"Arka Bintang!" Deretan kata yang membuat sang empunya nama langsung bereaksi untuk menghentikan langkahnya.
Ia menoleh. "Apa?" tanyanya cepat.
Kelly--si biang keladi, hanya memamerkan cengiran khasnya. Sudah bisa tertebak kalimat apa yang akan segera meluncur dari mulutnya.
"He-he ..., enggak papa, kok. Cuma manggil aja."
Oh, shit!
"Are you nuts, Kel? What's wrong with you? I'm in a hurry. If it's not important for what you are calling me?" sembur Arka kesal. Benar-benar, Kelly sudah mengganggu waktu singkatnya.
"Gue, 'kan cuma manggil, Ka. Masa gak boleh, sih?"
Arka menghela napas. Ia harus bersabar jika berhadapan dengan sikap kekanakan pramugari di depannya ini.
"Bukannya gak boleh. Tapi, ya-- come on, sikonnya gak tepat, Kel. Gue harus persiapan take off tiga puluh menit dari sekarang. Gak ada waktu lagi buat ladenin lo."
"Cuma manggil, Ka."
"I know, but time is my responsibility. I cannot be negligent!" kesal Arka.
Kelly menunduk seraya mengumamkan kata maaf. Arka sensian sekali.
Seperti dipercikan api kesadaran, Arka menyadari reaksinya yang sedikit berlebihan. Ia menatap Kelly, pramugari itu masih tampak menunduk merutuki kesalahannya.
"It's okay." Tangannya terjulur mengelus rambut Kelly. "But don't repeat it next time. Um?"
Kepala Kelly langsung mendongak, binar keceriaan kembali terpancar dari matanya. "Um, i'm promise!"
Arka mengangguk. Baik, sekarang ini ia tak lagi mempunyai banyak waktu. Ia sudah terlambat, dan benar-benar akan terlambat jika tak segera meneruskan langkahnya.
"Kalau gitu gue persiapan dulu, ya, Kel."
Perempuan berseragam pramugari yang kini telah melapisi seragamnya itu dengan sebuah jaket, mengerjapkan mata. "Sekarang?"
"Iya."
Tanpa diperintah, tangan Kelly refleks menyodorkan sebuah botol kecil berisikan minyak angin pada Arka.
"Apa?"
"Buat lo. Kalau masuk angin, jangan dikerok. Kasian kulitnya."
Arka malah tertawa. Dari mana perempuan ini tahu rutinitas tersembunyinya?
"Jadi, lo pernah ngitipin gue?" selidiknya.
Kelly mendesis. "Mana ada! Udah, nih." Ia mengepalkan botol kecil itu ke tangan Arka, lalu didorongnya bahu lelaki itu untuk segera menjauh.
"Buruan sana! Diamuk penumpang tau rasa lo."
Arka tersenyum. "Yang sering ngamuk bukannya lo?"
"Buruan!"
Arka mengangguk. Mengikuti saran Kelly, ia langsung berlari menuju para awak kabin yang lain, guna mengulas kembali dokumen ataupun cuaca yang mungkin akan dialami selama dalam penerbangan.
.
.
"Astagfirullah! Maaf, Ma. Maaf. Reina gak lihat."Perempuan paruh baya yang sedari tadi bersama Reina pun menggeleng. Jika tak cepat tanggap, sudah bisa dipastikan bahwa tangan putrinya akan tersiram minyak panas.
"Jalannya hati-hati dong, Kak. Gimana kalau Mama tadi gak sigap? Mau tanganmu kesiram minyak panas?"
Reina meringis. Tidak bisa membayangkan tangannya yang melepuh, terbakar.
![](https://img.wattpad.com/cover/144140152-288-k723317.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Pilot
Storie d'amoreBagaimana setelah kau memutuskan untuk pergi? Adakah yang kau rasa berbeda setelah hari-hari kita tak menemukan tawa lagi? Ah, mungkin hanya aku yang merasakan ini seorang diri. Ya, aku telah menetapkan hati. Jika kau pergi, aku pun lari. Namun, jik...