30 - Awkward

137 11 4
                                    

Meski masih belum ada kejelasan mengenai status hubungannya dengan Reina. Namun, Arka tetap tidak akan menyerah begitu saja. Jalur pertemuan kedua keluarga telah ia coba, pun sekarang tinggal menunggu tangan Tuhan yang Maha Kuasa.

Ya, tunggu saja tanggal mainnya.

Dengan setangkai mawar biru muda kesukaan Bulannya, ia berjalan gontai menyusuri selasar Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta menuju ke tempat di mana Reina berada.

Berbekal kemeja putih dan celana jeans khaki slim fit, Arka sudah berhasil membuat beberapa pasangan mata merasa terpana.

"Ya Tuhan, disenyumin Kapten Arka!" ujar dua orang perempuan yang kebetulan bertemu pandang dengan Arka. Ya, walau hari ini lelaki berperawakan tinggi itu sedang day off dari rutinitas kesehariannya, namun tak menampik bahwa beberapa orang masih mampu mengenalinya.

Mempercepat langkah, Arka akhirnya mampu menemukan sosok Reina yang saat ini tengah bersedekap dada. Terlihat mata cantik Bulannya tidak lepas mengawasi gerak-gerik calon penumpang yang ada di sekitarnya.

Duh, Reina. Pengen cepat Arka halalin rasanya.

Argh, berkhayal saja dulu nah.

"Masih sibuk, ya, Ibu Cantik?" tanyanya.

Reina menjengkit, lalu melirik. "Sedikit."

Arka beringsut. "Kalau gitu orang sipil belum bisa dekat-dekat, ya?"

Reina menggeleng. "Enggak juga, kata siapa?"

"Kata Arka barusan," jawab lelaki itu, mendapat desisan dari Bulannya.

Tak habis akal, Arka melangkah lebih mendekati Reina. Pun perempuan itu malah mendorongnya agar segera menjauh dari sana.

"Lho, katanya boleh dekat-dekat. Gimana sih?"

"Ya, gak sedekat itu juga maksudnya," sela Reina.

Arka mencebik, menyodorkan setangkai mawar biru muda yang sedaritadi ia bawa.

"Sekarang, apa maksudnya?"

"A flower for you," kata Arka berubah riang.

Mata Reina menyipit, memerhatikan dengan seksama setangkai mawar biru muda yang Arka bawa.

"Kenapa cuma dilihatin?" tanya Arka yang tanpa ragu meraih tangan Bulannya, lalu menyelipkan setangkai bunga tersebut di sana.

"Kamu metik bunga di mana? Pot bunga di sudut gate 5?" Wajah Reina berubah curiga.

Arka yang dipandang curiga, mau tak mau menyemburkan tawa. Yang benar saja? Masa seorang Arka Bintang Reftara mencuri bunga milik bandara? Oh, Reina ada-ada saja.

"Tuh, 'kan ketawa. Jawab ih dari mana?"

"Ya ampun Bulan sayang, masa calon suamimu ini bakal jadi buronan hanya karena nyuri bunga di bandara. Ya, gak mungkin lah," jelas Arka.

Reina yang saat ini masih berseragam dinas lengkap hanya mengendikkan bahu. "Ya abis aneh soalnya, orang masih kerja malah disodorin bunga." Ia melirik arloji yang melingkar pas di lengan kirinya, mengangguk pelan, lalu kembali menghiraukan Arka yang tengah berdiri tepat di sebelahnya.

"Sayang, jadi ekspresi kamu akan seperti ini setiap aku kirimin bunga?"

Reina terpaksa menoleh lagi pada Arka. "Gak usah panggil sayang, bisa gak? Aku tetap akan nengok kok saat kamu panggil namaku juga."

"Ya, tinggal jawab aja apa susahnya?"

"Gak tau. Udah ih Arka, aku belum selesai kerja."

"Arka cuma tanya."

The Perfect PilotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang