"Para penumpang yang terhormat, pesawat kita dalam dua puluh menit ke depan akan tiba di Bandara Internasional Guangzhou Baiyun, China. Pesawat sudah mulai menurunkan ketinggian. Dimohon bagi para penumpang sekalian, untuk duduk dengan baik, mengikat sabuk pengaman, melipat kembali meja makan, menegakkan sandaran kursi, dan membuka jendela penutup cahaya."
"Selama proses pendaratan pesawat, demi keamanan penerbangan, mohon mengatur kembali peralatan elektronik Anda menjadi non aktif ataupun beralih ke mode pesawat. Terima kasih telah terbang bersama maskapai Merpati Indonesia. Semoga perjalanan Anda selalu menyenangkan."
"Ladies and gentleman, we will be landing in about 20 minutes ...."
Suara seorang pramugari telah menggema di seluruh kabin maupun kokpit pesawat. Pun tak lama suara Air Traffic Controller menginterupsi indra pendengaran Arka.
"Guoji Jichang 655*. Runway 03L. Ground winds are stable, be landed."
"Boleh mendarat di landasan pacu 03L, Guoji Jichang 655, Capt." Gilang, co-pilot yang sedang terbang bersama Arka mencoba memberitahu.
"Keluarkan roda pesawat," seru Arka.
"Baik! Mengeluarkan roda pesawat." Gilang menyahut. "Tiga lampu hijau," lanjutnya.
"Cek kecepatan sirip sayap pesawat." Arka bersuara lagi.
"Mengecek kecepatan sirip sayap pesawat," sahut Gilang sambil menekan salah satu tuas yang ada di dalam kokpit pesawat. "Sirip sayap pesawat bagus, Capt," lapornya.
Arka mengangguk. "Kondisi indeks badan pesawat?"
"Mengecek kondisi indeks badan pesawat." Gilang lagi-lagi menekan salah satu tuas yang ada. "Kondisi indeks badan pesawat bagus."
"Seribu kaki."
"1000 feet," lapor Gilang pada menara pengawas.
Hening sesaat, membuat Arka menoleh pada Gilang, meminta informasi lanjutan.
"Sepakat seratus, Capt."
"Lanjut?"
"After 100 feet, count altitude," kata Gilang kembali pada menara pengawas.
"Counting runway altitude ahead, be landed," jawab salah satu Air Traffic Controller yang bertugas.
"Mendarat," seru Arka. Pun tiba-tiba saja suara sirine peringatan mengalihkan fokusnya.
"Perhatikan kecepatan angin, Capt!" Gilang berubah panik, suasana seketika mencekam.
Arka mengigit bibir bawahnya pelan. "Windshear*, terbang kembali," katanya mencoba mengatasi masalah yang ada.
"Keluarkan kompas pesawat."
"Mengeluarkan kompas pesawat." Gilang mengatur napas, ntahlah ia memang tidak bisa setenang kapten di sampingnya.
"Sirip sayap tiga," kata Arka lagi.
Gilang mengangguk, mengulang kembali perkataan Arka.
"Simpan roda."
"Roda disimpan, Capt!"
"Terbang ke atas."
Gilang lagi-lagi mengangguk. Pesawat dirasa terbang menukik, lalu sedikit demi sedikit melayang kembali menjauhi daratan.
"Successfully, Captain!"
"Alhamdulilah." Arka menghela napas, kejadian seperti ini memang sudah menjadi makanan sehari-harinya. Namun, ada kalanya ia takut tidak amanah dalam mengantarkan para penumpang ke tempat tujuan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Pilot
RomanceBagaimana setelah kau memutuskan untuk pergi? Adakah yang kau rasa berbeda setelah hari-hari kita tak menemukan tawa lagi? Ah, mungkin hanya aku yang merasakan ini seorang diri. Ya, aku telah menetapkan hati. Jika kau pergi, aku pun lari. Namun, jik...