25 - Always Remember

122 10 0
                                    

Malam pukul tujuh lewat sepuluh, Mama Reina keluar dari ambang pintu menyambut kedatangan sang putri. Dilihatnya raut wajah Reina yang nampak lebih kusut dari pagi tadi.

"Assalamualaikum, Ma," ucap Reina seraya menyalami.

Sang mama menjawab dengan tangan yang segera terjulur untuk meraih kening sang putri. "Badanmu gak panas, ah, Kak," katanya.

Alis Reina sedikit tertaut. "Apa?"

"Iya, badanmu gak panas. Tapi, Mama lihatin kok mukanya ditekuk terus begitu."

Ya ampun, berdosalah Reina karena telah membuat sang mama khawatir akan hal yang tidak-tidak. Hari ini memang wajahnya kusut setelah menghadapi kemacetan Ibu Kota yang tak terkira. Pun yang paling membuatnya kesal adalah ia yang jadi tidak bisa membeli sekotak roti susu di toko langganannya, sebab saat ia berkunjung di hari kemarin tokonya malah meliburkan diri, dan saat ia berkunjung kembali di hari ini, roti susu itu dikatakan telah habis diborong oleh para pembeli.

"Rei memang gak sakit, Ma. Muka Rei jadi begini mungkin efek kecapean di jalan aja."

Mama Reina mencoba memaklumi.

"Ya udah, ya, Ma. Reina mau mandi," kata Reina pamit undur diri. "Oh, iya, Ma. Nanti mungkin Rei akan keluar lagi," tambahnya.

"Mau ke mana, Kak?"

"Mau beli kopi."

Setelah menyelesaikan segala urusannya di rumah, Reina segera bergegas menuju kafe terdekat dari sana. Ia memesan sepotong yoghurt cake lengkap dengan satu cup Bootleg Brulee kesukaannya.

"Ah, foto dulu deh." Reina lantas mengeluarkan ponselnya. Tersenyum kala mendapatkan potret kue dan minuman yang baru saja ia pesan. Sesaat ia pejamkan mata, lalu memandang kembali kue yang bertuliskan ucapan selamat ulang tahun di hadapannya itu.

"Arka, selamat ulang tahun. Maaf, di tahun ini roti susu kesukaanmu gak ada. Mungkin besok Reina akan datang lagi ke tokonya. Jadi, kamu tenang aja," gumam Reina seperti ada lawan bicara, padahal jelas-jelas ia datang sendirian ke sana.

"Permisi, Mba," interupsi Reina pada pramusaji perempuan yang kebetulan melintas tepat di depannya. "Saya boleh minta tolong untuk difotokan gak, ya?" Pramusaji perempuan itu pun mengangguk ramah. Mengambil potret Reina yang sedang mengangkat tinggi piring cake miliknya. Mungkin bagi siapapun yang melihatnya akan merasa iba, karena berpikir tidak ada satu pun kerabat yang ikut merayakan hari spesialnya. Pun mereka tidak tahu saja, bahwa hal itu sudah menjadi sebuah rutinitas tahunan untuknya dalam merayakan ulang tahun Arka. Ya, walau di tahun ini rasanya sangat berbeda, pertama karena tidak ada roti susu yang menjadi center utama. Juga sosok Arka yang malah datang dengan membawa sosok lain bersamanya.

Arka, akankah jalan yang kita lalui saat ini bisa berakhir di satu tujuan yang sama?
.
.
"Oke, Wan. Sekali lagi thanks, ya, untuk semua," tutup Arka pada sambungan teleponnya dengan Ridwan. Hari ini ia menerima banyak cinta dari orang-orang terdekatnya. Mulai dari kehadiran Raya yang telah datang jauh-jauh dari Korea. Sang mama juga bibinya yang ikut serta dalam memperingati hari lahirnya. Kelly yang menyempatkan diri untuk memberi ucapan juga hadiah walau sedang terbang ke Shanghai, China. Ridwan dan juga Gilang yang sibuk mengkonfirmasikan bahwa paket yang mereka kirim telah sampai ke tangan Arka dengan selamat atau tidak. Terakhir, ucapan serta hadiah yang sangat tidak terduga datang dari Papa Reina. Ya, Arka tak menyangka bahwa akan datang juga hari di mana ia menemukan secercah harapan mengenai kejelasan hati Bulannya.

Ternyata masih ada Arka di hati kamu, Reina.

Tanpa membuang waktu lama, Arka lantas membuka laptopnya. Ia ingin segera mengirim pesan pada Papa dari Bulannya.

The Perfect PilotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang