Part 6

33 7 0
                                    

Saat ini, Shu dan Saori berada di Markas Pengurus Pemakaman.

"Bagaimana dengan Kido?" Ucap Gai pada Shibungi.

"Dia masih tidur. Entah karena syok gara-gara Void-nya telah dipakai, tapi dia belum menunjukkan tanda-tanda akan bangun." Ucap Shibungi.

"Begitu, ya. Kalau begitu, aku akan memperkenalkan mereka. Ouma Shu, dia memiliki Void Genome. Lalu yang di sebelahnya, Yamabuki Saori. Untuk selanjutnya, mereka akan menjadi inti dari strategi kita." Ucap Gai.

Terlihat orang-orang disana tidak begitu menyukai keberadaan Shu dan Saori.

"Sekarang mereka telah bergabung dengan kita dan kita telah mendapatkan Kido Kenji. Tujuan Pengurus Pemakaman yang paling besar akan bisa tercapai, mengambil Leukocyte." Ucap Gai.

'Leukocyte?' Pikir Shu.

Gai lalu menekan beberapa tombol dan layar menampakkan susunan strategi.

"Inilah rencananya. Tergantung dari situasinya, ada 145 pola yang berbeda yang bisa diambil. Kalian harus mengingat semuanya sampai kita memulai operasinya." Ucap Gai.

"Berapa lama?" Ucap Tsukishima Argo, salah satu anggota Pengurus Pemakaman.

Argo memiliki tubuh yang tinggi dengan rambut hitam jabrik yang terdapat warna pirang di tengah rambutnya.

"Tiga hari. Jika itu pun tidak bisa, jangan ikut." Ucap Gai dengan nada tegas yang membuat mereka terkejut mendengar itu.

"Belum sampai sehari sejak penyerangan kita ke gedung isolasi. Kelelahan kita bisa mengkhawatirkan." Ucap Shibungi.

"Itu salah. Kalian datang kesini untuk apa? Pasti bukan untuk tidur dengan santai! Apa kalian ingin masuk ke dalam wilayah musuh ketika masih terkantuk-kantuk karena baru bangun tidur?" Ucap Gai lalu menoleh menatap Ayase. "Ayase."

"Ya." Ucap Ayase lalu menggerakkan kursi rodanya mendekati Gai.

"Kau akan bertanggung jawab untuk memberikan pelatihan dasar yang cukup untuk melaksanakan misi ini pada mereka." Ucap Gai sambil menunjuk Shu dan Saori.

"Aku?" Ucap Ayase.

"Dia yang sekarang hanya akan membebani kita. Sedangkan yang satu lagi belum diketahui sejauh apa kemampuannya. Jika kau menghargai hidupmu, lakukan." Ucap Gai lalu pergi begitu saja.

"Anu, kau tak perlu khawatir denganku. Aku jadi merasa tidak enak kalau sampai merepotkan gadis yang memakai kursi roda." Ucap Shu.

"Wah, kau baik juga ya, Ouma-kun." Ucap Ayase lalu mengulurkan tangannya pada Shu.

"Panggil saja Shu." Ucap Shu lalu akan menerima uluran tangan itu tapi Saori malah menggenggam tangannya.

"Shu, mulai sekarang belajarlah untuk tidak menilai buku hanya dari sampulnya." Ucap Saori lalu menepis tangan Ayase dan bergerak cepat mencekik leher Ayase. "Kau tak bisa mengecohku. Aku tau kau berniat memutar kursi roda dan menjatuhkan Shu saat dia menerima uluran tanganmu.

Mereka yang melihat itu begitu terkejut.

"Aya Nee!" Ucap Tsugumi yang khawatir.

Saat Ayase merasa sesak nafas dan memberontak, Saori pun melepaskan cekikannya.

"Kurasa aku sedikit berlebihan untuk pertemuan pertama." Ucap Saori lalu tersenyum pada Ayase. "Salam kenal ya, Ayase-chan."

"-chan?" Ucap Ayase yang merasa aneh mendapatkan panggilan seperti itu.

"Ayo, Shu. Kita juga butuh istirahat." Ucap Saori lalu menggenggam tangan Shu dan mereka pergi dari sana.

Di sepanjang lorong yang terdapat banyak kamar, Shu akhirnya menanyakan pertanyaan yang sedari tadi sudah ada di benaknya.

"Saori, yang tadi itu...sebenarnya apa? Itu jelas bukan Void." Ucap Shu.

Saori terdiam mendengar itu sebelum akhirnya menjawab.

"Apa kau tau tentang cyborg? Itulah diriku, Shu." Ucap Saori yang membuat Shu terkejut mendengar itu. "10 tahun yang lalu, saat Lost Christmas, aku salah satu yang terjangkit Virus Apocalypse. Untuk menyelamatkan hidupku, ayahku mengubah beberapa bagian tubuhku menjadi cyborg melalui penelitian. Lalu 3 tahun kemudian, ayahku meninggal karena virus itu. Aku tidak tau apa yang harus kulakukan. Pada akhirnya, aku melanjutkan penelitian dan mengubah sebagian besar tubuhku menjadi cyborg. Yang kau lihat sebelumnya adalah mode tempurku. Ayahku membuatnya untuk jaga-jaga kalau saja hal buruk terjadi padaku. Lalu 5 tahun yang lalu, aku pindah ke apartemen di sebelahmu. Berkatmu, hidupku yang awalnya abu-abu jadi lebih berwarna, Shu. Aku selalu ingin berterima kasih padamu untuk itu. Kau menyelamatkanku dari rasa kesepian."

Saori lalu tersenyum manis yang membuat Shu salah tingkah melihat itu.

"Tidak...itu...aku..." Ucap Shu sambil menggaruk tengkuknya. "Aku juga-"

"Apa yang kalian lakukan disini?" Ucap Inori yang tiba-tiba saja muncul dan mengejutkan mereka.

Shu juga tidak bisa menyelesaikan ucapannya karena kemunculan Inori.

"Kami mencari kamar kosong." Ucap Saori.

"Kalau kamar kosong, lewat sini." Ucap Inori lalu memimpin jalan dan mengantarkan mereka ke kamar kosong yang bisa mereka tempati.

"Makasih ya, Inori." Ucap Saori sambil tersenyum.

Inori balas tersenyum lalu pergi ke kamarnya yang tidak jauh dari sana. Saori sendiri kembali menatap Shu.

"Kalau begitu, selamat malam, Shu." Ucap Saori lalu akan membuka pintu kamarnya tapi Shu menggenggam tangannya.

"Tunggu, Saori." Ucap Shu.

"Ada apa?" Ucap Saori.

"Aku...itu...ada yang ingin kukatakan." Ucap Shu dengan kepala yang tertunduk.

Saori hanya diam mendengar itu, menunggu apa yang akan dikatakan Shu selanjutnya.

"Terima kasih." Ucap Shu sambil mendongak menatap Saori, terlihat pipinya yang bersemu merah.

"Untuk apa?" Ucap Saori sambil memiringkan kepalanya mendengar itu.

Saori tidak merasa sudah melakukan sesuatu yang luar biasa sampai Shu perlu berterima kasih padanya.

"Terima kasih karena sudah menyukai diriku yang seperti ini." Ucap Shu yang membuat Saori terdiam mendengar itu sebelum akhirnya tersenyum.

Tangannya yang semula memegang gagang pintu kini ia gunakan untuk menangkup pipi Shu. Tanpa Shu sempat merespon, Saori langsung mencium bibirnya cukup lama sebelum akhirnya Saori melepaskan ciumannya.

"Aku mencintaimu, Shu." Ucap Saori lalu langsung masuk ke kamarnya meninggalkan Shu yang berdiri mematung.

Shu kemudian menyentuh bibirnya sendiri yang membuat wajahnya kini memerah padam. Setelah menjadi sepasang kekasih, mereka tidak pernah berciuman. Paling jauh mereka hanya berpegangan tangan. Ciuman itu adalah yang pertama kalinya untuk mereka.

Di sisi lain, Saori tak jauh berbeda dengan Shu. Pipinya merona dengan dirinya yang menenggelamkan kepalanya ke bantal. Saat mengangkat kepalanya, ia memukul pelan kepalanya sendiri.

"Aku pasti sudah gila." Ucap Saori yang bergumam.

To be continued

Fate (Guilty Crown x OC)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang