki Rama di hadapan Leti. Puas sekali Xaviera menghina Rama dengan kata-kata yang cukup pedas.
Tapi ternyata sahabatnya sudah mengetahui suatu rahasia dan di sini Xaviera jadi merasa seperti dikerjai.
"Kenapa lo nggak bilang dari tadi?"
"Jangan marah dulu ama gue, Ra. Lagian gue pengen denger cerita versi lo. Dan gue cuma pengen tau doang gimana reaksi lo sama dia. Ternyata sama kayak reaksi gue ke dia. Hahaha," tawa Leti pecah.
Leti memang berpikir juga kalau Rama sempat menggunakan uang Xaviera. Karena itu dia memang sengaja membiarkan sahabatnya bercerita dulu sekedar ingin tahu.
Leti tak sama sekali berniat untuk menjebak.
"Tapi kan harusnya lo bilang sama gue kalo dia udah ngasih ini."
"Udeh, gosah sewot. Terus rencana lo gimana?"
Untung mereka memang berteman sudah lama. Jadi melihat Xaviera agak kesal Leti tak baper.
"Jadi dia sama sekali nggak pake uang gue?"
"Pake yang tiga puluh juta itu. Dia juga bilang dia minta maaf nggak bisa nambahin apa-apa dari uang itu. Soalnya dia abis duit buat perbaikin rumah nyokapnya dan dia cuman bisa balikin nilai itu aja. Kalo lo ga ridho, pengen ada lebihan, lo bilang aja mo minta berapa. Insya Alloh dia bakal cicil katanya gitu."
Rama tentu sadar dia memakai uang Xaviera dan mengambil manfaat dari uang itu. Makanya dia ingin menggantinya.
"Nggak usahlah. Udah kebayar juga kali dari bunga yang ada di uang gue yang lima miliar ini."
Hitung-hitungannya Xaviera sudah untung lumayan juga. Makanya dia tak mau menggubris.
"Jadi dia itu bisnis bareng sama lo sekarang? Maksud gue, bokap lo, bokapnya Erik ama Pak Fikri itu?"
"Hmm. Gue cabut dulu ya. Cape banget."
Xaviera sudah malas membahas masalah ini lagi selesai dia tahu keadaannya seperti apa dia membawa pulang yang diberikan Rama semuanya dan memilih pamitan dari Leti.
"Aku dan dia, hubungan kami dulu cuma pura-pura dan dia emang pernah ngekhianatin aku. Tapi seminggu lalu aku juga sempat salah paham." Xaviera memikirkan kejadian di kantor Ben Clayton sambil memandang buku tabungan Rama dan uang cash yang diberikan Leti seminggu lalu.
"Tapi ngomong-ngomong aku jadi penasaran dia kerjanya seperti apa ya? Apa dia profesional? Apa dia nggak akan nipu lagi? Okelah dia emang nggak nipu uangku. Tapi dia menipu kepercayaanku dengan menceritakan pada wanita itu."
Berbekal rasa penasarannya inilah Xaviera mencoba memutar otaknya.
"Dan akhirnya aku dapet juga info dari Om Ben kalau Pak Fikri itu duda dan dia sampe sekarang gak punya siapa-siapa. Hahaha." Xaviera terkekeh senang setelah hampir dua minggu mencari info, akhirnya dia bisa mengorek informasi yang bisa dipercaya.
"Pantas dia mengembalikan uangku. Ternyata dia punya mangsa yang lebih besar dan ingin menguasai harta kekayaan Pak Fikri dengan menjadi anak angkatnya begitu? Cih. Akan kugagalkan rencanamu!" cicit Xaviera penuh siasat malam itu.
Dia sudah memiliki rencana yang sangat matang, Xaviera juga makin pede karena sudah mengumpulkan bukti selama dua minggu ini.
"Jadi kamu mau menangani proyek agrowisata Daddy sama Om Ben dan Pak Fikri?"
"Iya Dad."
Xaviera mengangguk sangat antusias sekali.
"Terus aku juga pengen program ini diurus sama Erik. Mungkin dengan begini aku bisa punya waktu lebih banyak sama dia Dad? Kami gak sibuk sendiri-sendiri," bujuk Xaviera.
Dia memang negosiator ulung. Tentu saja ini ide positif bagi Paul dan Ben. Makanya mereka tidak melarang putra putri mereka mengurusnya.
"Sweetheart, kok kamu nambah-nambahin kerjaan aku sih sampai minta Daddy kasih kerjaan ini diurus sama aku?"
"Ya kalau nggak gini, kamu nggak pernah ada waktu buat aku, honey. Kamu sibuk aja ama kerjaanmu sendiri, hobimu, temen-temenmu dan kita cuma ketemu sebulan sekali kadang-kadang. Pernah sampe tiga bulan baru ketemu gara-gara kamu banyak banget urusan di Eropa."
"Tapi kan aku selalu video call sama nelepon kamu nanya kabarmu, kan sweetheart." Erik bicara sambil menggenggam tangan Xaviera.
"Iya kan enggak cukup, honey. Lagian nggak ada salah kan kita ngurus ini dan sekarang kita jadi bisa jalan-jalan ke Bandung bareng berdua?"
KAMU SEDANG MEMBACA
WARISAN RAMADHAN
RomanceXaviera Lakeswara (24th) terpaksa menjadikan cowok kampung buruk rupa seperti Ramadhan (20th) sebagai suami kontrak demi menggagalkan keinginan perjodohan dari orang tuanya. Sayangnya, kedua orang tua Xaviera masih tak memercayai hubungan mereka ber...